Riviuw film Gadis Kretek
Berkisah tentang seorang gadis peracik kretek/rokok linting terbaik pada masa itu. Film ini diadaptasi dari sebuah nover karya Ratih Kumala pada tahun 2012.
Mengawali kisah pada tahun 2000an, Lebas (Arya Saloka) ditugaskan ayahnya yang sedang sakit keras untuk menemukan wanita bernama Jeng Yah. Ia melaklukan penelusuran hingga ke Museum Kretek di Jawa. Di sana Lebas bertemu dengan Arum (Putri Marino).
Film Gadis Kretek dalam format serial ini terdiri dari lima episode. Dengan plot maju-mundur antarqa investigasi Lebas dan Arum pada tahun 2000an, dengan kisah Dasiyah dan Soeraja di era 1960an. Narasi ini dipertemukan melalui buku harian dan surat-surat dari masa lalu yang ditemukan oleh Lebas dan Arumi.
Dengan estimasi durasi episode 40-70 menit, serial ini memiliki pacing yang sudah tepat. Tidak ada episode filler, padat narasi, editing antar adegan flashback-nya juga sudah rapi.
Dasiyah sebagai karakter titular juga memiliki penokohan dan kisah yang sangat berkesan. Ia adalah perempuan berbeda dari perempuan pada umumnya di era tersebut. Dasiyah memiliki minat dan bakat dalam proses pembuatan Kretek karena dari kecil sudah tertarik dengan bisnis kretek ayahnya. Ia ingin menjadi peracik saus kretek terbaik. Namun pada masanya, profesi tersebut dilarang keras untuk perempuan.
Kisah asmara Dasiyah Seoreja bukan tipikal drama FTV biasa yang hanya mengumbar kemesraan. Ada pesona melihat Soeraja mencintai Dasiyah dengan kepribadian dan mimpinya yang berbeda dari perempuan pada masa tersebut. Plot persaingan bisnis kretek antara Idroes (Rukman Rosadi), ayah Dasiyah, dengan Soedjagad (Verdi Solaiman) juga menjadi kisah penuh intrik yang tak kalah menarik.
Kalau sudah berlatar di era 1960an, cukup banyak drama Indonesia akan berujung pada peristiwa G30S PKI. Meski pada serial ini dipresentasikan secara implisit, penonton Indonesia pasti langsung paham peristiwa bersejarah tersebut yang sedang terjadi.
Kita akan melihat Dasiyah yang statusnya dari keluarga terhormat, tampil dalam batulan kebaya hitam sederhana, namun sangat cantik dengan aksen-aksen emas yang menjadi ciri khasnya sepanjang episode. Ibunya, Roemaisa (Ine Febriyanti) juga selalu memiliki penampilan on point sebagai istri pengusaha kretek sukses dengan perhiasannya.
Kemudian menghadirkan properti dan aset untuk pabrik kretek, semuanya terlihat detail dan otentik. Kita belum pernah melihat serial Indonesia dikerjakan dengan level desain produksi sebagus ini sebelumnya. Sedikit kekurangan, namun tidak cukup mencolok untuk mengganggu adalah pilihan soundtrack-nya. Banyak yang berhasil mendukung adegan, namun masih ada beberapa yang terlalu modern, sedikit merusakan suasana pada adegan tertentu khususnya pada adegan era 1960an.
Dian Satrowardoyo pastinya menjadi primadona dalam Gadis Kretek. Dasiyah memiliki segalanya untuk menjadi karakter perempuan yang menarik dalam latar ceritanya. Ini bukan pertama kalinya Dian Sastro memerankan sosok wanita yang berusaha menentang adat. Sebelumnya ia juga sukses memerankan R. A. Kartini dalam biopik “Kartini” (2017). Jadi, memang terbukti kualitas aktris ini dalam karakter-karakter perempuan Indonesia yang ikonik.
Dian Sastro juga berhasil bekerja sama dengan Ario Bayu untuk melahirkan chemistry antara Dasiyah dan Soeraja. Secara keseluruhan aktor-aktor yang terlibat dalam “Gadis Kretek” menampilkan akting yang berkualitas.
Gadis Kretek patut dinobatkan sebagai serial terbaik Indonesia 2023. Ini juga telah menciptakan standar baru dalam produksi serial Indonesia, bahwa kita bisa membuat serial yang terlihat mahal dan pastinya setara dengan kualitas ceritanya.
Romansa dan latar sejarah negara memiliki potensi besar, tidak kalah dengan produksi-produksi period drama dari barat. “Gadis Kretek” telah menjadi buktinya. Kini tinggal menanti produser-produser lokal yang benar-benar niat mendukung perkembangan hiburan dengan tema ini.
Sekian dan terima kasih.
Gadis Kretek karya Ratih Kumala
Ikuti tulisan menarik Paradilah Awaludin lainnya di sini.