x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pejabat Jenis Apakah Anda?

Banyak orang berlomba jadi pejabat publik, dan kemudian tersingkaplah karakternya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Hampir semua orang sanggup menanggungkan kesengsaraan, tapi jika bermaksud menguji karakternya, berilah ia kekuasaan.”
--Abraham Lincoln

 

Tak setiap orang akan mampu memegang jabatan publik—apapun jenjangnya. Bukan berarti orang tersebut tidak cerdas secara kognitif, melainkan karena untuk menjadi pejabat publik diperlukan sejumlah kompetensi lain. Juga dibutuhkan jenis kecerdasan lain, semisal kecerdasan emosional yang matang sebab ia berhadapan dengan banyak sekali manusia dengan beragam karakter. Bisa jadi, ia sukses di tempat lain, tapi ia tidak tepat untuk memegang jabatan publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya rasa benar apa yang dikatakan oleh Abraham Lincoln. Suatu ketika, salah seorang bapak bangsa Amerika itu berkata: “Jika ingin tahu karakter seseorang, berilah ia kekuasaan.” Tapi alangkah mahalnya ongkos yang harus dibayar sebuah bangsa bila kekuasaan yang besar diserahkan kepada orang yang salah.

Kekuasan di tangan yang salah akan menjerumuskan orang itu, juga orang-orang yang seharusnya ia pimpin. Sebenarnyalah fenomena ini tengah kita saksikan sekarang. Korupsi bukan memperkaya orang itu, melainkan menjadikannya miskin, sebab korupsi menggeregoti kepemimpinannya. Dan, seperti kata Lincoln, korupsi menyingkapkan watak asli manusia.

Praktik demokrasi yang begitu bebas dan tengah mencari bentuk ini telah melahirkan pejabat publik dengan beragam karakter.

Pertama, orang yang terkejut ketika mendadak jadi pejabat publik. Ia mengalami demam panggung begitu dilantik sebagai orang nomor satu di instansi tertentu atau di wilayah tertentu. Ada yang nerveous, bingung, tak tahu harus memulai kerja dari mana. Semula ia orang penting di partai pada jenjang tertentu tiba-tiba harus jadi bupati, walikota, ketua DPRD, atau gubernur. Banyak yang menjadi pejabat publik tapi minim pengetahuan dan pengalaman dan gagap ketika harus mengelola organisasi besar.

Kedua, orang yang menjadi galak begitu memperoleh wewenang yang melekat pada jabatan publiknya yang baru. Semula ia lebih banyak diam, namun taringnya mulai sering kelihatan. Sayangnya, bukan dalam konteks positif, sebab ia lebih bersikap bak ambtenaar di zaman kolonial. Menjadi pejabat publik dianggap kebanggaan. Ia mengandalkan betul wewenang yang melekat pada jabatannya untuk membangun kewibawaan dengan cara menakut-nakuti orang lain.

Ketiga, orang yang tidak kuat menggenggam kekuasaan. Sebagai pejabat publik, ia ragu-ragu, gamang, atau mencari jalan aman dalam menyelesaikan tantangan. Otoritas yang diberikan kepadanya menjadi tumpul. Masyarakat nyaris lelah menanti keluarnya keputusan penting dari orang-orang seperti ini. Situasi yang mengambang merupakan peluang yang dimanfaatkan betul oleh orang-orang yang mengambil keuntungan pribadi. Orang-orang ini bergantung betul kepada orang-orang di sekelilingnya.

Keempat, orang yang menyadari betul betapa besar kekuasaan yang berada di tangannya, sehingga ia memanfaatkan lebih dari seharusnya: memperdagangkan pengaruh, menjadi makelar bisnis, hingga membiayai pesta pribadi. Orang-orang yang menjadi pesakitan di pengadilan semula menikmati betul kekuasaan yang ada di tangannya. Tapi tak semua orang jenis ini mengalami nasib apes menjadi pesakitan. Banyak yang masih memegang jabatan tanpa tersentuh, tanpa terguncang kursinya.

Kelima, orang yang mengerti betul bahwa kekuasaan yang diserahkan kepadanya sangat berbahaya bila disalahgunakan, namun amat bermanfaat bila digunakan untuk kebaikan orang banyak. Jalan yang ia lalui mungkin tidak selalu mulus, tapi ia tak gentar sebab ia percaya bahwa ia memilih sisi-sisi baik dari kekuasaan. Ia berani mengambil risiko untuk mewujudkan keyakinannya. Ia tahu apa yang harus ia kerjakan untuk masyarakatnya.

Kelima tipe karakter pejabat publik itu ada di sekeliling kita, saat ini. Mereka berkuasa karena kita memilihnya. ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler