x

Ilustrasi Cover Depan Novel Laut Bercerita

Iklan

Emmanuel Keith

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 5 Desember 2023

Kamis, 18 Januari 2024 11:51 WIB

Laut Bercerita, Mengenang Sejarah Kelam Indonesia

Bercerita tentang suasana Indonesia selama Orde Baru, di mana hilangnya demokrasi dan kebebasan berpendapatlah yang menjadi awal mula perjuangan Laut dan kawan-kawannya dalam mencari keadilan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Laut Bercerita

Penulis: Leila Salikha Chudori

Bahasa: Indonesia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Genre: Fiksi Sejarah

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia

Tahun Terbit: Oktober 2017

Jumlah Halaman: 379 halaman

Ukuran Buku: 13,5 cm x 20 cm

ISBN: 978-602-424-694-5

Harga: Rp 100.000,00

 

 

“Kepada mereka yang dihilangkan dan hidup selamanya.”

Sebuah kutipan yang langsung menyentuh hati saya ketika membuka halaman awal buku ini. Meski hanya sebuah kalimat, namun mengandung banyak emosi yang bercampur aduk. “Matilah engkau mati, Kau akan lahir berkali-kali.” Kalimat pembuka tersebut seolah menjadi arah tujuan atas sebuah pertanyaan; “Siapa yang terlahir kembali setelah kematian?” Dan pertanyaan ini nantinya akan terjawab setelah membaca keseluruhan isi buku, walaupun jawabannya terungkap secara tersirat.

Novel Laut Bercerita merupakan sebuah karya penulis novel Indonesia Bernama Leila Salihha Chudori. Beliaubukan hanya seorang penulis novel, tetapi juga reporter untuk majalah Tempo. Novel berlatar era 90 hingga 20-an ini keluar pada tahun 2017. Novel ini menggambarkan peristiwa yang terjadi di Indonesia, di bawah pemerintahan diktator—khususnya di bawah Presiden Soeharto, masa reformasi tahun 1998 yang dianggap sangat kejam bagi para pencarikeadilan. Leila mengatakan bahwa meskipun novel ini bersifat fiksi, beliau menulisnya berdasarkan fakta sesungguhnya dan beliau menulis novel ini dalam kurun waktu 5 tahun.

Penerbit Penguin Random House SEA menerjemahkan buku ini dengan judul "The Sea Speaks His Name" sebagai buah dari kesuksesan Laut Bercerita. Buku ini juga memenangkan penghargaan SEA Write pada tahun 2020. Selain itu, Laut Bercerita dijadikan sebuah film pendek berdurasi kurang lebih 30 menit berjudul “Laut Bercerita” yag disutradarai oleh Pritagita Arianegara dan dibintangi oleh Reza Rahadian sebagai Biru Laut dan Dian Sastrowardoyo sebagai Anjani.

Buku ini bercerita tentang suasana Indonesia selama Orde Baru, di mana hilangnya demokrasi dan kebebasan berpendapat. Dalam permasalahan ini, mahasiswa khawatir tentang pemerintah yang hendak menghalangi rencana mereka untuk melakukan protes. Ada sesuatu yang tidak beres di pemerintahan, yang memaksa orang untuk diam dan hal tersebutlah yang mendorong mahasiswa untuk bergerak. Pengawasan, kewaspadaan, dan pengkhianatan menjadi teman yang mengiringi perjalanan aktivitas yang dilakukan Laut dan kawan-kawan.

Alur cerita di dalam buku ini sangatlah unik karena terbagi menjadi dua sudut pandang yang berbeda pada masing-masing bab, yaitu Laut dan Asmara yang merupakan kakak beradik. Laut sering mengadakan diskusi buku di organisasi Winatra sepanjang cerita. Banyak mahasiswa yang berpartisipasi dalam diskusi tersebut memiliki pendapat yang serupa yaitu menentang kekuasaan pemerintah yang dianggap menyimpang yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Selain itu, banyak ide yang dihasilkan dari diskusi ini dan dikumpulkan menjadi satu untuk nantinya dibagikan kepada media. Seiring berjalannya waktu, gagasan-gagasan tersebut menjadi arah dalam pergerakan mahasiswa. Tetapi tanpa sepengetahuan siapapun, ternyata ada salah satu anggota yang memberi tahu intelijen pemerintah tentang keputusan dan rencana yang dibuat oleh Laut dan teman-temannya. Setelah melakukan aksi Blangguan, Laut dan rekan-rekannya ditangkap. Mereka diculik dan dibawa ke sebuah lokasi tersembunyi di mana mereka ditindas. Mereka mengalami berbagai penyiksaan fisik seperti pemukulan, sengatan listrik, berbaring di atas es, dan disiram air panas. Mereka disiksa sepanjang malam dan terus ditanyai mengenai siapa yang bertanggung jawab atas tindakan aktivis mereka. Karena kejadian inilah pemerintah mulai mengawasi organisasi Winatra karena dianggap berbahaya. Pada akhirnya, 9 aktivis dipulangkan dan 13 lainnya masih menghilang, termasuk Laut.

 

Bagian kedua menceritakan kisah dari sudut pandang karakter Asmara. Meskipun semua anggota keluarga memiliki kesibukan masing-masing, Laut dan keluarganya tetap mewajibkan makan malam bersama setiap hari Minggu. Namun, karena Laut sangat sibuk di dunia pergerakan mahasiswa, tradisi keluarga ini berlangsung tanpa kehadiran Laut. Siapa yang mengira sosok Laut dalam keluarga itu akan menghilang untuk selamanya. Dengan harapan bahwa anak pertamanya akan kembali suatu hari nanti, Ayah dari Laut selalu menyiapkan porsi makanan untuk setiap acara makan keluarga. Keluarga Asmara dan aktivis lainnya tidak tinggal diam atas kematian anggota keluarga tercinta mereka. Mereka mengadakan demonstrasi untuk meminta kejelasan tentang hilangnya anggota keluarga mereka. Pihak keluarga tidak mengetahui apakah para orang tercinta mereka telah ditangkap,hilang, atau bahkan dibunuh karena tindakan mereka. Asmara dan teman-temannyamendirikan organisasi yang membantu keluarga para korban atas tindakan penghilangan paksa oleh pemerintah.

Kematian Laut di akhir cerita menunjukkan bahwa tokoh utama cerita pun mampu menerima akhir cerita yang mengenaskan. Langkah pertama menuju keadilan ternyata bukanlah melalui penderitaan yang dialami. Sebaliknya, penderitaan tersebut menjadi titik awal atas kematiannya. Tidak tahu apakah orang yang dicintainya akan kembali atau tidak tentunya membuat keluarga dari para korban diselimuti rasa duka yang sangat mendalam. Tidak ada yang tahu bagaimana nasib kehidupan para aktivis berakhir, tetapi satu hal yang pasti adalah bahwa hal tersebut bukanlah akhir dari kisah mereka.

 

Selain alurnya yang menarik, buku ini juga memberi kita banyak informasi tentang masa lalu Indonesia yang kelam, walaupun sudah berdiri sebagai negara merdeka. Penggunaan bahasa baku yang lebih sering serta penokohan karakter yang baik dan mudah dipahami menambah nilai lebih buku ini. Sebagai pembaca, saya memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang situasi dan kondisi kala itu berkat dua perspektif yang ditawarkan dalam masing-masing bab. Setiap kata yang ditulis di setiap halaman memiliki kemampuan untuk menimbulkan emosi yang berbeda pada hati para pembaca. Walaupun ceritanya berakhir dengan tragis, ada banyak pelajaran moral yang dapat diambil di dalamnya.

Walaupun memiliki banyak kelebihan, di dalam suatu karya pasti terdapat juga kekurangan. Untuk pembaca yang tidak mahir berbahasa Jawa kemungkinan akan mangalami kesulitan dalan memahami beberapa dialog dalam novel karena terdapat beberapa dialog yang menggunakan bahasa Jawa tanpa disertai pengertiannya. Ada juga kesalahan dalam penggunaan kata baku seperti "praktek", yang seharusnya "praktik", dan penggunaan alur campuranyang mungkin membingungkan beberapa pembaca untuk memposisikan diri dalam cerita.

 

Tidak mungkin untuk melupakan peristiwa yang telah terjadi begitu saja, sebaliknya, hal tersebut perlu diatasi. Begitu pula dengan sejarah gelap yang pernah dilalui negara kita. Jika sejarah tragis ini dilupakan begitu saja, hal terssebut akan menjadi suatu ketidak adilan bagi keluarga korban dan semua pihak lainnya yang terlibat. Kita diajak untuk mempelajari sejarah kelam masa lalu Indonesia, tidak menutup mata dan telinga kita, serta memaknai hal tersebut dan menjadikannya sebagai sebuah pembelajaran. Setidaknya itulah yang saya dapatkan setelah membaca novel Laut Bercerita ini. "Matilah engkau mati, Kau akan lahir berkali-kali", menurut saya memiliki makna bahwa meskipun para korban belum diketahui keberadannya hingga saat ini, tetapi jiwa mereka akan tetap dikenang untuk selama-lamanya.

(Emmanuel Keith H.)

Ikuti tulisan menarik Emmanuel Keith lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 jam lalu

Terpopuler