x

Presiden Joko Widodo (kanan) memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Bogor, Jawa Barat, 8 Desember 2015. ANTARA/Setpres-Rusman

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Orkestra Kabinet Kerja Jokowi-JK

Sebagai Presiden, Jokowi ibarat dirijen Orkestra. Dia sama seperti Adhie MS, bos Twilight Orkestra.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menteri jangan punya agenda sendiri. Begitu kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Saya sepakat dengan pendapat Mendagri. Sebagai Presiden, Jokowi ibarat dirijen Orkestra. Dia sama seperti Adhie MS, bos Twilight Orkestra. Di tangan Adhie, sebuah penampilan apik Twilight Orkestra dipertaruhkan. Setiap, pemain musik di Twilght Orkestra mesti mengikuti setiap ayunan dan ketukan tongkat konduktor Adhie. Satu pemain tak patuhi ketukan, nada yang dimainkan secara keseluruhan bakal berantakan. Dan, telinga pendengar pun dipastikan terganggu. Penonton dan pendengar akan kecewa. Satu kali kecewa, mungkin tak apa-apa. Tapi, bila setiap tampil, selalu saja ada nada sumbang, hampir dipastikan orkestra bakal ditinggalkan. 
 
Begitu pula dengan Jokowi. Dia adalah dirijen dari orkestra kabinet kerja. Dia pula, yang paling berkuasa mengatur ritme, nada dan irama musik pemerintahan yang dimainkan kabinetnya.  Di tangan Jokowi, tongkat konduktor politik dimainkan. Dan, para menteri mesti seksama menyimak, awas, juga patuh pada setiap ayunan tongkat yang dimainkan. 
 
Misal, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, yang memegang bas. Dia mesti tahu, kapan membetot, dan kapan memetik tali senar bas. Pun, Menteri BUMN, Rini Soemarno, yang misalnya dipercaya memainkan terompet. Ayunan dan ketukan tongkat yang dipegang Presiden adalah panduan utamanya. Jangan kemudian Ibu Rini sebagai menteri yang mengurusi perusahaan plat merah, memainkan nada yang bukan lagu Nawa Cita. Penonton bisa marah, terutama yang ada di barisan depan. 
 
Dan, terbukti, sudah ada penonton yang marah. Penampilan Bu Rini dipersoalkan. Ibu mantan petinggi perusahaan Astra ini dianggap mengecewakan. Dia dinilai tak bisa memainkan lagu Nawa Cita. Bunyi terompetnya sumbang, merusak nada. Alhasil, muncul Pansus Pelindo II, bentuk kekecewaan terhadap Bu Rini. Pak Presiden pun didesak mengganti Bu Rini. 
 
Bu Megawati, salah satu penonton orkestra kabinet kerja kelas VVIP juga sama kecewanya. Setelah menyaksikan tour orkestra kabinet kerja selama satu tahu lebih, Ibu Megawati merasa ada salah satu pemain musik di orkestra kabinet kerja yang merusak aksi panggung. Di Rakernas PDIP, di Jakarta, Ibu Megawati tanpa tedeng aling-aling menumpahkan kekecewaannya. Kembali Bu Rini yang disebutnya merusak lagu Nawa Cita yang dimainkan orkestra kabinet kerja. Meski tak secara langsung menyebut nama Bu Rini, tapi tumpahan kekecewaan atas kebijakan Kementerian BUMN yang dinakhodai Bu Rini, adalah isyarat bahwa ibu banteng moncong putih itu kecewa dengan penampilan tak asyik Bu Rini di kabinet. 
 
Jadi, sebuah orkestra itu bisa enak didengar, juga apik dilihat, bila memang semua yang 'bermain' padu dan tak ada yang menyempal nada. Intinya, agar penampilan orkestra mengesankan mata dan memanjakan telinga, jangan sampai saat sang dirijen mengetukan nada A, namun pemain terompet memilih nada B. Atau konduktor minta irama cepat, tapi peniup seruling mengeluarkan bunyi alon-alon asal kelakon. Bila seperti itu, dipastikan nada yang dimainkan tak enak mampir di telinga. Sementara ada ratusan juta orang yang menonton dan menikmati suguhan orkestra kabinet kerja.  Ratusan juta yang menanti penuh harap, orkestra kabinet kerja bisa tampil maksimal. Enak didengar, enak di rasa. Sehingga meninggalkan kesan. 
 
Semua pemain orkestra harus ingat. Ratusan juta penonton di auditorium republik, telah membeli tiket mahal di loket demokrasi pada 2014. Jangan kecewakan. Ratusan juta berharap, dengan tiket yang mahal, mereka dapat menikmati suguhan orkestra yang beda dari sebelumnya. 
 
Jadi jangan kecewakan mereka. Apalagi, pemegang tiket, sudah memberi kesempatan satu tahun lebih bagi orkestra kabinet kerja untuk berlatih. Itu waktu yang cukup. Sehingga tak ada alasan, di tahun kedua, orkestra kerja tetap hanya menghasilkan bunyi gaduh yang tak enak di dengar. 
 
Sungguh penampilan orkestra kerja Jokowi-Jusuf Kalla di tahun pertama penampilannya kurang memuaskan. Bahkan, banyak sesi ketika mereka tampil mengecewakan. Beberapa pemain orkestra tampil buruk. Hingga kemudian, banyak penonton mulai mendumel hingga berteriak, kecewa dengan penampilan orkestra kerja Jokowi-Jusuf Kalla. 
 
Saya kira pula, ini saat tang tepat  bagi Jokowi sebagai konduktor orkestra untuk melakukan evaluasi. Silahkan nilai dan review semua pemain orkestra. Konduktor harus jeli, Siapa pemain orkestra yang tak becus memainkan nada kala lagu politik dimainkan. 
 

 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 jam lalu

Terpopuler