x

Iklan

Rika Fedrika

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

HLN ke-72: Rata Listriknya, Bahagia Rakyatnya

Semoga saja HLN ke-72 dapat menjadi momentum yang kuat dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis khususnya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tidak bisa dipungkiri, akses listrik di Indonesia saat ini masih belum merata. Itu adalah sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Mengacu pada siaran pers Kementerian ESDM, seperti dilansir Viva.co.id (6/3/2017), Menteri ESDM, Ignasius Jonan, mengatakan rasio elektrifikasi nasional di 2016 mencapai 91,16 persen atau sebesar 59.656 megawatt. Namun, masih ada 2.519 desa yang gelap gulita.

Selain itu, jika mengacu pada data Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia/Indonesian Coal Mining Association (www.apbi-icma.org), dari 1,2 miliar orang di dunia yang belum mendapatkan akses listrik 49 Juta dari Indonesia. Akibatnya, konsumsi listrik perkapita Indonesia hanya 0,8 MWh, dan ini termasuk yang terendah di ASEAN dan sekitarnya, dibanding Thailand 2,3 MWh, Malaysia 4,4 MWh, dan Singapura 8,1 MWh.

Ketua Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), Iwan Supangkat Santoso seperti dilansir Tribunnews.com (8/6/2017) mengakui, saat ini bahwa pemerintah saat ini belum berhasil ciptakan harga listrik yang ideal. Megaproyek 35.000 MW yang diusulkan Presiden Joko Widodo masih menjadi pekerjaan besar yang harus secara serius diselesaikan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari total pembangkit listrik yang dibangun, ternyata didominasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Berdasarkan ketetapan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025, porsi PLTU sebesar 34,8 gigawatt. Pembangkit listrik berbasis batu bara ini masih mendominasi komposisi pembangkit.

Sementara itu, untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) porsinya 18,9 gigawatt, Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) sebesar 4,3 gigawatt, Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) 14,5 gigawatt, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) 6,1 gigawatt.

Meskipun saat harus kita akui, masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa kehadiran PLTU ditengah-tengah masyarakat berdampak negatif, terutama masalah lingkungan dan kesehatan. Namun perlu diketahui, sebagian PLTU yang sudah beroperasi di Indonesia sekarang, sudah menggunakan tekonologi muktahir yang sangat meminimalisir emisi, yakni Clean Coal Technology (CCT) alias teknologi batu bara bersih.

CCT ini merupakan masa depan kelistrikan Indonesia. Mengingat produk-produk clean coal/batubara ramah lingkungan ini akan menjadi salah satu andalan kelistrikan Indonesia di masa depan, karena masih banyak pembangkit listrik mengandalkan batubara sebagai bahan bakunya. Terlebih lagi, dari beberapa PLTU, kini sudah ada PLTU yang menggunakan CCT dengan teknologi canggih penangkap karbon dan partikel debu hasil pembakaran. Salah satu PLTU yang sudah menggunakan CCT seperti USC dan SC yang mampu menekan emisi, dengan konsumsi batubara menjadi sumber energi adalah Cirebon Power.

Janji Tarif Listrik yang Ideal?

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), PT PLN, dan Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) rencananya akan menggelar peringatan Hari Listrik Nasional (HLN) ke 72. Acara ini akan digelar pada bulan oktober ini di JCC. Dalam acara HLN ke 72, nantinya akan mempertemukan antara pelaku usaha dengan regulator. Hal ini tentunya kita bisa menaruh harapan dapat menciptakan tarif listrik yang ideal baik bagi pengusaha dan konsumen.  

Tak hanya itu, sektor Energi Baru Terbarukan (ETB) juga akan dibahas di dalam pameran kelistrikan tersebut. Sekretaris Eksekutif MKI, Bambang Hermawanto seperti dilansir Tribunnews.com (8/6/2017) mengatakan, peran swasta perlu didorong untuk pengembangan EBT dengan target 23 persen di 2025. Menurut Bambang, pengembangan EBT perlu dimasifkan sejak sekarang, Indonesia punya potensi besar energi alternatif, mulai dari tenaga gelombang, tenaga surya hingga tenaga angin.

Sementara itu, Ketua Panitia HLN ke-72, Noesita Indriani dilansir offshoreindonesia.com (8/6/2017) menuturkan, HLN ke-72 juga mengagendakan dialog antara penyedia dan pengguna energi primer serta persoalan yang dihadapi untuk meningkatkan daya saing tenaga kerja dan industri dalam negeri. “Makalah yang disajikan selama konferensi dan interaksi selama konferensi dapat menjadi masukan yang konstruktif bagi pelaku industri kelistrikan di lingkup nasional,” katanya.

Berbagai produk teknologi kelistrikan terkini serta berbagai inovasi teknologi bersih yang ramah lingkungan juga akan ditampilkan dalam HLN ke-72. Ia pun berharap, pameran ini diikuti oleh lebih dari seratus perusahaan nasional maupun mancanegara, lembaga penelitian dan perguruan tinggi dalam negeri.

Ya, semoga saja HLN ke-72 dapat menjadi momentum yang kuat dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis khususnya kedaulatan energi agar dapat menjadi penggerak (driver) bagi pertumbuhan sosraI-ekonomi termasuk Iapangan kerja hingga penyerapan komponen dalam negeri. Saatnya kita #MerdekaDariGelap #RataListriknyaBahagiaRakyatnya.

 

 

Ikuti tulisan menarik Rika Fedrika lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

11 jam lalu

Terpopuler