Lakon Matahari Papua: Saatnya Merdeka dari Naga untuk Produksi ke-230 Teater Koma

Selasa, 4 Juni 2024 08:18 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kontribusi Teater Koma sudah lama bagi seni pertunjukan di Indonesia. Lakon Matahari Papua: Saatnya Merdeka dari Naga sebentar lagi bakal dipentaskan.

             Siapa yang sudah pernah menyaksikan pertunjukan Teater Koma?

          Biasanya, nonton pertunjukan Teater Koma bisa jadi ruang untuk temukan kembali konsep panggung teater yang begitu menjaga kelestarian dan kekayaan budaya. Ada nalar, naluri, rasa, dan estetika yang disuguhkan dalam satu panggung. Teater Koma juga merawat budaya dengan hadirkan konsep pertunjukan yang tak hanya bertahan pada kearifan lokal, tetapi juga beradaptasi terhadap perpaduan multimedia digital. Lakon Matahari Papua: Saatnya Merdeka dari Naga akan menjadi bagian transformasi kreatif untuk menempatkan produksi ini sebagai pementasan ke-230.

          Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki (TIM) bakal jadi saksi dari tanggal 7-9 Juni 2024 untuk kiprah 47 tahun Teater Koma. Lakon Matahari Papua: Saatnya Merdeka dari Naga sebenarnya sudah ditulis oleh almarhum Norbertus Riantiarno atau kerap disapa om Nano dan N. Riantiarno semasa hidup. Sebagai tonggak pewaris seni, maka anaknya, Rangga Riantiarno dipercaya sebagai sutradara pertunjukan tahun ini.

          Pemilihan lakon pertunjukan sengaja dipilih untuk mempertemukan penonton pada kisah dari Indonesia bagian timur yang masih relevan sampai kini. Apa yang ingin disampaikan ialah mengenai kemerdekaan, baik secara universal maupun individual. Tentu sebagai bangsa dan negara, kita sudah merdeka. Tapi, apa kita sebagai umat manusia bisa merdeka? Naga menjadi perumpamaan dari banyak hal yang menjajah kita. Lakon ini akan menunjukan seperti apa tiap individu berjuang dari naga untuk merdeka.

          Tak hanya itu, Rangga juga menyampaikan bahwa naskah lakon Matahari Papua pertama kali ditulis tahun 2014 sebagai naskah pendek untuk pertunjukan bertajuk Cahaya dari Papua yang pernah pentas di Galeri Indonesia Kaya (GIK). Naskah ini kembali dikembangkan saat pandemi ketika semua wajib berkegiatan di rumah. Pada Sayembara Penulisan Naskah Dewan Kesenian Jakarta 2022, naskah dikirim secara anonim dan justru meraih Rawayan Award. Ini menjadi bukti nyata bahwa dedikasi dan semangat tak kenal lelah Om Nano dalam berkarya bisa menyinari seni pertunjukan di Indonesia. Warisannya bisa memperkaya wawasan untuk selalu dikenang dan dinikmati semua kalangan.

          Kiprah kreatif pendiri Teater Koma tersebut juga dapat tempat tersendiri bagi Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation. Menurutnya, Ia punya kedekatan dan kerinduan sebab merasa jadi bagian dari keluarga Teater Koma dan akan terus konsisten dukung kelompok-kelompok yang produktif seperti Teater Koma. “Semoga warisan naskah ini sebagai bentuk cinta beliau yang tulus terhadap seni pertunjukan. Inspirasinya bisa menyemangati generasi penerus dalam rayakan dan hargai kekayaan seni budaya di Indonesia,” ungkap Renitasari Adrian.

          Pertunjukan yang akan dihelat pertengahan tahun 2024 sebentar lagi patut ditonton setelah akhir tahun lalu, Teater Koma juga sukses mementaskan lakon Roro Jonggrang. Kabarnya, Teater Koma yang sudah punya dedikasi tinggi terhadap dunia seni pertunjukan di Indonesia sejak 1992 ini bakal menampilkan latar tempat seperti wilayah Kamoro, Papua. Dengan durasi pertunjukan 2 jam 15 menit tanpa interval istirahat, pertunjukan ini juga akan dilengkapi perlengkapan teknologi tinggi seperti multilayer screen multimedia. 22 lagu pun sudah dipersiapkan untuk mengiringi koreografi para pemain yang juga akan berperan dengan tokoh binatang seperti naga dan biawak.

          Gedung berkapasitas 800 penonton siap jadi tempat pertunjukan dari naskah terakhir yang ditulis N. Riantiarno ini. Pertunjukan kali ini merupakan momen kembali Teater Koma pentas di Graha Bhakti Budaya (GBB) setelah beberapa kali pindah tempat karena situasi pandemi dan renovasi gedung. Ratna Riantiarno sebagai produser menyatakan ada kesan tersendiri dari GBB yang jadi bagian sejarah dan saksi bagi ragam pertunjukan Teater Koma.

Meski tanpa kehadiran Mas Nano, ajaran dan wejangannya senantiasa hadir dalam tiap gerak produksi Teater Koma. Kami tidak akan pernah berhenti gerak, tak pernah ada titik, selalu koma,” kata istri almarhum Om Nano yang penulis temui di Galeri Indonesia Kaya (29/5)

Bagikan Artikel Ini
img-content
Achmad Humaidy

Seorang narablog yang menyalurkan hobi membaca dan menulisnya melalui INDONESIANA supaya bisa menjadi inspirasi bagi siapa saja. Kepoin blognya: https://www.blogger-eksis.my.id II IG @me_eksis II Twitter @me_idy

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua