x

Gili Ketapang adalah salah satu spot terbaik yang dimiliki oleh Jawa Timur.

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Senin, 8 April 2024 08:44 WIB

Kajian Ramadhan #21: Lailatul Qodar dan Resonansi Sosialnya

Capaian atas Lailatul Qodar akan mendorong perubahan karakter seorang muslim ke arah yang lebih baik dan memancarkannya sebagai aura ketenangan dan kedamaian baik dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu keistimewaan Ramadhan adalah Lailatul Qodar (Malam Kemuliaan). Momen satu malam di sepuluh hari terakhir Ramadhan yang mengandung banyak hikmah dan keberkahan. Sebagaimana sabda Rosulullah, “Carilah Lailatul Qadar itu di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Imam Bukhari).

Hanya satu malam, yang menurut para Ulama ada di malam-malam tanggal ganjil. Dan momen superlangka ini hanya hadir di bulan Ramadhan.

Didalam Al Quran, Lailatul Qodar secara eksplisit disebut dalam surat Al Qodr (5 ayat). “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan.  Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?  Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara di dalam surat Ad Dukhan ayat 3, Allah menyebutnya dengan Lailatin Mubarokatin (Malam yang Diberkahi). “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. Sungguh, Kamilah yang memberi peringatan.” Yang diturunkan itu maksudnya adalah Al Quran.
 

Makna Lailatul Qodar

Berdasarkan firman Allah itu, para Ulama kemudian merumuskan tiga hakikat makna Lailatul Qodar berikut ini.

Pertama “Malam Ketetapan.” Istilah ini mencakup sedikitnya dua maksud atau pengertian. Yakni ketetapan Allah tentang perjalanan hidup manusia dalam satu tahun kedepan, dan penetapan dimulainya langkah awal misi Nabi Muhammad SAW menyampaikan risalah Islam dan perjuangan menegakannya.

Kedua, “Malam Kemuliaan.”  Istilah ini juga merujuk pada dua cakupan maksud atau pengertian. Yakni berkenaan dengan diturunkannya Al Quran dari Lauhil Mahfudz ke Baitul Izzah (langit dunia) dan limpahan pahala yang bernilai lebih dari seribu bulan dari setiap amal baik yang dilakukan pada momen Lailatul Qodar ini.

Ketiga, “Malam yang Sempit.” Maksudnya bahwa bumi menjadi sangat sempit karena demikian banyaknya Malaikat yang turun membawa untuk mengantarkan keberkahan dan kedamaian serta menyapa dan menyalami orang-orang yang menghidupkan Lailatul Qodar dengan berbagai amalan ibadah seperti qiyamulail, tadarus Al Quran, berdoa dan berdzikir.

Sebagimana sabda Nabi SAW dalam salah satu hadits, “Jika tiba Lailatul Qadar, malaikat Jibril turun dengan serombongan malaikat lalu mendoakan dan mengucapkan salam kepada setiap hamba yang berdiri atau duduk berdzikir mengingat Allah. Mereka turun dari terbenamnya matahari hingga terbit fajar (HR. Imam Baihaqi).

 

Hikmah dan Resonansi Sosial

Lailatul Qodar sebagaimana makna tersebut diatas menyajikan banyak hikmah bagi siapa saja yang menghidupkannya dengan berbagai bentuk ibadah dan amalan-amalan muqorobah di malam itu.

Pertama, semua ibadah dan amalan baik di malam langka itu nilainya lebih baik dari ibadah dan amalan yang dilakukan selama seribu bulan. Sebagian Ulama bahkan menafsirkan “seribu bulan” ini secara kualitatif, jadi bukan terhitung secara kuantitatif “seribu”, melainkan beribu-beribu, unlimited.

Kedua, setiap orang yang menghidupkan Lailatul Qodar dengan berbagai bentuk ibadah dan amalan akan menerima limpahan keberkahan, karena Lailatul Qodar sendiri Allah nyatakan sebagai “malam yang diberkahi” (QS. Ad-Dukhan: 3)

Ketiga, orang yang menghidupkan Lailatul Qodar juga akan dikabulkan doa-doanya dan diampuni dosa-dosanya sebagaimana sabda Nabi SAW: “Barangsiapa menegakkan shalat pada malam Lailatul Qadr atas dorongan iman dan mengharap balasan (dari Allah), diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Imam Bukhari, Imam An Nasa’i, dan Imam Ahmad).

Keempat, orang yang menghidupkan Lailatul Qodar akan dimintakan ampunan atas dosa-dosanya sekaligus didoakan untuk segala kebaikan dunia dan akhirat oleh para Malaikat yang turun ke bumi di malam itu.

Kesemua hikmah itu tentu saja bisa diraih oleh siapapun sepanjang mau mengikhtiarkannya dengan sepenuh kesungguhan melalui totalitas penghambaan dan muroqobah kepada Allah, dan Allah kemudian ridho atas ikhtiarnya.

Lalu, adakah ciri atau tanda-tanda bahwa seseorang telah mendapatkan Lailatul Qodar yang agung itu? Para Ulama dan cendekiawan muslim sependapat dalam hal ini, bahwa seseorang yang telah memperoleh Lailatul Qodar sedikitnya ditandai oleh dua hal.

Pertama, adanya perubahan karakter dan perilaku secara signifikan dalam pribadinya yang kemudian memancar sebagai cahaya dan mengalir serupa gelombang secara sosial. Yakni perubahan dari kondisi yang buruk ke kondisi yang baik. Hal ini didasarkan pada nalar bahwa para Malaikat yang turun ke bumi itu (QS. Al Qodr: 3) membawa kebaikan dan keberkahan. Para Malaikat sendiri adalah makhluk Allah yang hanya mengenal kebaikan dan condong hanya pada kebaikan.

Jadi, seorang yang memperoleh Lailatul Qodar, jika sebelumnya berwatak pendusta dan culas dia akan menjadi sosok berintegritas. Jika sebelumnya terbiasa mengkhianati janji dan komitmen dia akan menjadi sosok yang amanah. Berbagai watak buruk seperti koruptif, kolutif dan nepotistik; provokator, pemarah, pembenci, pendendam dan sebagainya akan punah dari jatidiri seseorang yang telah memperoleh Lailatul Qodar.

Kedua, seseorang yang telah memperoleh Lailatul Qodar juga akan memancarkan dan  aura (vibes) kedamaian dan harmoni secara sosial. Vibes sosialnya kala berhadapan atau beinteraksi dengan siapapun dan dalam situasi apapun akan selalu menghadirkan kedamaian dan ketenangan. Sebagaimana ayat terakhir surat Al Qodr: “Salamun hiya hatta mathla’il fajr.” Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.

Dengan demikian para peraih Lailatul Qodar akan memiliki adab yang tinggi, akhlakul karimah dan etika yang mulia, serta memancar serupa cahaya dan mengalir sebagai gelombang yang menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam ruang-ruang kehidupan sosial. 

Wallahu’alam Bishowab.

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB