x

Wilayah Abbasiyyah semasa pemerintahan Khalifah Harun al-Rashid. Wikipedia

Iklan

Miftakhu Alfi Sa'idin

Seorang introvert yang bertekad menjadi penulis intelektual.
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Selasa, 26 September 2023 05:53 WIB

Dinasti Abbasiyah, Kerajaan Islam Besar yang Dibangun di Atas Aliran Darah

Dinasti Abbasiyah dikenal sebagai zaman keemasan Islam. Sebab kekuasaan dinasti ini menjaid terbesar sepanjang sejarah kekuasaan Islam, mulai dari era klasik, pertengahan, hingga kontemporer. Durasinya mencapai hampiabad. Tapi, kekuasaan itu ditgeakkan di atas aliran darah banyak umat. Mengapa bisa demikian?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dinasti Abbasiyah merupakan sebuah kerajaan Islam yang besar di massanya. Pada masa kekuasaan Dinasti Abbasiyah, umat Islam mencapai puncak keemasan, baik dari sektor sosial maupun ilmu pengetahuan. Dalam beberapa riwayat, banyak sejarawan yang mengatakan bahwa Dinasti Abbasiyah menguasai wilayah mulai dari bagian Timur Persia (sekarang Iran) hingga ujung Barat Maghrib (Maroko) serta Andalusia (kini Spanyol).

Banyak sejarawan yang mengatakan Dinasti Abbasiyah merupakan puncak keemasan dari peradaban Islam, mulai era klasik hingga kontemporer. Tak ada kekuasaan lain di samping Dinasti Abbasiyah yang sanggup menandingi kedigdayaannya, selain kerajaan Nabi Sulaiman tentunya, hehe.

Farag Fouda, Pengungkap Sejarah Kelam Umat Islam

Namun, ada beberapa poin yang jarang dibahas oleh sejarawan mengenai sejarah kelam pada saat pendirian Dinasti Abbasiyah. Dendam, air mata, kucuran darah, menjadi tonggak berdirinya Dinasti Abbasiyah. Seorang pemikir dan aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) asal Mesir pernah mengungkap sisi kelam dalam sejarah Islam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam bukunya al-Haqiqah al-Ghaibah atau yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Kebenaran yang Hilang, Farag Fouda mengungka sejarah kelam yang ada dalam umat Islam, mulai abad klasik hingga pertengahan. Di antara sejarah kelam umat Islam tersebut, terjadi pada masa pendirian Dinasti Abbasiyah yang terkenal adidaya.

Abu Abbas as-Shaffah, Sang Penjagal Manusia Pendiri Dinasti Abbasiyah

Dinasti Abbasiyah diririkan oleh Abdullah bin Muhammad. Dalam sejarahnya, ia berhasil menumbangkan kekuasaan Dinasti Umayyah. Abu Abbbas (nama kuniyah dari Abdullah bin Muhammad) berhasil membunuh khalifah Marwan bin Muhammad (atau Marwan II), penguasa terakhir Dinasti Umayyah. Bahkan, ketika khalifah Marwan II ini berhasil melarikan diri ke wilayah Mesir, Abu Abbas tetap memburu hingga berhasil membunuhnya di tepi sungai Nil.

Menurut riwayat Ibnu Atsir dalam buku karangan Farag Fouda, diungkapkan bahwa Abu Abbas juga memburu makam pemimpin Umayyah yang masih tersisa. Namun, dari makam yang masih tersisa, Abu Abbas hanya menemukan tulang belulang saja kecuali jenazah Hisyam bin Abdul Malik yang masih utuh tetapi hidungnya soplak. Abu Abbas mengumpulkannya untuk kemudian didera, disalib, dibakar, sampai jadi abu dan hilang ditelan angin.

Keturunan Dinasti Umayyah yang masih hidup semuanya dihabisi oleh Abu Abbas. Ia hanya menyisakan anak-anak yang masih menyusu pada ibunya. Ada juga sebagian keturunan Dinasti Umayyah yang berhasil lolos dari tikaman Abu Abbas, di antaranya Abdurrahman ad-Dakhil yang nantinya mendirikan Dinasti Umayyah II di Cordoba, Andalusia. Karena kekejamannya, Abu Abbas mendapat julukan As-Shaffah yang artinya Sang Penjagal atau Si Haus Darah.

Abu Ja’far al-Mansur, Sang Khalifah Yang Bengis

Abu Ja’far al-Mansur merupakan adik kandung dari khalifah Abu Abbas as-Shaffah. Pada masa pemerintahannya, ia mampu meletakkan pondasi yang kokoh bagi Dinasti Abbasiyah. Walaupun Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abu Abbas as-Shaffah, tetapi peletak dasar pemerintahan dilakukan oleh Abu Ja’far al-Mansur, di antaranya pengangkatan wazir (semacam perdana menteri), pembagian wilayah administrasi, pengangkatan gubernur, dan otonomi daerah.

Namun, di balik jasanya meletakkan dasar pemerintahan, Abu Ja’far al-Mansur merupakan seorang pemimpin yang kejam dan juga bengis. Ia tak segan-segan untuk menjerumuskan pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengan dirinya ke dalam sel penjara. Tak memandang mereka itu seorang perwira, ulama, maupun cendekiawan.

Selain Abu Abbas as-Shaffah dan Abu Ja’far al-Mansur, Dinasti Abbasiyah dapat berdiri berkat jasa seorang perwira militer bernama Abu Muslim al-Khurasani. Ia adalah seorang perwira militer yang berhasil menggulingkan Dinasti Umayyah bersama pasukannya. Ia juga tokoh yang paling setia kepada Dinasti Abbasiyah. Namun, nasib malang menimpa dirinya.

Khalifah al-Mansur menyadari bahwa kekuatan militer ada di tangan Abu Muslim al-Khurasani. Kekuatan tersebut bisa saja sewaktu-waktu digunakan untuk menggulingkan kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang baru berdiri. Abu Ja’far al-Mansur melakukan intrik politik agar Abu Muslim al-Khurasani membunuh Abdullah bin Ali, paman al-Mansur yang menuntut jabatan khalifah.

Abu Muslim al-Khurasani berhasil melakukan tugasnya dengan baik. Namun, ia justru kemudian dihukum mati oleh khalifah al-Mansur. Selain alasan kekuatan militer, al-Mansur memberikan hukuman mati sebab Abu Muslim al-Khurasani menolak jabatan gubernur. Khalifah al-Mansur tidak peduli ketika Abu Muslim bermohon, “Tidakkah lebih baik engkau biarkan aku hidup untuk menyingkirkan musuh-musuhmu?” Tetapi al-Mansur menampik, “Siapakah musuh yang lebih mematikan selain dirimu?”

Abu Ja’far al-Mansur juga pernah berlaku kejam kepada kaum ulama, di antaranya Imam Abu Hanifah dan Imam Malik bin Anas. Imam Abu Hanifah disiksa oleh al-Mansur hanya karena Imam Abu Hanifah tidak mau memimpin peradilan pada masa itu. Khalifah al-Mansur bahkan menyiksa Imam Abu Hanifah dengan mengurungnya di penjara, mencambuk, bahkan meracuninya hingga wafat.

Hal yang sama juga terjadi pada Imam Malik. Beliau disiksa dengan cara didera dengan cambuk dalam kondisi telanjang bulat. Hal ini terjadi sebab Imam Malik membacakan sebuah hadits yang tidak disukai oleh al-Mansur. Bisa dibayangkan, betapa terhinanya Imam Malik ketika disiksa dalam kondisi yang demikian.

Yang paling miris adalah penyiksaan al-Mansur terhadap Ibnu al-Muqaffa dan Muhammad Alawi (keturunan khalifah Ali bin Abi Thalib). Muhammad Alawi dihukum dan disiksa hingga tewas hanya karena al-Mansur kalah debat dengannya. Siksaan yang menimpa Ibnu al-Muqaffa sangatlah sadis. Kaki dan tangannya dicincang kemudian dipanggang dalam bara api yang lantas dijejalkan dalam mulut Ibnu al-Muqaffa.

Nasib Naas Farag Fouda

Pemikiran Farag Fouda tidak mendapat perhatian dari umat Islam. Buku-buku karangannya dilarang disebarluaskan oleh pemerintah Mesir. Farag Fouda menolak konsep khilafah yang menyebabkannya ditentang oleh kaum fundamentalis Mesir kala itu. Farag Fouda pun dicap sebagai orang kafir dan murtad sehingga halal darahnya. Ia menemui ajalnya dengan ditembak oleh anggota kelompok Jama’ah Islamiyah.

Ibrah yang Dapat Diambil

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui, bahwa dibalik kegemilangan Dinasti Abbasiyah, terdapat sejarah kelam dalam masa pendiriannya. Walaupun di sisi lain, kita juga tidak dapat menafikan, jika di zaman kekuasaan Dinasti Abbasiyah lah Islam menemui zaman keemasannya. Banyak ilmuwan dan ulama yang hidup pada zaman ini, sebut saja Muhammad bin Musa al-Khawarizmi (matematikawan muslim), Imam Abu Hanifah (ulama fikih), al-Kindi (bapak filsafat Islam), dan lain sebagainya.

Dalam mempelajari sejarah, hendaknya tidak hanya melihat dari sisi yang “baik” saja. Namun, sejarah yang memuat masa-masa kelam juga harus tetap dipelajari dan disampaikan. Dengan membaca sejarah melalui banyak sudut pandang, kita mampu menjadikannya sebagai pelajaran, agar-konflik-konflik yang terjadi pada masa lalu tidak terulang kembali di masa kini hingga nanti.

Ikuti tulisan menarik Miftakhu Alfi Sa'idin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 jam lalu

Terpopuler