x

Ilustrasi penjahat demokrasi. Sumber foto: turkau.com

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Minggu, 10 September 2023 10:40 WIB

Anies-Cak Imin Produk Skenario Mastermind ?

Di tengah meriahnya komentar dan analisis seputar pasangan Capres-Cawapres Anies-Cak Imin, di ruang digital dan ruang publik kita merebak isu spekulatif bahwa pasangan kedua figur muda ini merupakan produk skenario politik para mastermind di panggung belakang elektoral, sahihkah informasi ini ?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pasca kabar hangat dan mengejutkan publik bahwa Anies akhirnya memilih Cak Imin sebagai bakal calon pendampingnya, serentak, jam dan hari-hari kemudian hingga saat ini, timeline berbagai portal media melansir nyaris tanpa jeda berita dan analisis seputar dua sosok muda ini di ruang digital, bahkan mungkin juga di ruang-ruang publik lainnya. Duet Anies-Cak Imin kini menjadi magnet baru di panggung koalisi.

Di tengah keriuhan analisis para pengamat, pertukaran komentar serta saling berbalas prediksi para elit terkait kehadiran “pasangan fenomenal” ini, menyeruak pula berbagai spekulasi politik. Spekulasi yang paling mengkhawatirkan adalah bahwa pemaketan Anies-Cak Imin ini adalah bagian dari skenario para mastermind di belakang panggung elektoral yang menghendaki Pilpres berlangsung sesuai pesanan dan kepentingan mereka. Termasuk figur-figur siapa saja yang boleh maju dengan siapa dan tokoh siapa saja yang tidak boleh maju dengan siapapun. Bagaimana plot twist skenarionya ? Di bagian akhir tulisan ini saya coba kemukakan.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Target Menang

Sebelum menguraikan soal spekulasi tentang skenario para mastermind itu, saya akan mulai diskusi ini dengan satu tesis, bahwa semua paslon baik dalam Piplres maupun Pilkada, pastilah punya target memenangi kontestasi. Hanya figur-figur idealis-altruis saja yang maju ke arena kontestasi nir-target kemenangan. Dan ini tidak akan ditemukan di era demokrasi elektoral modern belahan dunia manapun saat ini. Saya membaca, beralas perspektif inilah Surya Paloh (dan Anies Baswedan) akhirnya memilih Cak Imin, Ketua Umum PKB menjadi bakal Cawapres di koalisi mereka.

Cak Imin, meski kita tahu tidak pernah moncer namanya dalam hasil survei lembaga manapun, ia memiliki potensi yang tidak bisa dianggap sepele. Selain pengalamannya malang melintang di dunia politik, pernah di pemerintahan, aktifis par excellent dan saat ini memimpin sebuah partai papan tengah, Cak Imin punya potensi besar yang semua orang sudah mafhum : jama'ah nahdliyin di antero nusantara. Sisi partainya sendiri, PKB digdaya di dua provinsi tambun pemilih  : Jawa Timur dan Jawa Tengah.

            Dua potensi modalitas elektoral terakhir itu justru tidak dimiliki oleh Anies Baswedan. Anies tidak cukup popular di kalangan Nahdliyin, ormas Islam terbesar dengan puluhan juta pemilih berada di dalamnya. Dan berdasarkan temuan semua lembaga survey, Anies juga lemah di Jateng dan Jatim. Kelemahan ini “disempurnakan” oleh posisi Anies yang bukan kader partai manapun.

            Dengan memilih Cak Imin sebagai pendampingnya, Anies (dan Surya Paloh tentu saja) sedang dan akan terus berikhtiar untuk menutupi kedua sisi lemah elektoral ini. Dua sisi yang, sebagaiman juga ditunjukkan oleh data-data lembaga survei maupun hasil Pemilu 2019 lalu, tidak dapat dicover oleh figur AHY maupun Demokrat.

            Jadi, dengan perspektif "target menang" dan tak sekedar mengumbar gagasan dan semangat perubahan tadi itulah, Anies dan Surya Paloh memutuskan pilihan "panas" dan telah membuat banyak pihak terkejut. Soal bagaimana mekanisme pengambilan keputusan ini dilakukan biarlah itu menjadi urusan dapur koalisi saja. Terlalu riskan dan berpotensi jadi ikutan kumuh pikiran kita jika terlibat dalam urusan mekanismenya.

 

Kombinasi Dua Sisi

Sekali lagi, Cak Imin punya potensi elektoral yang relatif besar. Setidaknyak, inilah yang menurut hemat saya ada dalam pikiran Surya Paloh, politisi nasional yang jam terbangnya tidak diragukan lagi. Pada potensi inilah kalkulasi (dan tentu saja semangat) kans target kemenangan didasarkan.

Dengan ketajaman sekaligus kearifan yang dimiliknya, Surya Paloh pastinya juga menyadari bahwa di sisi kelebihannya, Anies juga memiliki kelemahan. Nah, kelemahan Anies tadi sudah disinggung antara lain tak cukup populer di kalangan Nahdliyin, lalu lemah di Jateng dan Jatim berdasarkan lembaga-lembaga survei. Sayangnya, lagi-lagi ini tidak bisa cover oleh sosok AHY, dan hanya mungkin ditutup oleh sosok Cak Imin.

Sampai di sini, clear sudah. Cak Imin punya modalitas besar elektoral dari sisi potensi pendulangan suara nanti di 2024. Sementara Anies, sosok yang dikenal publik sebagai intelektual berintegritas, memiliki kekuatan gagasan dan konsep-konsep pembaharuan disamping juga pengalaman di pemerintahan baik sebagai Menteri maupun Gubernur.

Satu lagi yang tidak kalah penting, Anies (setidaknya di  mata para simpatisan dan pendukungnya) saat ini sudah menjadi salah satu ikon "perlawanan" terhadap kekuasaan yang banal sekaligus representasi sebagian publik yang kecewa dengan berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi. Posisi persepsional ini menjadi salah satu kekuatan pembeda Anies dibandingkan dengan dua bakal kandidat Presiden lain yang dalam pengetahuan publik merupakan representasi status quo.

Ringkasnya, Anies-Cak Imin merupakan kombinasi dua aspek elektoral yang tepat dan diperlukan untuk dapat memenangi kontestasi Pilpres 2024, yakni aspek gagasan besar perubahan (dalam arti perbaikan dan pembaruan) dan potensi modalitas suara pemilih.

 

Spekulasi Politik

Hanya saja, perlu segera dikemukakan, bahwa analisis diatas hanya mungkin berlaku di atas bangunan asumsi bahwa konstelasi dinamis panggung koalisi dan pra-kandidasi yang tengah berlangsung ini berada pada track akal sehat dan ruang natur kompetisi dalam tradisi demokrasi yang beradab dan berkeadaban. Artinya dinamika yang tengah berlangsung saat ini adalah fenomena normal sebuah kontestasi elektoral. Keluar masuk partai di tubuh koalisi merupakan implikasi dari hitung-hitungan pragmatis untuk memperoleh keuntungan elektoral.

Sebaliknya, analisis ini rontok dengan sendirinya jika panggung koalisi dan dinamika pra-kandidasi ini ternyata berlangsung di arena pseudo-demokrasi, di ruang gelap konspiratif yang direkayasa dan dikendalikan para mastermind berhati kelam sebagaimana dicemaskan banyak pihak akhir-akhir ini dan telah disinggu di depan tadi. Berikut ini plot twistnya.

Entah dari mana muasal sumbernya, nyaris berbarengan dengan munculnya kabar Anies bakal menggandeng Cak Imin sebagai bakal Cawapres tetiba saja beredar kabar via wahtsapp, media sosial bahkan beberapa portal berita resmi. Bahwa duet Anies-Cak Imin ini adalah produk rekayasa yang didesain masih dalam kerangka target politik menjegal Anies.

Tahapan skenarionya dimulai dengan bergabungnya PKB ke dalam KPP dengan kompensasi posisi bakal Cawapres diberikan kepada Cak Imin. Target antara adalah membuat Demokrat-SBY (syukur-syukur juga PKS) marah dan keluar dari KPP. Supaya tidak terlihat sebagai rekayasa, maka deklarasi pasangan bakal Capres-Cawapres Anies-Cak Imin digelar meriah. Dan hari-hari kemudian persiapan pendaftaran pasangan calon ini ke KPU dilakukan, dengan atau tanpa PKS.

Tetapi sebelum masuk ke tahapan pendaftaran, Cak Imin akan dicecar oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan sistem proteksi tenaga kerja Indonesia di Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada tahun 2012. Cak Imin lelah, lantas “menyerah” dan keluar dari KPP, kemudian bergabung dengan PDIP demi menyelamatkan dirinya dari ancama bui Tipikor.

Dengan keluarnya PKB, maka KPP hanya menyisakan Nasdem dan/atau PKS karena Demokrat sudah keluar, dan terpaksa sudah merapat ke Prabowo-KIM. KPP dengan demikian tidak bisa dipertahankan karena kumulasi suara Nasdem dan PKS tidak mencapai angka ambang batas pencalonan Presiden-Wakil Presiden. Dengan alasan supaya tetap bisa ikut mengajukan/mengusung pasangan Capres-Cawapres sesuai ketentuan perundangan, Nasdem akhirnya balik kanan gabung ke PDIP, dan PKS terpaksa merapat ke Prabowo-KIM. Anies selesai !

Benarkah skenario politik jahat itu yang sedang dihadapi publik saat ini ? Tentu saja saya tidak ingin memercayai plot twist terurai diatas. Saya masih percaya bahwa dinamika pra-kandidasi yang tengah berlangsung adalah normal, alamiah dan berada dalam track tradisi demokrasi elektoral yang wajar. Bahwa ada ikhtiar men-downgrade figur tertentu di mata publik, ada upaya menghambat, menghalangi bahkan menjegal tokoh tertentu, jika itu benar adanya, saya berharap semuanya masih dan akan tetap berlangsung dalam koridor perundang-undangan, prinsip-prinsip demokrasi dan menjunjung tinggi etika politik.   

Jadi, semoga saja, spekulasi perihal adanya skenario yang dirancang pata mastermind di panggung belakang elektoral sebagaimana terurai diatas sama sekali tidak benar !

Penulis Dosen FISIP Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT)

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

8 jam lalu

Terpopuler