Setelah melihat dua laga awal Prancis di Piala Eropa, di mana kita harus menempatkan Didier Deschamps, pelatih Prancis?
Timnya mampu meraih dua kemenangan beruntun, yakni 2-1 atas Rumania serta 2-0 atas Albania. Ia pun bisa melihat timnya jadi peserta pertama yang lolos ke babak 16 besar.
Tapi, keputusan pelatih berusia 47 tahun itu sempat jadi sorotan. Deschamps membuat perubahan berani untuk laga kedua melawan Albania.
Sebuah media Inggris menanggapi taktiknya dengan kalimat "Hanya ada garis tipis antara keberania Deschamps dan kebodohannya." Mengapa? Ia melakukan eksperiman besar yang nyaris gagal.
Pada pertandingan pertama, Prancis memakai formasi 4-3-3. Ia menjadikan Kante sebagia gelandang bertahan, dengan Paul Pogba dan Matuidi sebagai gelandang serang. Adapun, Dimitri Payet, si bindang cemerlang timnas Prancis, diposisikan di sektor penyerang sayap kiri seperti di klubnya, West Ham United.
Formasi itu lumayan berhasil, meski Prancis harus menunggu hingga menit ke-89 untuk memastikan kemenangan, yang tercipta oleh gol Payet.
Nah, dengan hasil seperti itu, Deschamps rupanya berani membuat perbuahan. Ia beralih ke formasi 4-2-3-1, dengan menempatkan payet sebagai gelandang serang di belakang Giroud. Di sayap kiri ada Martial, sedangkan di sayap kanan ada Coman.
Lalu di mana Pogba dan Griezmann? Nah, inilah yang jadi masalah. Deschamps ternyata menempatkan keduanya sebagai cadangan. Ya, cadangan sodara-sodara. Padahal, sejak sebelum turnamen dimulai, keduanya dianggap sebagai pemain kunci karena peran sentralnya di klub masing-masing.
Formasi 4-2-3-1 itu tak berhasil. Di babak pertama, nyaris tak ada tembakan ke gawang yang dilakukan Prancis. Dalam hal ini ketangguhan Albania juga patut dipuji, yang terus mereka tunjukkan hingga akhir laga.
Deschamps tampaknya segera sadar dengan kesalahannya. Di babak kedua, ia beralih kembali ke 4-3-3. Pogba dimasukkan dan jadi gelandang sentral, sedangkan Payet kembali ke kiri. Griezmann juga kemudian dimasukkan lebih belakangan.
Hasilnya, langsung terlihat. Prancis jadi lebih agresif. Gol pun akhirnya tercipta lewat Griezmann dan Payet.
Tapi dari dua laga itu ada kesimpulan penting yang harus ditarik. Lini depan Le Bleus belum sepenuhnya menjanjikan. Di laga pertama Giroud mencetak gol, tapi di laga kedua ia menyia-nyiakan dua peluang emas. Gignac yang menggantikannya juga terlihat belum bisa berbuat banyak.
Faktor ini harus segera diperbaiki Deschamps. Karena, bila tidak mereka bisa gagal mewujudkan ambisi menjadi juara.
Dari laga-laga awal terlihat bahwa Italia dan Jerman mampu bermain lebih efektif. Spanyol juga tampil meyakinkan, meski juga memiliki masalah di lini depan. Nantinya, Prancis kemungkinan akan bersaing dengan ketiga tim itu dalam berebut juara.(*)
Foto: Eurosport
Ikuti tulisan menarik Mang Ujang lainnya di sini.