x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tujuh Alasan Menolak Perubahan

Bila Anda mengenali alasan penolakan terhadap perubahan, Anda dapat mencari cara untuk mengatasinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Apa manfaat perubahan ini buat saya? Itu kan urusan bagian keuangan.” Celetukan seperti ini merupakan respons karyawan terhadap perubahan, misalnya prosedur pelaporan keuangan. Penyebabnya bisa beragam, seperti kurangnya pemahaman karyawan tentang nilai penting perubahan bagi organisasi maupun bagi mereka sendiri, katakanlah karier maupun pendapatan.

Mengubah mindset yang sudah lama melekat di benak karyawan maupun para manajer memang bukan perkara mudah. Bagi orang-orang keuangan, yang sehari-hari berurusan dengan akuntansi, isu-isu yang terkait perubahan cara pelaporan barangkali akan lebih lekas dimengerti. Namun, bagi karyawan di bagian penjualan, implementasinya niscaya membutuhkan waktu. Terlebih lagi, bila perubahan ini berimbas pada seluruh bagian organisasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mereka yang duduk di gugus tugas maupun para sponsor perubahan akan berhadapan dengan apa yang lazim terjadi dalam setiap inisiatif perubahan, yakni sindroma menolak perubahan. Sebagian orang cemas karena belum mengenal hal-hal baru yang dibawa oleh perubahan, sebagian lainnya menolak karena merasa tidak memperoleh manfaat apapun dari perubahan, dan ada pula yang enggan berubah meskipun sudah mengetahui manfaatnya lantaran merasa nyaman berada di tempat dan situasi sekarang.

Mengangkat kaki dari zona nyaman memang tidak mudah. Sonnenberg (1994) menengarai tujuh alasan mengapa orang atau organisasi bersikap resisten terhadap perubahan, dan alasan-alasan ini patut memperoleh perhatian manajemen.

Pertama, apa yang disebut sebagai procrastination atau kecenderungan untuk menunda perubahan karena merasa masih mempunyai banyak waktu. Agar kecenderungan ini tidak jadi kenyataan, perlu selalu ditekankan bahwa melakukan perubahan lebih awal justru akan menguntungkan organisasi.

Kedua, sebagian orang berpendapat bahwa perubahan tidak memberikan manfaat sehingga mereka enggan berubah. Ketiadaan motivasi pada karyawan dapat menghambat proses perubahan. Mengomunikasikan manfaat yang dapat dipetik karyawan secara individual, seperti peluang menguasai kompetensi baru yang berguna untuk meningkatkan karier, dapat mengubah keengganan menjadi partisipasi aktif.

Ketiga, mengadopsi sistem baru berarti mempelajari standar baru. Sebagian orang mungkin merasa takut bahwa penguasaan mereka atas standar baru tidak akan sebaik penguasaan atas standar lama. Mereka takut gagal. Mengikutsertakan karyawan dalam kegiatan seminar dan workshop akan sangat membantu organisasi maupun karyawan dalam mengatasi kendala psikologis ini.

Keempat, keengganan untuk berubah dapat disebabkan oleh kekhawatiran bahwa perubahan akan menciutkan peran mereka dalam organisasi. Misalnya, khawatir kewenangan mereka dikurangi atau jabatan mereka ditiadakan dan pendapatan berkurang. Komunikasi yang dilakukan sedini mungkin akan menekan kekhawatiran karyawan. Tekankan bahwa penguasaan atas kompetensi baru justru meningkatkan peran dan kontribusi mereka kepada organisasi.

Kelima, keraguan, atau bahkan ketidaksukaan, terhadap kemampuan inisiator perubahan dapat mengurangi penerimaan seseorang terhadap inisiatif perubahan. Kepemimpinan adalah sesuatu yang membuat para pemain memercayai inisiator. Pemimpin perubahan harus menunjukkan bahwa ia layak dipercaya untuk mengantarkan perusahaan ke tataran baru yang lebih tinggi.

Keenam, sering terjadi apa yang dibayangkan karyawan mengenai perubahan berbeda dengan yang dipikirkan oleh pemimpin. Rintangan ini dapat diatasi apabila informasi mengenai rencana transformasi beserta dampaknya disampaikan sejak dini, utuh dan menyeluruh. Hindari penyampaian informasi yang sepotong-sepotong. Pesan dan cara menyampaikan pesan harus dipersiapkan secara baik. Berbagai saluran komunikasi dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan ini.

Ketujuh, tidak setiap orang siap atau berani memasuki wilayah baru atau mengenal sesuatu yang baru. Mereka lebih nyaman dengan apa yang sudah mereka tekuni. Komunikasi intensif, dengan memanfaatkan berbagai saranakomunikasi, serta kegiatan seminar dan workshop akan mencerahkan pemahaman mereka. (sumber foto ilustrasi: research-methodology.net)

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB