x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Negeri dengan Sudut-sudut Gelap

Banyak peristiwa bersejarah di negeri ini yang masih diliputi misteri, padahal kita dapat belajar banyak darinya seandainya terang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Mereka yang tidak mengingat masa lampau dikutuk untuk mengulanginya.”

--George Santanaya (Filosof, 1863-1952)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hingga detik ini, kejelasan mengenai apa yang disebut sebagai Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar belum terungkap. Dalam ‘memeringati’ 50 tahun Supersemar, 11 Maret kemarin, para sejarawan dan pengarsip mengungkapkan bahwa mereka belum menemukan surat sakti itu—apabila memang benar ada. Maknanya, kita belum tahu persis apa isi surat itu dan bagaimana Jenderal Soeharto memperoleh surat itu.

Misteri yang menyelimuti Supersemar belum terungkap sepenuhnya. Bukan saja karena surat asli belum ditemukan. Orang-orang yang dianggap tahu mengenai peristiwa itu pun membawa misteri hingga wafatnya—Soekarno, Soeharto, serta tiga jenderal yang disebut-sebut sebagai utusan Soeharto untuk menemui Presiden Soekarno waktu itu (Basuki Rachmat, M. Yusuf, maupun Amir Machmud). Para sejarawan belum dapat memercayai 100% versi resmi yang selama ini beredar sepanjang surat itu belum ditemukan.

Supersemar maupun peristiwa yang menyertainya hanyalah salah satu dari sekian peristiwa bersejarah di negeri ini. Terhitung sejak kemerdekaan Indonesia, 1945, banyak peristiwa penting dan genting terjadi, dan sebagian di antaranya masih diliputi misteri. Apa yang sebenarnya terjadi dalam peristiwa 1965, hingga kini masih simpang siur. Ada versi resmi yang dipegang pemerintah, namun para sejarawan bersilang pendapat tentang peristiwa itu. Misalnya saja, mendiang Ben Anderson dan Ruth McVey mempublikasikan tesis mereka bahwa peristiwa itu merupakan wujud konflik internal Angkatan Darat.

Meskipun 50 tahun sudah berlalu, tapi peristiwa 1965 masih juga belum terang benderang. Para sejarawan, khususnya dalam negeri, mungkin menemui kesukaran untuk mengakses sumber-sumber sejarah maupun menggali informasi yang jujur dan menyeluruh dari para pelakunya—yang sebagian besar juga sudah tiada. Sebagian kejadian yang menyertai peristiwa 30 September malam tahun itu memang sudah diungkap, seperti laporan Tempo mengenai eksekusi terhadap warga di berbagai daerah. Namun, tesis pokok peristiwa 30 September itu masih jadi kontroversi.

Rekonstruksi peristiwa Malari 1974 juga tidak satu versi. Ada yang menyebut bahwa aksi demonstrasi mahasiswa terhadap kedatangan Perdana Menteri Tanaka sebagai wujud penolakan terhadap dominasi produk Jepang hanyalah permainan di permukaan. Di balik peristiwa demonstrasi yang berujung pada kerusuhan dan penahanan pemimpin mahasiswa itu berlangsung persaingan sengit di antara pembantu Presiden Soeharto.

Begitu pula banyak peristiwa lain yang belum terang benderang, untuk menyebut beberapa di antaranya: pergolakan mahasiswa dan pendudukan kampus pada 1978, penembakan misterius yang bersifat masif pada masa Orde Baru, kejatuhan rezim Soeharto dan beraneka peristiwa yang melingkupinya, serta ‘penggulingan’ Gus Dur dari jabatan Presiden. Dan masih banyak lagi.

Dalam sebagian perstiwa bersejarah itu, Tempo dalam perannya sebagai media mampu menggali fakta dan pengakuan dari sumber-sumber penting, seperti pelaku dan orang yang terlibat di dalamnya—termasuk korban. Di tengah kesukaran para sejarawan dalam merekonstruksi berbagai peristiwa historis, media ini memiliki keleluasaan yang relatif mencukupi untuk menginvestigasi peristiwa masa lampau.

Tapi, masih lebih banyak lagi peristiwa yang belum terungkap dan tetap jadi misteri. Banyak rahasia yang dibawa mati oleh para pelaku maupun orang-orang yang terlibat di dalamnya dengan peran yang lain. Pengungkapan peristiwa historis dapat menjadi bagian penting sebagai sumber belajar bagi bangsa, tapi tampaknya kita akan membiarkan kegelapan itu tetap terkubur hingga akhir zaman. Dan anak cucu kita kehilangan pijakan untuk memahami masa lampau bangsanya. (foto: tempo) ***

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler