x

Iklan

Fabian Satya Rabani

Pelajar, model, dan atlet tinggal di Bandung, Jawa Barat. IG: @satya_rabani
Bergabung Sejak: 22 November 2023

Senin, 4 Desember 2023 18:52 WIB

Beranikah Uji Nyali di Goa Jepang Bandung?

Ketika penulis memasuki goa lewat pintu paling kiri dan mulai menyusuri lorong-lorong goa, terasa merinding dan ketakutan menghampiri. Lorong yang gelap dan udara yang dingin seolah membawa imajinasi pada dunia lain. Saat berjalan dan melihat secara samar-samar bunker-bunker dan kamar-kamar gelap yang ada di dalam goa itu, seolah-olah dikerumuni makhluk-makhluk gaib yang mengerikan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bandung memang kota yang memesona. Selain udaranya yang sejuk, kota ini memiliki beragam objek wisata baik wisata alam, kuliner, maupun objek wisata yang bernilai sejarah. Ada banyak tempat wisata bersejarah di kota Bandung. Salah satunya adalah Goa Jepang. Di Indonesia, tempat bersejarah yang berupa Goa Jepang ada di beberapa tempat seperti Bandung, Bali, Manado, Bukit Tinggi, dan Yogyakarta.

Goa Jepang yang berada di Bandung berada di Kawasan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Dago Pakar.  Kawasan Taman Hutan Raya Taman Hutan Ir. H Djuanda memang memberikan keindahan alamnya yang luar biasa. Selain udaranya yang sudah pasti sangat segar, tenang, bebas polusi, pohon-pohon besar yang hijau dan ada yang disertai bunga-bungan beraneka warna pasti memanjakan pandangan mata kita. Tak heran, jika tempat ini selalu ramai dikunjungi banyak wisatawan. Bukan hanya panorama alam yang bisa dinikmati, ada beberapa situs wisata menarik di dalam kawasan ini.

Taman Hutan Raya I. H. Djuanda adalah kawasan pelestarian alam. Taman ini memiliki tujuan untuk koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami dan atau buatan , jenis asli dan atau bukan asli. Koleksi ini bisa dimanfaatkan demi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,  pendidikan, menunjang budi daya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Pada 23 Agustus 1965 tempat ini diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat saat itu, Brigjen (Purn) Mashudi sebagai tempat wisata. Ketika itu, diberi nama Taman Wisata. Kemudian, pada 14 Januari 1985, Presiden Soeharto mengubah nama Taman Wisata menjadi Taman Hutan Ir. H. Djuanda dan dibuka sebagai lokasi wisata umum untuk masyarakat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jika kita sudah sampai ke pintu gerbang wisata Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, kita dihadapkan pada beberapa pilihan tempat yang bisa dikunjungi. Di Kawasan ini ada Goa Belanda, Curug Koleang, Penangkaran Rusa, Curug Kidang, Batu Batik, Curug Lalay, Curug Omas Maribaya, dan Goa Jepang. Untuk menikmati keindahan panorama hutan dan tempat-tempat bersejarah yang ada di Kawasan ini, kita membayar tiket masuk seharga RP20.000,00 dan uang parkir kendaraan. 

Goa Jepang berada sekitar 500 meter dari pintu masuk. Untuk menuju tempat ini, kita harus jalan kaki. Kita bisa memilih dua jalan, dari pintu masuk lurus kemudian nanti pada belokan pertama kiri jalan sekitar 250 meter dari pintu masuk, kita belok mengikuti jalan yang menuju arah Goa, jaraknya sekitar 250 meter. Jalan dengan jalur ini sudah dibeton sehingga enak dan nyaman untuk dilewati. Atau bisa lewat sebelah ke kiri pintu masuk mengambil jalan arah Gedung Ir. H. Djuanda. Sekitar 200 meter ada jalan menurun yang menuju Goa Jepang. Kita bisa melewati jalan berundak  dari batu alam itu sejauh 250 meter untuk sampai ke goa.  Melewati jalan ini harus berhati-hati, apalagi pada musim hujan. Jika kaki sedang sakit atau ada masalah kesehatan lain sebaiknya tidak melewati jalur ini.

Setelah sampai di tempat tujuan, kita akan melihat 4 pintu goa  yang saling terhubung satu sama lain karena di dalam terdapat lorong menuju keempat pintu itu. Pintu paling besar adalah pintu ketiga dari kanan yang menjadi tempat keluar masuk kendaraan. Dalam goa ini ada empat kamar yang digunakan oleh para panglima perang Jepang untuk beristirahat dan mengatur strategi. Terdapat 18 bunker yang jaraknya saling berdekatan, sekitar 30 meter. Masing-masing bunker memiliki fungsi berbeda seperti tempat eksekusi mati, ruang pengintai, ruang pertemuan, dapur, dan gudang.  Ada empat lorong yang terhubung dengan pintu dengan bentuk berkelok-kelok. Lorong ini memiliki ventilasi sebagai pertukaran udara.

Goa Jepang dibangun tentara Jepang untuk kepentingan pertahanan setelah tentara Belanda menyerah.  Tanggal 10 Maret 1942 secara resmi angkatan Perang Hindia Belanda dengan pemerintahan sipilnya menyerah tanpa syarat kepada pasukan tentara Kerajaan Jepang. Penyerahan ini dilakukan dengan upacara sederhana di Balai Kota Bandung. Setelah upacara, Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral Tjarda Strakenborgh ditawan di Mansyuria sampai perang dunia II selesai. Maka, Bandung mulai dikuasai oleh Jepang. Pada masa ini, Jepang dalam menjalankan strategi perangnya, salah satunya dengan membuat goa di lereng perbukitan. Goa yang dibuat Jepang ini tempatnya  tidak jauh dengan Goa Belanda, sekitar 900 meter.

Berbeda dengan Goa Belanda, Goa Jepang  tidak dilapisi semen pada seluruh temboknya. Goa ini juga tidak memiliki listrik atau alat penerangan lainnya. Hal ini  disebabkan setelah Jepang kalah, pembangunan  tidak lagi dilanjutkan dan ditinggalkan begitu saja. Setelah itu tidak ada orang yang datang ke tempat ini dan tidak ada berita mengenai keberadaannya. Goa Jepang ditemukan kembali pada tahun 1965 lengkap dengan seluruh isinya. Hingga saat ini bangunannya masih asli belum direnovasi. Paling hanya jalan yang menjadi akses ke tempat ini yang sudah diperlebar dan dibeton.  Luas keseluruhannya sekitar 550 m, dari pintu masuk goa ke dalam paling ujung kurang lebih 65 meter. Waktu yang diperlukan untuk menyusuri di dalam Goa Jepang ini sambil mendengarkan penjelasan pemandu wisata  skitar 30 menit.

Dalam gua minim cahaya sehingga pengunjung harus membawa alat penerang. Di lokasi itu ada pemandu yang menyediakan lampu senter. Kita cukup membayar lima ribu rupiah untuk menyewa satu lampu senter itu. Jika pengunjung ingin jasa pemandu, cukup membayar Rp30.000,00. Oleh pemandu kita akan mendapat penjelasan mengenai sejarah Goa Jepang dan penjelasan lain terkait fungsi ruang-ruang yang berada dalam goa itu.

Uji Nyali

Pada saat menjajah,  Jepang menggunakan goa sebagai bunker atau benteng pertahanan para tentaranya.  Pembangunan goa itu menggunakan sistem kerja paksa, hampir seluruh Goa Jepang di Indonesia menyisakan kisah kelam dan berbau mistis. Ditambah lagi sebuah fakta bahwa goa-goa ini seringkali digunakan sebagai tempat untuk menyiksa secara sadis para tahanan hingga meregang nyawa. Bahkan, jenazah mereka dibiarkan begitu saja di dalamnya. Peninggalan Jepang ini bisa dikatakan sebagai saksi bisu kebrutalan penjajah terhadap masyarakat pribumi melalui sistem kerja paksa yang disebut romusha atau nala karta. Di goa ini juga sering terjadi kontak senjata antara Belanda dan Jepang.

Ketika penulis memasuki goa lewat pintu paling kiri dan mulai menyusuri lorong-lorong goa, terasa merinding dan ketakutan menghampiri. Lorong yang gelap dan udara yang dingin seolah membawa imajinasi pada dunia lain. Saat berjalan dan melihat secara samar-samar bunker-bunker yang ada di dalam goa itu, seolah-olah dikerumuni makhluk-makhluk gaib yang mengerikan. Suara injakan telapak kaki dan hembusan nafas saja mengeluarkan gema.  Terbayang orang-orang yang disiksa dan berteriak-teriak meraung di tempat itu.  Tergambar juga bagaimana kejamnya tentara Jepang membunuh orang-orang pribumi yang menjadi tahanan, atau yang berusaha melawan dan tidak mau melakukan perintah para serdadu di tempat itu. Bayangan-bayangan itu seolah menjadi nyata ketika lampu penerang dimatikan.  

Gua Jepang memang memiliki cerita-cerita misteri. Misalnya, orang tidak boleh mengucapkan kata "lada" pada saat berada di dalam gua. Jika melanggar, ia akan mendapatkan peristiwa yang menakutkan seperti melihat sosok hantu yang mengerikan, terjatuh,  tiba-tiba tidak bisa berjalan, mendengar suara-suara misterius, tangisan, dan bisa kerasukan makhluk halus. Jika mengucapkan kata “lada” di goa itu, wiasatawan dianggap berperilaku tidak sopan dan melanggar hukum sakral. Kata lada diceritakan  berkaitan dengan nama tokoh masyarakat yang begitu dihormati di daerah tersebut, yaitu Eyang Lada Wisesa. Selain dihormati oleh orang-orang di situ, segala makhluk halus pun tunduk padanya. Mengucapkan kata lada berarti memanggil  Eyang Lada Wisesa secara tidak sopan, sehingga makhuk-makhluk halus yang tinggal di situ tidak terima.

Kisah mistis yang lain adalah bahwa masyarakat juga sering mendengar suara tangisan histeris  perempuan-perempuan.  Diduga tangisan itu berasal dari perempuan yang pada zaman Jepang itu menjadi jugun ianfu. Banyaknya cerita mistis di tempat ini menjadikan Goa Jepang Bandung dijadikan tempat pembuatan cerita-cerita misteri dan film horror yang menarik.

Namun demikian, ketika penulis melihat dinding-dinding goa yang eksotis timbul rasa kagum. Ini adalah karya yang luar biasa. Dilihat dari lokasi goa yang cukup jauh dari jalan besar dan berada di lereng bukit yang akses menuju lokasi yang sulit saat itu, sepertinya tidak mungkin alat-alat berat bisa sampai di situ. Peralatan yang digunakan saat membuat gua itu pasti alat-alat sederhana, seperti cangkul dan linggis. Namun, dari peralatan yang sederhana itu mampu membuat bangunan dengan cara melobangi  tebing batu sehingga menjadi goa dengan arsitektur yang menakjubkan. Terbayang bagaimana kerja keras dan kesungguhan orang-orang yang bekerja membuatnya. Karena nilai sejarah dan keindahannya, menjadikan Goa Jepang ini layak kita kunjungi. Kejadian-kejadian misterius yang berkembang selama ini masih dalam bentuk cerita dari mulut ke mulut dan belum pasti kebenarannya. Jadi, kita tidak perlu takut. Yang pasti Goa Jepang Bandung adalah tempat yang aman untuk wisata. Jika pembaca ingin tahu artistiknya Goa Jepang ini dan ingin menguji nyali, datanglah ke sana!

Ikuti tulisan menarik Fabian Satya Rabani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler