x

Siswa SD Inpres 657 mengenakan sepatunya usai menyeberangi sungai saat berangkat sekolah di Desa Hulo, Bone, Sulsel, 16 Maret 2015. TEMPO/Fahmi Ali

Iklan

Dra. Rochmiani Netty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Penguatan Karakter Siswa Untuk Mencetak Generasi Integritas

Nilai yang tinggi tidak menjamin siswa untuk berhasil dalam hidupnya. Siswa yang mempunyai tekad, jiwa yang tangguh, dan karakter yang kuat untuk mampu bersaing dalam kehidupan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi generasi remaja harapan bangsa tentu adalah cita-cita mulia para remaja yang harus didukung pencapaiannya. Mereka 10 hingga 15 tahun ke depan adalah penerus pergerakan bangsa Indonesia menuju kemajuan. Dari merekalah akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa yang seharusnya penuh integritas dan martabat sehingga membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang unggul dan dihormati dunia.

Remaja, yang tak lain adalah para siswa sekolah, baik SMP maupun SMA adalah pra penerus tersebut. Kegagalan dalam mendidik mereka sama saja dengan kegagalan membangun bangsa.

Jika kurikulum pendidikan sudah mendekati sempurna, para pengajar memiliki ketrampilan mendidik siswa dengan baik tentu keberhasilan pendidikan tidak perlu diragukan lagi. Namun, yang sering dilupakan justru kesiapan para siswa untuk menerima bertanggungjawab sebagai generasi penerus bangsa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak ada yang memungkiri bahwa masa sekolah adalah masa yang penuh gejolak. Mereka menginginkan kebebasan dari ketergantungan ketika masa anak-anak, tetapi belum memiliki kemampuan cukup untuk mandiri layaknya dewasa.

Mereka mudah terpengaruh budaya dari lingkungan, baik budaya positif maupun negatif. Dampak lingkungan begitu besar dalam perkembangan mereka selanjutnya. Maka diperlukan kesiapan yang matang untuk bisa menghadapi kenyataan akan tanggung jawab mereka.

Pada dasarnya, keutamaan yang paling pokok untuk menjadikan para siswa sebagai generasi yang unggul adalah kemantapan sikap dan karakter mereka dalam menghadapi lingkungan. Hanya saja, seringkali pembahasan tentang masalah pokok ini tergantikan oleh masalah akademik lainnya yang menyertai.

Turunnya nilai ulangan, bahasan mata pelajaran yang belum selesai, atau pemberian tugas yang hanya megukur kemampuan pengetahuan saja terkadang mengaburkan pentingnya pendidikan untuk memantapkan sikap dan karakter siswa. Masalah utama menjadi rancu dengan tuntutan-tuntutan lain, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah memang sekolah hanya mencetak generasi nilai tapi bukan generasi integritas.

Apakah memang sekolah hanya mencetak generasi nilai tapi bukan generasi integritas?

Siswa dibebani dengan tanggungjawab nilai tuntas, tetapi tidak dibebani dengan tanggungjawab untuk jujur dan berintegritas dalam bertindak. Maka yang ada adalah bocornya soal UN, mencontek ketika ulangan, bahkan menyuap guru untuk mendapatkan nilai baik.

Menjadi sebuah ironi jika kondisi ini terkesan ditutupi karena alasan prestasi dan nama baik sekolah. Sekolah-sekolah layaknya perlu meredefinisi kembali arti sekolah berpretasi. Apakah disebut berprestasi karena tingginya nilai atau sekolah berprestasi adalah sekolah yang mampu mendidik siswa menjadi pribadi yang berintegritas, menjadi calon pemimpin bangsa yang kuat karakternya.

Peran penguatan karakter bukan hanya ranah pekerjaan guru bimbingan konseling, tetapi sudah menjadi tanggung jawab bersama. Nilai yang tinggi tidak menjamin siswa untuk berhasil dalam hidupnya, tetapi siswa yang mempunyai tekad, jiwa yang tangguh, dan karakter yang kuat akan lebih mampu bertahan dalam roda kehidupan, terlebih apabila mereka memiliki ketrampilan dan kecakapan hidup yang mendukung produktivitasnya.

Guru dan siswa juga perlu untuk memahami bahwa sekolah tidak hanya mengejar nilai bagus, predikat cumlaude, tetapi yang lebih penting adalah belajar kehidupan. Bagaimana bersosialisasi, bagaimana menahan diri dari pengaruh lingkungan, bagaiamana memiliki tekad kuat untuk belajar dengan tekun, bagaimana menghormati guru dengan memperhatikan materi pelajaran, dan juga bagaimana mengubah paradigma guru bahwa siswa hebat adalah siswa yang hanya memiliki nilai tinggi.

Dengan mengembangkan sikap-sikap positif pada diri siswa maupun guru, keberhasilan yang diukur dari besarnya nilai akan menjadi bonus tambahan yang menyenangkan, namun bukan itu tujuan utamanya. Tujuan utama adalah mempersiapkan siswa menjadi pribadi yang penuh tanggungjawab untuk menerima perannya sebagai generasi penerus bangsa. 

Ikuti tulisan menarik Dra. Rochmiani Netty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler