x

Presiden Barack Obama, bersalaman dengan Presiden Joko Widodo saat pertemuaannya di Gedung Putih, Washington, 27 Oktober 2015. Ini merupakan kunjungan pertama Presiden Jokowi ke Amerika setelah menjadi Presiden. AP/Susan Walsh

Iklan

Istiqomatul Hayati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Investasi Industri Tembakau dan Oleh-Oleh Lawatan Jokowi

Oleh-oleh lawatan Jokowi dari Amerika salah satunya menghasilkan kesepakatan investasi US$ 1,9 miliar. Tragedi kemanusiaan karena rokok menghantui kita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dear Pak Presiden,

Saya ingin mengutarakan kesedihan saya setelah membaca hasil kepulangan Bapak dari Amerika Serikat. Dari 18 kesepakatan bisnis dan nilai investasi yang Bapak hasilkan dari kunjungan ke negeri Obama itu, ada satu yang menyesakkan dada, yakni raksasa industri rokok dunia, Phillip Morris berkomitmen ekspansi hingga 2020 dengan rencana investasi mencapai US$ 1,9 miliar. Besar ya, Pak nilainya…Kalau dirupiahkan, mencapai Rp 25,8 triliun.

http://setkab.go.id/inilah-kesepakatan-bisnis-indonesia-as-senilai-20-miliar-dollar-as/

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Atau ini penjelasan mudahnya,

http://bisnis.tempo.co/read/news/2015/10/27/090713591/presiden-saksi-kesepakatan-bisnis-15-705-miliar-dolar-as

Investasi Phillip Morris ini, Pak Presiden, menambah pukulan berikutnya, ketika pembantu Anda, Menteri Perindustrian Saleh Husin pada 10 Agustus 2015, meneken Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63 Tahun 2015 tentang Peta Jalan Produksi Hasil Industri Tembakau tahun 2015-2020. Peraturan ini membatalkan Peraturan Nomor 117 tahun 2009 tentang Peta Jalan Pengembangan Klaster Industri Hasil Tembakau.

Bapak Presiden tentu tahu, aturan Peta Jalan Industri Hasil Tembakau ini bertujuan meningkatkan  hasil produksi industri tembakau untuk lima tahun ke depan (Pada Peta Jalan 2009, tahun 2015-2020 memprioritaskan kesehatan ketimbang tenaga kerja dan produksi). Bahkan, Pak Saleh, pembantu Bapak, yakin, dengan peraturan baru itu, pertumbuhan industri rokok pada kisaran 5-7,4 persen per tahun.

Sehingga, jika pada 2014, produksi rokok itu mencapai 362 miliar batang (naik 102 miliar batang dari batasan produksi sesuai Peta Jalan Industri Hasil Tembakau tahun 2009), maka pada 2015 ini produksi rokok diprediksikan mencapai 399 miliar batang. Dan, Bapak pasti tahu, prediksi rokok lima tahun ke depan bakal mencapai 524 miliar batang.

Bisa Bapak bayangkan, target kenaikan produksi ini akan mendorong anak-anak sekolah untuk merokok. Kita tidak akan lagi heran saat melihat anak-anak SMA, SMP, bahkan mungkin SD, mendatangi warung untuk membeli rokok yang bisa dibeli dengan seceng, alias seribu perak. Mungkin nanti, kita akan terbiasa, anak-anak sekolah melupakan sarapan nasi atau roti dan memilih membelanjakan uang saku mereka untuk membeli rokok.

Di tengah gundah gulana kami, para penggiat pengendalian tembakau akan ancaman gagalnya generasi masa depan karena kecanduan rokok akibat peraturan menteri baru ini, oleh-oleh investasi Bapak dari Amerika makin memukul perjuangan kami. Tak terperikan, berapa anggaran pemerintah yang jebol karena harus mengobati si miskin yang menderita karena rokok.

Maafkah saya, Pak, harus bertanya tidak sopan. Sudahkah Bapak pikirkan dampak dari investasi jumbo industri rokok ini, Pak Presiden? Kita akan melihat lingkungan yang tidak sehat, bukan hanya asap kebakaran hutan, tapi juga asap rokok. Artinya, jika asap karena kebakaran hutan hanya terjadi saat musim kemarau, dengan asap rokok, tak perlu menunggu pergantian musim. Sepanjang tahun adalah musim rokok.

Yang mengerikan, mungkin lima tahun ke depan, kita akan melihat para perokok pemula makin muda. Kalau dulu kita dikejutkan ada balita umur 2 tahun asal Sumatera Selatan kecanduan merokok, bukan tak mungkin dalam lima tahun ke depan, kita akan menyaksikan kabar ada bayi merengek mengisap rokok ketimbang menyesap ASI. Tak terperikan, tragedi kemanusian karena rokok menghantui Indonesia, jika hal itu benar-benar terjadi. 

Ya, mungkin saya agak lebay ya, Pak. Tapi, saya tak bisa membayangkan, kawasan bebas asap rokok makin sedikit karena pemerintah terus dikejar target meningkatkan produksi rokok dan tembakau. Apalagi, Phillip Morris sudah banyak keluar uang banyak untuk berinvestasi di Indonesia.

Terus terang, Pak, saya ngeri dalam lima tahun ke depan, semua ruang bahkan rumah sebagai ruang privat keluarga, akan dikepung beragam iklan rokok. Ya, iklan rokok yang dikemas penuh inspiratif, semangat anak muda, sebenarnya hanya kedok untuk menutupi bencana kecanduan anak-anak kita dari rokok.

Bapak Presiden, Indonesia berada di posisi ke-6 produsen tembakau di dunia. Kita di belakang Cina, Brasil, India, Amerika Serikat, Argentina. Tentu peringkat ini bukan suatu hal yang membanggakan, Pak, untuk kelangsungan hidup warga negara. Dengan investasi Phillip Morris ini, apa kita mau mengejar peringkat menjadi produsen tembakau terbesar di dunia, Pak? Semoga saja tidak. Saya masih benar-benar berharap, kita berhasil mengendalikan pertumbuhan tembakau dan industri hasil tembakau kita. 

Ikuti tulisan menarik Istiqomatul Hayati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler