Lupa kata sandi Tempo ID anda?
Belum memiliki akun? Daftar di sini
Sudah mendaftar? Masuk di sini
Kampus Hijau hendaknya jangan hanya sebatas sebuah labeldan simbolisme untuk mengejar sertifikat ranking semata. Kampus Hijau harus menjadi Gerakan Budaya untuk melestarikan bumi secara bersama. Sebuah kesadaran diri bersama untuk melestarikan dan membangun lingkungan yang berkelanjutan. Universitas (kampus) harus hadir dan menjadi episentrum dalam gerakan ini, dengan membangun jejaring kemitraan (network) di antara perguruan tinggi (nasional dan internasional), dan seluruh komponen masyarakat.
Citayam Fashion Week lahir sebagai gerakan egalitarianisme akar rumput dan secara eksistensial ingin mendapatkan pengakuan setara seperti gerakan mode kalangan atas. Bahwa dalam segala keterbatasan yang dimiliki, mereka bisa berkreasi, tentu saja dengan gaya dan model yang berbeda. Maka gejala ini harus dimaknai sebagai pelengkap dan pengaya khasanah mode yang sudah ada. Bukan sebagai tandingan.
Adanya Kerangka Kerja Nasional Indonesia (KKNI), dan lembaga-lembaga sertifikasi profesi (LSP) yang diakui dan memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), maka ke depan tidak ada lagi kompetensi-kompetensi profesi dan lembaga-lembaga pelatihan kompetensi yang tidak tersertifikasi. Sertifikat-sertifikat kompetensi yang diterbitkan oleh LSP ini akan mendapatkan pengakuan yang sama atau setara di kalangan DUDI, seperti halnya sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga formal (pendidikan profesi).
Dalam sejarah Mahkamah Konstitusi (Mahkamah), tak ada satupun permohonan judicial review yang begitu banyak (massif) dilakukan melebihi gugatan atas Undang-Undang Pemilihan Umum (UU-Pemilu). Dari 87 permohonan judicial review atas UU-Pemilu, 34.5% permohonan terkait dengan pasal (norma) tentang presidential threshold. Sangat mengejutkan, SEMUA permohonan DITOLAK dan TAK DAPAT DITERIMA oleh Mahkamah.
Jika tujuan dari perumusan RUU-Sisdiknas yang baru dimaksudkan nantinya akan menjadi omnibus law yang mengintegrasikan, sekaligus menggantikan 3(tiga) UU, yaitu UU 20/2003 tentang Sisdiknas, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, dan UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. DPR sendiri, maka hal itu telah “gagal” secara konseptual dan substantif.
Raib dan hilangnya konsep dan pengaturan tentang PJJ dalam RUU-Sisdiknas tersebut sangat mengejutkan, dan sulit dinalar. Ia juga telah menafikan seluruh peraturan-perundang-undangan, serta konsep dan praktik PJJ yang telah menjadi bagian dalam konsep dan praktik pendidikan nasional sejak tahun 1984 (berdirinya UT) atau tahun 2003 (sejak UU-Sisdiknas), bahkan PJJ di Kawasan Asia dan dunia/global.
Jika jurnal pengabdian masyarakat bisa masuk dalam basis data Scopus, maka jurnal semacam itu tidak hanya terbit dan dikenal di Indonesia. Namun, ada contadictio in terminis dalam istilah “jurnal ilmiah”. Fakta yuridis-formal a-sinkronis inilah yang kemudian memicu pertanyaan dan polemik di kalangan dosen seputar apakah jurnal pengabdian masyarakat masuk kategori publikasi ilmiah?
Perjalanan panjang gagasan merdeka dalam publikasi ilmiah sudah mencapai titik akhir. Gagasan ini menawarkan otonomi kepada dosen mempublikasikan artikel ilmiah pada jurnal-jurnal di luar terindeks Scopus/WoS. Dua Surat Edaran Dirjen Dikti menegaskan gagasan tersebut. Kini karya ilmiah untuk usulan jabatan fungsional/pangkat Lektor Kepala dan Profesor “boleh” dipublikasikan pada Jurnal nasional dan internasional bereputasi tidak hanya/tidak harus Scopus/Wos).
BERITA GEMBIRA BAGI DOSEN. Plt. Dirjen Dikti mengeluarkan Edaran yang berisi penyesuaian terhadap ketentuan di dalam PO PAK 2019. Kebijakan ini bisa dibilang sangat fundamental dan mengejutkan. Bahkan, sangat menggembirakan bagi dosen yang akan mengajukan kenaikan jabatan akademik ke Profesor. Di dalam Edaran tersebut, ketentuan operasional yang mensyaratkan kewajiban/keharusan dosen yang memiliki masa kerja 10--20 tahun untuk memiliki publikasi di jurnal internasional yang terindeks dalam basis data internasional bereputasi yang diakui oleh KemendikbudRistek, dinyatakan DIHAPUS dan TIDAK BERLAKU. Dengan ketentuan ini, maka setiap dosen pengusul, berapapun masa kerjanya, boleh mengajukan kenaikan jabatan akademik dari Lektor Kepala ke Profesor “tanpa” publikasi internasional bereputasi.
Menempuh pendidikan dan meraih gelar hingga jenjang tertinggi dan sebanyak-banyaknya adalah hak asasi setiap manusia.Manusia adalah homo sapiens dan homo educandum. Adalah hak juga jika seseorang menggunakan semua gelar yang diperoleh menghiasi namanya. Hanya saja, bagi masyarakat awam, simfoni antara nama, gelar, dan non gelar tersebut mungkin unik, sulit dan membingungkan. Mana yang gelar, dan mana pula yang bukan.
Sains sebagai “madzhab suci” para ilmuwan harus membumi dalam kehidupan masyarakat. Menjadi pedoman setiap orang untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sains atau ilmu pengetahuan seharusnya tidak melangit. Para elite intelektual sudah saatnya bergerak untuk melakukan “politik media sosial”, memperbanyak publikasi hasil pemikiran/riset dalam bentuk catatan, opini, kolom, analisis dan semacamnya di media-media popular. Itu bisa menjadi ruang pencerahan untuk menciptakan warga negara dan warganet beradab sebagai basis network society.
Di kalangan peneliti dikenal adagium klasik “lebih baik kehilangan data penelitian DARIPADA kehilangan data keuangan”. Adagium ini muncul sebagai konsekuensi adanya dualisme paradigma dalam pertanggungjawaban dana/biaya penelitian, yaitu Satuan Biaya Keluaran (SBK) dan Satuan Biaya Masukan (SBM). Kedua paradigma ini perlu mendapatkan perhatian serius dan diklirkan oleh dua institusi keuangan, yaitu pembuat kebijakan keuangan (Kemenkeu) dan pemeriksa laporan keuangan (BPK), dengan membuat demarkasi yang jelas antara SBM dan SBK. Jika kedua paradigma ini terus berlanjut, akan menimbulkan berbagai dampak negatif yang dapat menggerus dampak positif dari proses dan hasil penelitian.
Adalah fakta, bahwa kegagalan pengajuan judicial review di sidang Mahkamah bukan semata-mata karena persoalan aspek materiil/substai permohonan. Tetapi juga karena persoalan “kedudukan hukum Pemohon” atau legal standing Pemohon. Data menunjukkan bahwa dari seluruh permohonan yang tidak diterima (niet ontvankelijke verklaard) oleh Mahkamah, hampir 50% disebabkan oleh masalah legal standing. Sehingga permohonan tidak diterima, dan pokok perkara tidak dipertimbangkan lebih lanjut oleh Mahkamah.
Harapan untuk menjadikan SINTA (Science and Technology Index) sebagai pengindeks jurnal ilmiah global cukup beralasan. Kemenristekdikti/BRIN mengklaim bahwa SINTA dikembangkan sebagai portal pengindeks internasional seperti Scopus. Karenanya SINTA kerap pula disebut sebagai Scopus ala Kemenristekdikti//BRIN. Jurnal yang masuk ke SINTA harus lolos akreditasi jurnal nasional melalui portal ARJUNA (Akreditasi Jurnal Nasional).
Mahkamah Konstitusi menolak permohonan judicial review atas UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD) terhadap UUD 1945 yang diajukan Dr. Dra. Sri Mardiyati, M.Kom. Pemohon tidak bisa menjadi guru besar (profesor) di UI. Mahkamah memberikan pertimbangan hukum Mahkamah yang niscaya direspon positif dan antusiasme para dosen yang akan mengajukan usulan profesor, termasuk profesor kehormatan.
Pemecatan dokter Terawan bukanlah kasus pertama dalam sejarah sains. Ilmuwan proponen teori heliosentris seperti Nicholas Copernicus, Giordano Bruno, dan Galileo Galilei, juga mengalami nasib yang sama. Mereka semua adalah martir dengan segala keberanian intelektual untuk berpikir di luar kotak paradigma. Hanya dengan cara demikian sains bisa berkembang dan mencapai kemajuan cemerlang. Seharusnya ada forum ilmiah terbuka dan independen bagi Terawan untuk menguji status dari teori dan praktik kedokterannya.
Keppres tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara memperingati peristiwa bersejarah Serangan Umum 1 Maret 1949 memberikan makna dan tafsir baru dalam historiografi Indonesia. Keprpres ini menafikan historiografi yang berbau kultus pribadi. Bahwa SU 1 Maret bukan peristiwa yang berdiri sendiri. Juga merupakan simbol dari perang dan diplomasi, dan perjuangan bersama berbagai komponen bangsa.
UUD 1945 tegas menyatakan masa jabatan presiden maksimal dua periode, dan tidak bisa diperpanjang lagi. Ini merupakan closed legal policy UUD 1945. Artinya, jabatan Presiden dan jabatan pada Lembaga negara lain yang tergantung pada pemilu tidak bisa diperpanjang atau ditambah. Jika pemilu ditunda karena kondisi tidak memungkinkan, apakah hal itu inkonstitusional? Berkaca pada sejarah, Pemilu Tunda pernah terjadi di Indonesia.
Setiap negara demokrasi pasti mengklaim bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat (sovereignty of the people). Juga Indonesia. Sejak amandemen ke-3 UUD 1945 yang mengembalikan sepenuhnya kedaulatan dari MPR ke tangan rakyat, pertarungan sengit memperjuangkan “kedaulatan rakyat” dalam sidang MK pun dimulai. Apa sesungguhnya makna “kedaulatan rakyat” dan “berdasarkan UUD” menurut tafsir Mahkamah?
WargaNet heboh dan viral tentang akibat persepsi penganalogian ”penggunaan toa untuk adzan” dan “gonggongan anjing” oleh Menteri Agama. Mengapa tafsir dan pemaknaan seseorang atas sebuah analogi berbeda atau tidak sama. Bahkan tak jarang melahirkan salah-arti, salah-tafsir, dan distorsi makna?
Medsos tidak hanya sebatas ruang berbagi informasi, berjejaring sosial, bersosialisasi, atau berasosiasi di era digital. Medsos adalah sebuah fakta sosial baru dengan segala aspek positif dan negatifnya bagi publik. Kehadirannya tidak lagi hanya menjadi media alternatif yang berani mengambil sikap berbeda, tetapi juga media tandingan bagi media arus utama. Bahkan, kini medsos telah muncul sebagai kelompok penekan.
Tujuan dari kemerdekaan menyatakan pendapat adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan itu dilindungi konstitusi. Faktanya, demokrasi di ruang publik berwajah ganda. Bahkan kini memunculkan beberapa paradoks yang bisa mencemari demokrasi dan demokratisasi. Contohnya? Pemolisian WargaNet adalah salah satu buah dari paradoks ini.
Kegiatan kemah inspirasi pemuda merupakan serangkaian kegiatan yang dilaksanakan setiap tahunnya dengan peserta mahasiswa Program Banyuwangi Cerdas (PBC).