x

Aceh Singkil. google maps

Iklan

muthiah alhasany

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Siapa Bermain di Aceh?

Kerusuhan di Aceh Singkil terindikasi sebagai serangan terencana. Siapa yang sengaja mengocok bumi Rencong tersebut?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kerusuhan yang berujung pada pembakaran tempat ibadah di Aceh Singkil memiliki pola yang sama dengan apa yang terjadi di Tolikara. Kita bisa melihat bahwa kaum minoritas di suatu daerah dipandang sebagai titik celah untuk menimbulkan instabilitas. Di Tolikara yang menjadi minoritas adalah muslim, sedangkan di Aceh Singkil adalah kaum kristen.

Saya tidak mempermasalahkan SKB tiga mentri yang telah dibahas penulis lainnya. Semua itu akan baik-baik saja jika tidak ada pihak yang memang sengaja menyulut api untuk menebarkan keresahan dalam masrakat Indonesia yang pluralis, yang Bhineka Tunggal Ika. Siapa yang diuntungkan dalam peristiwa-peristiwa tersebut, itulah yang menjadi biang keladi kerusuhan tersebut.

Ini bukan konflik agama, ini juga bukan konflik antar suku. Agama, sebagaimana isu rasial adalah hal yang sangat sensitif di Indonesia. Ibarat ujung tali, jika dibakar seluruh tali itu bisa hancur. Hal ini sangat dipegang teguh oleh pihak-pihak yang tak pernah menyukai kedamaian di Indonesia. Menyulut konflik horisontal, akan menimbulkan ketidakstabilan politik dan ekonomi, yang dapat memengaruhi jalannya pemerintah. Jika Indonesia memiliki pemerintahan yang rapuh, maka negeri ini akan mudaj dikuasai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi siapa yang diuntungkan dengan kerusuhan semacam itu? Kita tengok lagi sejarah bagaimana Indonesia bisa dijajah oleh bangsa Barat? Belanda bisa mencengkeram bangsa Indonesia dengan menggunakan politik devide et impera atau kita mengenalnya sebagai politik adu domba. Maka kalau kita menilik peristiwa-peristiwa yang terjadi di Tolikara atau Aceh Singkil, polanya sama, yaitu mengadu domba umat Islam dengan umat kristen.

Di bumi Papua, yang penuh dengan kekayaan alam berupa emas (dan kabarnya ada uranium pula) telah lama dikeruk oleh PT Freeport yang merupakan perusahaan  PMA dari Negeri Paman Sam. Pada pemerintahan Jokowi, yang hendak mengetatkan aturan mengenai hak dan kewajiban perusahaan asing telah membuat perusahaan ini ketar ketir, takut kehilangan harta karunnya. Perlu diketahui bahwa AS menjadi negara penghasil emas nomor wahid dunia, padahal emasnya berasal dari Papua, Indonesia.

Kita lantas bisa menebak, bagaimana caranya agar AS bisa mempertahankan keberadaan PT Free Port di Indonesia. Cara yang paling jitu adalah dengan menciptakan instabilitas, menyulut insiden Tolikara seolah-olah itu adalah konflik agama dan konflik ekonomi. Ada beberapa warga negara asing yang terindikasi berada tak jauh dari lokasi kejadian. Dalam hal ini AS juga memanfaatkan OPM sebagai salah satu bonekanya.

Begitu pula dengan di Aceh, sejak dahulu sudah dikocok-kocok oleh GAM. Pimpinan GAM, Hasan Tiro (yang sekarang sudah almarhum) tidak pernah tinggal di Aceh kecuali akhir hidupnya. Dia hidup di Swedia (Eropa) berlaku dan bergaya hidup sebagai orang Barat. Boleh dikatakan dia adalah kaki tangan Barat untuk menguasai tanah Rencong.

Apa yang ada di Aceh yang pantas diperebutkan?  Selain terkenak dengan produk daun ganja, bumi Aceh juga mengandung minyak. Hal inilah yang membuat 'ngiler' negara-negara Barat yang dimotori oleh Swedia. maka untuk menguasai Aceh, perlu mengobarkan rasialisme atas nama agama, yang menjadi 'wajah' Aceh selama ini.

Negara-negara Barat tidak akan pernah melepaskan keinginannya untuk menguasai Indonesia. Hal ini sudah diperingatkan oleh Bung Karno jauh-jauh hari. Kekayaan alam yang terkandung di Indonesia takkan habis dikeruk, karena banyak daerah yang belum dieksploitasi. Masih banyak kemungkinan-kemungkinan ekonomi yang ada di bumi Nusantara ini.

Karena itu, sebaikanya kita melek dan waspada terhadap bahaya laten yang menyerang Indonesia melalui isu SARA. Jangan kita terjebak kembali seperti masa lalu. Ini zaman penjajahan ekonomi, bukan penjajahan fisik lagi. Kita tidak bisa membiarkan kepentingan asing mengacaukan kedamaian di negeri ini. NKRI adalah harga mati.

Ikuti tulisan menarik muthiah alhasany lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler