Surkumur Mudukur

Sabtu, 23 Maret 2024 17:13 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kisah-kisah pahit dari dalam penjara

Judul: Surkumur Mudukur dan Plekenyun

Penulis: Arswendo Atmowiloto

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 1995

Penerbit: Pustaka Utama Grafiti

Tebal: vii + 185

ISBN: 979-444-327-1

 

 

Judul lengkap buku ini adalah “Surkumur Mudukur dan Plekenyun – Hikmah Kebijaksanaan dalam Rumah Tahanan/Lembaga Kemasyarakatan.” Buku ini juga disebut sebagai “Menghitung Hari jilid II.” Disebut demikian karena memang isinya adalah tentang pengalaman Arswendo Atmowiloto saat dalam penjara.

Pada tahun 1995 Arswendo tersandung kasus Tabloid Monitor. Artikel yang berjudul “Ini Dia: 50 Tokoh Yang Dikagumi Pembaca Kita” yang terbit pada edisi Nomor 225/IV, 15 Oktober 1990, tersebut dituduh menista agama. Akibatnya Arswendo divonis bersalah dan harus menjalani hukuman selama 5 tahun.

Nah buku ini adalah tentang kisah-kisah saat ia sebagai narapidana. Buku ini melengkapi buku sejenis yang lebih dulu ditulisnya yang berjudul “Menghitung Hari.” Buku “Menghitung Hari” sendiri mendapatkan sambutan yang luar biasa dari pembaca.

Arswendo memilih judul yang aneh untuk buku ini. Ia memakai istilah Surkumur dan Mudukur untuk mengganti nama-nama para narapidana atau mereka yang terlibat masalah hukum. Sedangkan untuk mereka yang bukan menjadi pesakitan, Arswendo memilih istilah Plekenyun. Istilah Plekenyun dipakai juga untuk mereka yang mendapat mandat menjadi penegak hukum.

Dalam buku ini Arswendo menjelaskan bahwa saat menjalani hukuman ia bertugas menjadi penterjemah. Ia membantu penegak hukum yang melakukan pemeriksaan dan menerima aduan. Maklum, tidak semua yang berperkara adalah mereka yang bisa berbahasa Indonesia. Kadang-kadang ada bule yang berperkara ke kantor polisi. Di situlah Arswendo membantu Bapak Polisi yang bertugas untuk menjadi narahubung bahasa. Arswendo sikaligus juga menjadi tukang catat.

Buku ini memuat 100 kisah yang lucu dan haru yang terbagi dalam 5 bagian. Bagian 1 mengisahkan bagaimana Arswendo menjalani hidupnya sebagai pesakitan, mulai dari penyerahan diri untuk “diamankan” sampai dengan bagaimana ia harus dikawal, bahkan saat akan beol ke toilet penjara.

Bagian 2 mengisahkan tentang mereka-mereka yang terjerat hukum dengan segala tingkah polahnya saat dalam pemeriksaan. Ada beberapa kisah-kisah konyol proses pemeriksaan WTS dan pengutil yang berjenis kelamin perempuan. Ada juga kisah tentang orang kecil yang harus menjadi pesakitan karena berperkara dengan orang besar.

Bagian 3 memuat cerita tentang bagaimana para narapidana menjalani kehidupan di penjara. Para narapidana yang berperilaku aneh karena stres dan kisah tentang bagaimana para narapidana mengupayakan kebebasan, walaupun hanya bebas karena keluar dari pintu sel. Meski penuh haru, tapi Arswendo mengisahkannya dengan lucu.

Bagian 4 menceritakan bagaimana Arswendo “membina” para penghuni penjara dengan kegiatan-kegiatan kreatif, seperti membuat sandal tato dan mendirikan perpustakaan. Bagian ini berisi upaya Arswendo mengajak para narapidana yang mempunyai jiwa seni untuk membuat produk, yaitu sandal tato. Awalnya kegiatan ini hanyalah untuk mengisi waktu. Proses awalnya pun mengalami kesulitan. Sebab para narapidana tentu tidak boleh membawa senjata tajam. Padahal untuk membuat sandal tato diperlukan silet yang termasuk kategori senjata tajam. Namun setelah kegiatan ini sukses, malah para pejabat memesan kerajinan ini untuk keluarganya, kenalannya dan “pelanggannya.” Bagian 4 ini juga berkisah bagaimana serunya mendirikan perpustakaan di dalam penjara. Salah satunya adalah tentang betapa sulitnya mengendalikan perilaku para narapidana yang menyobek iklan bergambar perempuan seksi. Upaya untuk mendirikan perpustakaan di dalam penjara ini bahkan telah membuat salah satu istri Menteri dating untuk meresmikan.

Sedangkan bagian 5 memuat kisah tentang mereka yang menjelang bebas. Ada kisah-kisah haru saat para narapidana sudah mulai bersosialisasi dengan masyarakat umum. Meski sosialisasinya masih sangat terbatas, namun kekikukan dan kebingungan yang bercampur aduk para narapidana yang hampir bebas ini sungguh mengharukan.

Ada satu lagi yang menarik dari buku ini, yaitu tentang kata pengantar. Jika lazimnya kata pengantar sebuah buku adalah berisi tentang alas an mengapa buku tersebut ditulis, isinya apa dan ucapan terima kasih kepada mereka-mereka yang berkontribusi, Kata Pengantar buku ini justru berisi ksaih bagaimana para pencopet ingin membalas dendam kepada Plekenyun yang mengerjai mereka. Kisahnya lucu dan saru. Apakah kata pengantar yang berisi kisah lucu dan saru ini adalah upaya Arswendo supaya ia tidak dikenai pasal penghinaan lagi? 825

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua