x

Seniman teater, Butet Kertaradjasa berpose saat ditemui di JCC Jakarta, 29 Januari 2016. TEMPO/M Iqbal Ichsan

Iklan

Mukhotib MD

Pekerja sosial, jurnalis, fasilitator pendidikan kritis
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Belajar dari Kasus Video Butet Kertaradjasa Tentang Freeport

Munculnya video yang memuat pernyataan Butet Kartaredjasa mengenai Freeport memicu respons beragam, dan sebagian besarnya mengutuk. Maukah kita belajar?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tudingan, selorohan dan pertanyaan terhadap Butet Kertaradjasa, si Raja Monolog itu, segera menyebar ke mana-mana dan di mana-mana. Bagaikan api dalam sekam tersiram bensin, kabar dan protes terus bermunculan.

Protes netizen tentu tak ada kelirunya. Apalagi saat ini keberadaan Freeport memang sedang menjadi sorotan, tak hanya soal kerusakan lingkungan yang katanya amat parah. Tetapi pada saat yang sama, Freeport juga sedang dibarengi dengan kasus yang melibatkan anggota DPR RI dalam kasus kesepakatan jahat yang saat ini masih terus bergulir.

Protes pedas terhadap Butet, sebenarnya lebih tepat disebut dengan sikap reaksioner, menjadi sangat bisa dipahami. Sebab, banyak orang menempatkan Butet dalam jajaran orang-orang yang dianggap memiliki andil dalam perkembangan kebudayaan, dan juga memiliki kepedulian terhadap persoalan-persoalan kaum miskin. Munculnya video itu, seakan menghempaskan seluruh anggapan yang amat tinggi terhadap Butet, ketika ia memuji Freeport dalam video berdurasi sekitar 5 menit itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita pun jadi memahami, ketika Butet sebagai seorang budayawan kawakan dan dewasa, tak menjadi berang serta terpancing secara emosional terhadap berbagai tudingan terhadapnya, yang sangat keras [dibayar Freeport, dimasukkan dalam daftar hitam budayawan Indonesia] sampai yang hanya mempertanyakan karena tak memecayai begitu saja, karena yakin kualitas Butet dalam gerakan sosial.

Dalam pengakuannya, Butet mengatakan sama sekali tidak dibayar Freeport, artinya video itu bukanlah iklan. Butet sudah menceritakan kronologis peristiwanya, dan ia hanya mengomentari satu situasi yang ia saksikan dalam salah satu matar rantai operasional Freeport. Kini video itupun sudah ditarik dari Youtube, meski sebagian orang sudah terlanjur mengunduh dan mengunggahnya kembali.

Butet mengaku banyak belajar dari peristiwa itu. Ia merasa perlu berhati-hati dalam berbicara. Sebab ketika ketemu konteksnya bisa menimbulkan persoalan. Butet tentu tak perlu meminta maaf atas video itu, sebab memang ia sama sekali tak melakukan kesalahan. Butet pun mengaku tak akan bersikap pengecut manakala akan muncul berbagai dampak yang muncul akibat video itu.

Selain Butet yang mengaku mendapatkan pembelajaran, publik tampaknya perlu pula segera mengambil pembelajaran serius dari kasus Butet ini. Respons cepat terhadap fenomena yang menggoncangkan memang cukup penting. Tetapi manakala respons itu bersifat penilain sepihak berdasarkan kesimpulan dan penggunaan teori konspirasi untuk membacanya, mungkin penting untuk dijadikan pembelajaran bagi kita semua.

Kesimpulan mengenai Butet dibayar Butet, misalnya, tentu sebuah kesimpulan yang terburu-buru. Manakala Butet menyatakan tak dibayar, tentu saja menjadi kecele sendiri. Apalagi sampai pada upaya-upaya menghabisi eksistensi sosialnya, misalnya, dengan menyerukan memasukkan dalam daftar hitam budayawan Indonesia, tentu menjadi sangat berlebihan, apalagi dalam klarifikasi Butet jelas menyatakan tak ada hubungannya dengan Freeport.

Pembelajaran penting dalam kasus Butet ini, setidaknya, dalam merespons sebuah peristiwa hendaknya harus dilakukan dengan bijak dan berdasarkan fakta yang lengkap, tak hanya sebatas fakta tunggal yang bersifat manifes belaka. Ini pelajaran bagi kita semua, tentu saja.

Ikuti tulisan menarik Mukhotib MD lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB