x

Iklan

Budi Hatees

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bunuh Diri Anak Didik SMKN3 Padangsidempuan

Amelia Nasution (19) meninggal karena bunuh diri. Pasca kematiannya, santer kabar kalau siswi SMKN 3 Padangsidempuan, Sumatra Utara, ini tertekan karena in

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Amelia Nasution (19) meninggal karena bunuh diri. Pasca kematiannya, santer kabar kalau siswi SMKN 3 Padangsidempuan, Sumatra Utara, ini tertekan karena intimidasi dari gurunya.

Beberapa hari sebelum bunuh diri, Amelia Nasution dan tiga orang temannya, dipanggil ke ruangan guru. Pasalnya, anak-anak didik itu menulis di media social tentang adanya kecurangan saat Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Bagi para guru, ulah mereka dianggap sebagai fitnah dan mencermarkan nama baik guru dan sekolah bersangkutan. Siswa SMKN Padangsidempuan itu diancam akan diadukan sesuai UU ITE (informasi dan transaksi elektronik), yang salah satu sanksinya berupa denda uang sekian ratus juta rupiah.

Kita tak tahu kebenaran cerita itu. Yang jelas, Amelia Nasution sudah dimakamkan. Peristiwa bunuh diri itu menyentakkan. Jalan pintas yang dipilih lebih menunjukkan kegagalan dunia pendidikan, terutama di SMKN 3 Padangsidempuan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak bisa tidak, jari kita pantas menunjuk hidung para pengelola institusi pendidikan itu sembaru bertanya: apa saja sih yang mereka kerjakan di sekolah itu.

Bisa jadi, yang selama ini terjadi di SMKN 3 Padangsidempuan bukan proses pendidikan dalam esensi pendidikan yang sesungguhnya. Tapi sebuah proses pencekokan, pemaksaan terhadap siswi agar belajar yang keras dan bukan belajar yang cerdas serta cergas.

Proses pendidikan seperti itu memposisikan anak didik semata-mata sebagai obyek. Anak-anak didik didorong untuk manut dan patuh, sehingga tidak punya kemampuan mengkritisi.

Ketika anak-anak didik mengkritisi adanya kecurangan saat UNBK, mereka dianggap sebagai pengkhianat atau musuh yang mesti dimusnahkan. Padahal, pihak pengelola sekolah bisa lebih terbuka atas segala bentuk kritik. Pengelola sekolah mestinya mengelola kritik siswa itu menjadi modal besar untuk mengasah dan menumbuhkan kepedulian anak-anak didik terhadap persoalan yang terjadi di lingkungannya.

Sayangnya, siswa-siswa yang kritik harus dipanggil secara khusus ke ruangan guru. Berada di tengah-tengah para guru, sudah sebuah hukuman berat bagi anak-anak didik yang dianggap bermasalah. Apalagi bila tradisi berkomunikasi antara siswa dan guru belum maksimal, dimana ada aspirasi dari murid yang tidak bisa disalurkan karena kalangan guru menutup kerannnya.

Dengan sednirinya pemanggilan ke ruang guru itu merupakan sebuah tekanan psikologis, yang membuat anak-anak akan sangat ketakutan. Jika para guru yang memanggil siswa-siswa ke ruangan guru itu menghayati esensi pendidikan, seharusnya mereka tahu bahwa anak-anak usia belasan tahun memiliki perkembangan psikologis yang meletup-letup. Anak-anak didik lebih mengandalkan kesadaran emosionalnya daripada rasionalitas berpikir, sehingga guru perlu memberikan konseling guna mengarahkan dinamika perkembangan emosional anak-anak didik menjadi lebih terarah dan bernilai positif.

Campur tangan polisi

Usaha Polres Kota Padangsidempuan untuk terlibat dalam kasus bunuh diri ini sebetulnya tidak akan membuat persoalan menjadi lebih baik. Sebaliknya, akan muncul persoalan baru karena polisi yang menyelidiki untuk membuktikan ada atau tidak intimidasi dari guru terhadap siswa yang bunuh diri, akan menemukan jalan buntu. Buntu karena sulit menyeret persoalan bunuh diri ini menjadi persoalan kriminal, sehingga proses belajar-mengajar di SMKN 3 Padangsidempuan akan terganggu.

Baik siswa maupun guru akan sama-sama tertekan secara psikologis, menderita paranoia berkepanjangan. Guru akan ketakutan sehingga kehilangan konsentrasi dalam mengajar karena harus menjalani pemriksaan sebagai bagian dari penyelidikan polisi. Dalam situasi tertekan, proses belajar mengajar akan terganggu yang akhirnya merugikan siswa.

Sebab itu, ada baiknya Kepala Polres Padangsidempuan mengembalikan persoalan ini ke pihak sekolah dan orang tua siswa. Daripada mencari-cari ada atau tidak tindak criminal sekaitan peristiwa bunuh diri yang dilakukan siswa SMKN 3 Padangsidempuan, lebih ideal bila polisi mendorong guru dan orang tua siswa agar intens berkomunikasi dalam rangka berdamai.

Pihak SMKN 3 Padangsidempuan juga perlu proaktif memulai komunikasi dengan orang tua siswa. Jika memang ada intimidasi sebagaimana dikabarkan, sudah seharusnya pihak sekolah meminta maaf. Di dalam masyarakat Batak yang tinggal di Kota Padangsidempuan, ada nilai-nilai persaudaraan yang bisa dipupuk dan dibangun sebagai modal social untuk maaf-memaafkan. 

Ikuti tulisan menarik Budi Hatees lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

9 jam lalu

Terpopuler