Kacamata Hatta
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBMemahami bangunan Indonesia dari sudut Bung Hatta.
Indonesia perlu beras? Ambil dari tanah-tanah pertanian yang subur di Jawa atau Bali, sembari kita jaga dan pastikan tidak ada alih fungsi lahan di pulau itu. Indonesia perlu ikan? Laut kita membentang dan kaya, asal tidak dirusak dan nelayan-nelayan Indonesia tidak terus-terusan dikejar target ekspor besar-besaran seperti beberapa dekade terakhir, kebutuhan ikan rakyat dari Sabang sampai Merauke bisa terpenuhi hasil sendiri. Menjadi bagian dunia sebagai pengekspor minyak? Mari kita perankan, kita punya sumbernya, asal bangsa Indonesia yang mengelola dengan ketegasan dan kewaspadaan agar tidak ada maksud lain kecuali untuk kebesaran bersama, kebesaran Indonesia.
"Mandiri, itu cita-cita besar Indonesia selepas merdeka," ungkapan Bung Hatta. Mungkin gambar mudahnya seperti baru saja. Mandiri berarti melepaskan bangsa dari semua ketergantungan asing, dan jauh sebelum proklamasi, Bung Hatta memikirkan koperasi. Meraih Indonesia mandiri dirumuskan oleh Bung Hatta dengan jalan koperasi.
Koperasi Bung Hatta menentang Teori Pasar Bebas Adam Smith, pun pemikiran sosialis, induk sistem komunis, Karl Marx. Adam Smith berteori mekanisme pasarlah yang paling unggul membentuk sistem adil karena kontrol dari komponen-komponen terlibat, yang dianggap berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Pasar Bebas ala Adam Smith ‘mengharamkan’ campur tangan wasit, atau sistem pengawasan, atau dalam sebuah negara berarti keterlibatan pemerintah, untuk membentuk pasar yang sehat.
Setelah An Inquiry Into The Nature and The Causes of The Wealth of Nations, dikenal Wealth of Nations, muasal Pasar Bebas, ditulis Adam Smith, 1776, teori ini patah oleh keserakahan manusia dalam perjalanannya. Terbukti bukan pasar sehat yang terbentuk, manusia justru melakukan segala cara memenangkan persaingan dalam pasar termasuk berbuat nista, kotor, dan curang. Teori Pasar Bebas menjadi hukum rimba dengan ketentuan siapa kuat dia raja, siapa besar modal atau kuat kapital menjadi pemenang, tanpa terelak, karena zonder pengawasan. Perbudakan, penjajahan, adalah wajah suram usaha memenangkan persaingan Pasar Bebas.
1848, Karl Marx menulis Das Kapital menentang teori Adam. Tidak bisa tidak, keadilan harus dibentuk dengan menghilangkan hak atau kesempatan komponen-komponen pasar berlaku melanggar, menurut teori Marx, sehingga bentuknya, pemerintah adalah penguasa segala. Hak-hak perorangan dihilangkan, tiap kepemilikan adalah pemerintah, tiap warga negara adalah pekerja-pekerja, adalah tenaga-tenaga demi tercapainya misi pemerintahan. Pemerintahan diktator bermunculan.
Koperasi Bung Hatta bukan antara Pasar Bebas dengan Sosialis-Komunis, tetapi adalah cara Indonesia, jiwa Indonesia, asli Indonesia. Jika boleh menyimpulkan, menurut saya, koperasi tidak bertumpu pada pencarian laba seperti hukum-hukum perdagangan murni yang mensyaratkan keuntungan.
Meskipun ada penjualan, tetapi pembeli adalah pemilik modal sendiri, sehingga meskipun perhitungan harga memasukkan komponen laba, pembayar laba tak lain para pemilik. Karena pemilik, pengelola, sekaligus pelanggan koperasi adalah kumpulan orang yang sama, maka bisa disimpulkan koperasi tidak berorientasi mengambil untung. Tidak mungkin memungut laba dari diri sendiri. Kata tepat mewakili koperasi adalah pemerataan, menurut saya.
Koperasi lebih tentang manusia daripada soal mengembangkan kebendaan, baik barang dagangan atau modal. Asas koperasi adalah satu untuk semua, semua untuk satu, sehingga orang-orang berkumpul memenuhi kebutuhannya dengan menjunjung semangat kumpulan manusia sebagai umat. Perlu kebersamaan, perlu kerja sama. Intinya, saling menolong untuk saling mencukupi kebutuhan.
Membangun koperasi adalah membangun karakter, membentuk jiwa Indonesia, yang mendulukan kebersamaan bangsa, mengutamakan kebesaran bangsa, mengutamakan keluhuran. Perlu kesadaran tinggi tiap manusia yang terlibat dalam koperasi untuk sadar sesadar-sadarnya menjadi bagian sistem besar. Bahwa tiap anggota adalah jamaah, bahwa masing-masing manusia bagian umat, harus mendarah daging menjadi semangat.
Jika yang tertanam kuat kedaulatan Bangsa Indonesia adalah utama dibanding kedaulatan pasar, maka untung-rugi adalah nomor sekian dibanding kesatuan dan kehormatan bangsa menjadi tuan di negeri sendiri. Jika yang keras dipelajari adalah membangun karakter manusia saling peduli demi kebesaran satu bangsa, maka atribut-atribut internasional perlu benar-benar diteliti manfaatnya bagi kebesaran nasional yang harus tetap diutamakan.
Pertanyaannya adalah, mana yang banyak dikenalkan di sekolah, bab-bab tentang hukum pasar, lengkap dengan persaingan bebas, atau teori koperasi? Mana yang lebih tertanam hasil pendidikan Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk rakyatnya, semangat menjaga kebersamaan khas Indonesia, ajaran koperasi, atau mekanisme pasar?
Bagaimana Bangsa Indonesia membela koperasi jika yang lebih dulu dikenalnya adalah soal kemungkinan masing-masing orang mendapat untung besar dari mengambil peran dalam pasar-pasar? Bagaimana mungkin kedaulatan rakyat, yang adiluhung didesain bapak-bapak pendiri bangsa, tercapai jika orang-perorangan diajari menomorsatukan asas pasar? Bagaimana mungkin koperasi-koperasi Indonesia besar dan jaya jika negara didikte dan dirong-rong agar membuka pintu selebar-lebarnya pada modal asing, atau dibuat tidak percaya pada kebangkitan besar bermodal kemampuan sendiri?
Seorang filsuf ekonomi, Joan Robinson, berpendapat bahwa sistem ekonomi suatu bangsa akarnya adalah nasionalisme. Termasuk Bung Hatta dengan teorinya. Jelas bahwa ide dasar koperasi berangkat dari keaslian jiwa Indonesia, ditambah kesadaran bahwa dengan sistem koperasilah Indonesia besar.
Jika hari ini, akhirnya, Indonesia meninggalkan koperasi, cenderung tunduk pada Pasar Bebas, sementara perekonomian bangsa tak kunjung besar malah terus terpuruk, pada siapa sebenarnya kita berkorban? Kita tuan atau sebuah negeri jajahan?
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Andai Saya Jurnalis, Kemarin
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBTentang Kebenaran (Bagian 2 The Help)
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler