Retret Kepala Daerah Hanya Menambah Beban Warga
Rabu, 26 Februari 2025 06:14 WIB
Retret akan menghasilkan pengelolaan daerah tidak mandiri dan membuka pecah kongsi antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah.
Oleh Pliplo Society
Saya tak melihat secara langsung retret kepala daerah yang digelar di Magelang Jawa Tengah, 21 – 28 Februari 2025. Saya hanya mengikuti perkembangan berita di media massa.
Tapi saya merasakan, seru. Membayangkan 505 kepala daerah wajahnya seger – seger. Karena merasakan udara Magelang yang masih relatif sejuk, ditambah kegiatan kepala daerah dengan gerak badan.
Hanya saja di balik membayangkan kesegaran wajah dengan gerak badan kepala daerah. Saya tiba – tiba membayangkan rakyat di daerah – daerah.
Daerah yang menurut saya, merupakan wadah utama bagi rakyat dalam mengakses hak-hak dasarnya sebagai warga negara. Sepertinya akan menerima harapan kosong dari kepala daerah yang mereka pilih.
Retret yang diharapkan untuk memperkuat sinergi antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Apa yang saya rasakan, akan menambah beban masyarakat daerah.
Sebagai masyarakat, saya merasakan betul, retret akan menghadapkan masyarakat pada state organizer, pengelolaan pemerintah daerah secara top down. Bukan districk organizer, penegelolaan buttom up, yaitu pengelolaan kemandirian kepala daerah dalam mengelola daerah.
Bagaimana pernah dirasakan oleh masyarakat ketika era Orde Baru. Pemerintahan yang sentralistik cenderung diwarnai pola – pola militeristik dan otoriter.
Praktik itu cukup terasa di zaman itu, daerah bukan lagi mandiri, tetapi menghadapi tekanan dari pemerintah pusat. Sehingga membuat kurangnya partisipasi masyarakat terhadap pengelolaan daerah.
Impact yang terjadi, pemerintah daerah akan kehilangan legitimasi dari rakyat. Selain itu akan semakin memberi peluang pada kelompok tertentu yang dapat mengarah pada oligarki. Dan juga akan memunculkan ketidak-puasan masyarakat.
Saya melihat, hal ini akan membuka peluang pecahnya kongsi antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah, yang dibangun dalam Pilkada 2024. Mereka akan berjalan sendiri – sendiri dalam menentukan arah kebijakan pemerintah daerah. Membuat pemerintah daerah menghadapi ancaman ketidakstabilan ekonomi maupun sosial.
Karena sudah menjadi rahasia umum, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, saat Pilkada 2024 kemarin. Dari pilkada yang digelar, 37 di tingkat provinsi dan 508 di tingkat kabupaten/kota. Bukan bangunan koalisi idelogis. Pasangan calon kepala daerah – wakil kepala daerah yang diusung partai politik, lebih pada koalisi pragmatisme; -yang sarat kepentingan politk.
Apalagi dalam pelaksanaan retret ini, hanya kepala daerah saja yang terlibat. Bisa jadi akan membuka peluang wakil kepala daerah, memunculkan keinginan, atau pastinya kepentingan politiknya. Membuka rasa tidak tahu menahu soal kebijakan yang diintruksikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Hal ini akan tampak, ketika daerah menghadapi persoalan pertambangan, misalnya. Dalam praktiknya yang kerap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang sangat serius. Yang melibatkan masyarakat sekitar pada kerusakan ekonomi – sosial. Peluang kepentingan akan terjadi. Karena banyaknya regulasi yang tumpang tindih dipaksakan berjalan.
Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan UU Cipta Kerja. Bisa jadi, menjadi celah pintu masuk para stakeholder memasukkan kepentingan politiknya.
Bukan hanya tercipta ketidakselarasan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Tetapi bisa juga menyeret peluang ketidakharmonisan kepala daerah dengan wakil kepala daerah.
Belum lagi pesoalan yang menyangkut masyarakat banyak lainnya. Seperti sengketa agraria, pencemaran lingkungan, dan penggusuran permukan dengan alasan untuk pembangunan. Pada momentum ini, menurut sayam merupakan peluang bagi wakil kepala daerah untuk meninggikan nafsu politiknya.
Meski secara teori wakil kepala daerah adalah bawahan kepala daerah, tetapi dalam pasal 163 UU Nomor 23 Tahun 2024 memiliki wewenang dan atribusi sama dalam menjalankan kepemimpinan daerah.
Apalagi saat pencalanonan dalam Pilkada 2024, wakil kepala daerah diusung kursi partai politik mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal ini akan memudahkan membangun komunikasi politik. Semakin melapangkan jalan manuver anggota dewan daerah dengan menggunakan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. ***

Penulis Indonesiana
1 Pengikut

Tantangan Bupati Warsubi Realisasikan “Jombang Maju dan Sejahtera untuk Semua”
Sabtu, 8 Maret 2025 11:27 WIB
Pelarangan Liputan Sertijab Bupati dan Wakil Bupati Jombang, Langgar Konstitusi
Kamis, 6 Maret 2025 10:44 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler