x

Gombloh. dok TEMPO/Afrizal Anoda

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 7 Agustus 2023 07:03 WIB

Lagu Kebyar-kebyar Diciptakan Gombloh Sambil Kerokan

Lagu Kebyar-kebyar yang kerap kita dengar –terutama—di bulan Agustus ini, sudah dianggap sebagai unofficially anthem atau juga lagu kebangsaan kedua oleh beberapa kalangan. Ya, karena saking kerap diperdengarkan, juga dinyanyikan. Belum lagi syairnya yang demikian menggugah semangat kebangsaan. Tak dinyana proses terciptanya lagu legendaris itu sangat unik. Seunik perjalanan hidup Gombloh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lagu Kebyar-Kebyar yang kerap kita dengar –terutama— di bulan Agustus ini, sudah dianggap sebagai unofficially anthem atau lagu kebangsaan kedua oleh beberapa kalangan. Ya, karena saking kerap diperdengarkan dan juga dinyanyikan. Belum lagi syairnya yang demikian menggugah semangat kebangsaan.

Indonesia merah darahku, putih tulangku, bersatu dalam semangatmu…

Siapa yang tak tergetar mendengar alunan lirik tersebut dalam nada menggelora? Gombloh, musisi pencipta lagu itu, sepertinya memang sangat mengenali saripati jiwa anak bangsa ini terhadap negerinya. Ia juga sangat jitu menggambarkannya lewat pilihan kata dan nada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi, taukah anda bahwa proses penciptaan lagu ini sangat unik? Menurut John Pa'I, sahabat almarhum, karya itu tercipta spontan begitu saja. Bibir sang musisi nyentrik tiba-tiba saja mengalunkan kata-kata tersebut, saat ia sedang dikeroki oleh John!

Dari peristiwa sederhana itulah lahir sebuah karya besar dan legendaris. Dan, John Pa’I menjadi saksi kelahirannya. John Pa’I sudah mengikuti proses berkesenian Gombloh sejak tahun 1975 saat mereka kerap meriung di Balai Pemuda Surabaya. Di tempat inilah sejak dulu banyak seniman besar kota Pahlawan berproses: Gombloh, Leo Kristi, Nanil, Franky Sahilatua dan lain-lain.

Sebelum asyik-masyuk bekreasi di Surabaya, Gombloh adalah warga Jombang. Dia lahir dengan nama Soedjarwoto Soemarsono pada 12 Juli 1948. Gombloh adalah anak ke-4 dari 6 bersaudara, ayahnya bernama Slamet dan ibunya Tatoekah. Slamet sehari-hari berdagang ayam potong di pasar tradisional setempat.

Sapaan “Gombloh” disematkan kepada Soedjawoto kecil oleh teman-teman sepermainannya. Sebabnya, ia sering mengucapkan kata itu saat melintas di depan kendang sapi tetangganya. “Gombloh kate dibeleh (Gombloh akan disembelih),” ucap dia. Gombloh adalah nama sapi itu. Saking seringnya dia berucap demikian, akhirnya nama itu justru disematkan pada dirinya.

Keluarga Gombloh hidup sederhana di kota itu. Meski demikian, sang ayah punya cita-cita agar anaknya bersekolah setinggi mungkin. Maka Gombloh pun diminta kuliah di Surabaya. Pemuda itu akhirnya mampu menembus jurusan Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.

Gombloh sebenarnya ingin kuliah di IKJ, tapi ia tak kuasa menolak permintaan sang ayah. Kelak kuliahnya tak rampung karena dia lebih memilih mengikuti panggilan jiwa seninya. Ia memilih drop-out dan menyusuri jalanan hidup sebagai seniman.

Pada 1969 dia membentuk Lemon Trees Anno ‘69 bersama Leo Kristi, Nanil, dan Franky Sahilatua. Mereka mebawakan musik beraliran progressive rock dan folk. Ia memang sangat dipengaruhi band-band berikut ini: Emerson Lake and Palmer, Genesis, Yes, Jethro Tull, dan lain-lain.

Gombloh juga bergaul dengan musisi asing saat ia menetap di Pulau Bali. Dari mereka yang datang ke Bali itu, ia bisa memperkaya wawasan musiknya. Gombloh yang fasih berbahasa Inggris berdiskusi dengan, antara lain, Livingstone Taylor, James Taylor, dan Shirley Bassey. Beberapa kali ia pun main satu panggung dengan mereka.

Seorang musisi Prancis pernah bertanya dari mana Gombloh menggali inspirasi lagu-lagunya. Kurang lebih Gombloh menjawab, ”Dari sekelilingku.”

Demikianlah, lagu-lagu Gombloh memang  banyak bercerita tentang nasib orang-orang kecil, problem lingkungan, dan semangat kebangsaan. Dan Kebyar-Kebyar adalah salah satu puncak karyanya. Lagu ini dirilis tahun 1979 bersama Lemon Tress ’69 formasi baru.

Kiprah Gombloh itu menarik perhatian Martin Hatch, peneliti dari Universitas Cornell, Amerika Serikat. Ia menjadikan karya Gombloh sebagai obyek penelitian dan diturunkan sebagai karya ilmiah berjudul “Social Criticsm in the Songs of 1980’s Indonesian Pop Country Singers”. Makalah ini ia presentasikan dalam seminar musik The Society of Ethnomusicology di Toronto, Kanada, pada 2-5 November 2000. Makalah itu mengupas kekuatan dan pengaruh karya Gombloh dalam perspektif kehidupan sosial.

Mukhamad Yunus Priambodo dan Septina Alprianingrum, keduanya dari Fakultas Ilmu Sosial (Universitas Negeri Surabaya) mengungkapkan lagu Kebyar-Kebyar  memiliki  ketahanan  waktu  yang  lama  dan mungkin akan dapat bertahan abadi. Sebab, lagu ini dianggap  sebagai  lagu kebangsaan kedua setelah Indonesia Raya.    

Dalam hasil penelitian mereka terungkap, Kebyar-kebyar memenuhi dua syarat untuk  dianggap sebagai  lagu abadi. Pertama, lagu ini diterima  sebagai lagu folk (lagu rakyat), dengan catatan 8 dari 10 orang dapat menyanyikannya. Kedua, dari syair kebangsaannya dianggap sebagai lagu nasional dengan catatan 10 dari 10 orang menyanyi dan yang menyanyikan  secara  tidak  langsung merasakan rasa persatuan sebagai bangsa Indonesia.

Gombloh berpulang pada 9 Januari 1988 pada usia 39 tahun karena komplikasi penyakit. Masih cukup muda. Tetapi karya-karyanya akan mengisi perjalanan jaman jauh melampaui usia si penciptanya. Gombloh, lewat karyanya, akan terus meng-kebyar-kebyar bangsa ini.

Sumber tulisan:

1. https://www.facebook.com/memoriesofgombloh/

2. http://sicma.student.uny.ac.id/

3. Pikiran-rakyat.com

4. https://mahakaryasite.wordpress.com/

3. Perjalanan Gombloh dalam Panggung Musik Indonesia Tahun 1969-1988 (oleh 
Mukhamad Yunus Priambodo dan Septina Alriangingrum)
 
 

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu