x

Iklan

Ayik Heriansyah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Felix Siauw, UBN dan GP. Ansor

Kabar baik datang dari Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) dan GP Ansor. Lega rasanya menyaksikan UBN dan GP Ansor berjabat tangan. Bagaimana dengan Felix Siauw?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kabar baik datang dari Ustadz Bachtiar Nasir (UBN) dan GP Ansor. Lega rasanya menyaksikan UBN dan GP Ansor berjabat tangan merajut kembali tali ukhuwah Islamiyah yang sempat renggang beberapa waktu lalu. Kerenggangan dipicu oleh  beredarnya potongan video orasi UBN di depan massa HTI sambil meneriakkan Khilafah dan menolak demokrasi. Kemudian ramai di jagat dunia maya rumor bahwa UBN orang HTI.

 

Sejak awal saya menyangsikan kebenaran rumor itu. Setahu saya UBN tercatat sebagai pengurus Muhammadiyah. Dari ceramah-ceramah Beliau jarang ada keluar bahasa dan ungkapan khas HTI. Diksi Beliau juga jauh dari kesan HTI. Di samping HTI sendiri sejak Insiden Monas 2008 berdasarkan perintah Amir mereka, melarang anggotanya bergabung dengan ormas dan partai Islam yang lain. Rangkap anggota apalagi sampai jadi pengurus ormas lain, dilarang bagi semua anggota HTI.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Orasi UBN di depan massa HTI, seharusnya dipandang sebagai sepatah dua patah kata tamu kepada tuan rumah. Mengundang tokoh Islam yang jadi figur publik dan hanif sudah menjadi protap di acara-acara HTI di ruang publik. Tokoh-tokoh itu diminta orasi untuk memberi legitimasi publik atas isu yang mereka usung. Konteks teriakan “khilafah” UBN sebenarnya bukan politik ideologis tapi merupakan adab sopan santun tamu kepada tuan rumah. Dengan taraf keilmuan Beliau yang lumayan tinggi, saya rasa musykil kalau Beliau tidak mengenal Khilafah. Saya yakin Khilafah yang Beliau maksud berbeda dengan yang diperjuangkan oleh HTI. Hal ini juga berlaku untuk Ustadz Abdush Shomad.

 

Ustaz Bachtiar Nasir, Anshor, dan Banser Ikrarkan Persatuan sangat mengharukan. Ustaz Bachtiar Nasir, GP Anshor, dan Banser Kabupaten Cirebon, kini berdamai. Mereka pun sama-sama sepakat menjaga persatuan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebelumnya di hadapan tokoh masyarakat Bali, UBN memimpin ikrar Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia.

“….Siap bersatu, bersaudara mengamankan Bali, NKRI Harga Mati, Pancasila ideologi negara, Undang-undang Dasar 1945 adalah Undang-undang negara kita, Kita hidup di bawah Bhinneka Tunggal Ika. Allahu Akbar!”

 

Dengan demikian terbantah sudah rumor yang mengatakan UBN sebagai orang HTI yang mendukung Khilafah sekaligus mematahkan isu yang mengatakan GP Ansor dan Banser pembubar pengajian yang anti ukhuwah Islamiyah. Isu-isu miring itu tidak lebih isapan jempol kaum radikal yang ingin merongrong NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Selamat kepada UBN dan GP. Ansor. Salam Ukhuwah Islamiyah untuk kita semua.

 

Lalu bagaimana hubungan Felix Siauw dengan GP. Ansor?

Mimpi ishlah antara Felix Siauw (FS) dengan GP. Ansor dalam waktu dekat mungkin masih terlalu jauh untuk jadi kenyataan. Dapat dimengerti jika sebagian orang memimpikan hal tersebut atas nama ukhuwah Islamiyah. Walaupun tidak sepenuhnya benar, alasan ukhuwah Islamiyah sebenarnya bukan masalah pokok konflik FS dengan GP. Ansor. Bagi GP Ansor jangankan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah dan basyariyah-pun mereka pegang erat. Jadi apa sesungguhnya inti permasalahan FS sehingga kehadirannya selalu ditolak GP. Ansor dan masyarakat. Lalu atas aspirasi GP. Ansor dan masyarakat, Polisi membubarkan beberapa acara dakwah FS. Adapun opini yang mengatakan Banser membubarkan pengajian, tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Ini bentuk penyesatan opini yang tidak sehat bagi upaya merekatkan ukhuwah Islamiyah.

 

Proses FS menjadi kader HTI militan beriringan dengan proses keislamannya. Beliau sebelumnya beragama Katolik. Sekolah dari dari SD sampai SMA di sekolah Katolik di Palembang. Ketika kuliah di IPB, Beliau mendapat hidayah masuk Islam setelah diskusi panjang dengan mahasiswa IPB anggota HTI yang bernama M. Fatih Karim. Boleh dikatakan M. Fatih Karim ini musyrif (pembimbing) FS yang pertama. Kalau masuk Islam itu diibaratkan kelahiran kembali seorang anak manusia, maka FS sejak lahir sudah HTI, mirip kebanyakan anggota GP. Ansor yang sejak lahir sudah NU.

 

Di HTI sendiri, FS bukan termasuk di jajaran pengurus elit. Kebetulan FS  syabab HTI yang jadi figur publik. Kelebihan Felix bisa memberi training motivasi kepada pelajar dan mahasiswa. Waktu masih belum setenar sekarang, saya sebagai ketua HTI Babel (2004-2010), beberapa kali mengajak FS mengisi training di Babel. Namanya melejit setelah menulis buku tentang Sultan Muhammad al-Fatih penakluk kota Konstantinopel. Persis seperti yang di-nubuwwah-kan oleh Nabi Muhammad Saw.

 

Maksud FS melalui buku itu, ingin menunjukkan keshahihan sistem Khilafah yang sedang Beliau perjuangkan bersama teman-teman HTI-nya. Padahal Muhammad al-Fatih sendiri seorang Sultan bukan Khalifah. Saat Konstantinopel ditaklukkan tahun 1453, status pemerintahan Utsmaniyah masih kesultanan, baru pada masa kepemimpinan Salim I (1512-1519) Utsmaniyah berubah menjadi Khilafah setelah Sultan Salim I berhasil menaklukkan pemerintahan Safawi di Iran bagian Utara dan Barat kemudian menundukkan Kesultanan Mamluk di Mesir pada tahun 1517. Kekhalifahan Utsmaniyah jadi sempurna dengan bergabungnya penguasa Hijjaz ke dalam pemerintahan Salim I.  Perubahan status pemerintahan Utsmaniyah dari kesultanan menjadi kekhalifahan terjadi 64 tahun setelah penaklukan Konstantinopel.

 

Terlepas dari ketidakakuratan persepsi sejarah yang ingin dibentuk, FS makin popular. Beliau jadi idola baru para remaja shalih dan shalihah. Kepopulerannya ditunjang oleh pembawaannya yang santai, supel dan gak jaim. Beberapa kali beliau diundang stasiun televisi. Tampil bareng ulama, ustadz dan tokoh kondang nasional. FS sendiri kemudian menjadi tokoh muda nasional. Bersama teman-teman kuliahnya di IPB dulu, dia membentuk komunitas YukNgaji. Komunitas kaum pelajar dan mahasiswa yang ingin belajar agama Islam. Tentu saja, sebagai kader HTI, FS mengarahkan komunitas YukNgaji menjadi sarana rekrutmen simpatisan HTI yang nantinya bermuara kepada rekrutmen calon anggota lalu menjadi anggota HTI.  Pada tataran teknis, aktivitas dakwah FS bersifat individu, namun secara strategis tetap dalam lingkup grand design HTI.

 

Fenomena dakwah FS umpama gunung es. Yang terlihat dipermukaan figur FS, di dalamnya ada organisasi HTI. Bagi kalangan pergerakan Islam, fenomena gunung es bukan barang baru. Mendeteksi apa, siapa dan bagaimana keadaan di bawah permukaan gunung es, bisa diprediksi. GP Ansor organisasi pemuda yang sudah lumayan sepuh eksis di negeri ini sejak Indonesia belum merdeka. Pengalaman GP Ansor di dunia pergerakan tidak perlu diragukan lagi. Sebab itu membaca pola dakwah FS dan gerakan HTI yang membelakanginya perkara yang mudah. FS dan Jubir HTI mau bersilat lidah bagaimanapun, pasti ketahuan benang merahnya. Jadi antara GP Ansor dan FS sebenarnya sudah tahu sama tahu.

 

Bagi GP Ansor, boleh beda pendapat, beda partai, beda ormas, beda ijtihad tapi kalau soal NKRI itu sudah final. NKRI tidak boleh dipermasalahkan lagi keabsahannya. Berdasarkan dalil-dalil syar’i yang digali ulama NU, NKRI termasuk negara Islam (Darul Islam) meskipun tidak seideal negara Khilafah yang dipimpin Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. NKRI sudah Khilafah tidak perlu di-khilafah-kan lagi. Artinya, selain masalah NKRI, GP Ansor sangat menghormati pendapat, partai, ormas, ijtihad bahkan agama lain. Sikap toleransi GP. Ansor tidak perlu diragukan. Fakta menunjukkan tidak ada pengajian yang dibubarkan oleh GP. Ansor dan Banser.

 

Di sisi lain, FS sebagai anggota HTI wajib mengadopsi (tabanni) pendapat, pemikiran dan konstitusi negara Khilafah yang disusun oleh Amir Hizbut Tahrir walaupun bertentangan dengan pendapat pribadinya. Ini sumpah yang FS ucapkan ketika menjadi anggota Hizbut Tahrir. Seorang anggota Hizbut Tahrir dilarang mengucapkan perkataan dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan pendapat, pemikiran dan konstitusi Hizbut Tahrir. Jika melanggar, dianggap telah keluar dari Hizbut Tahrir secara alami dan maknawiyah walaupun secara administrasi  masih tercatat sebagai anggota.

 

Karena itu berat bagi FS untuk memenuhi permintaan GP. Ansor menandatangani pernyataan untuk mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. HTI mengadopsi pendapat bahwa ideologi negara adalah Islam, Islam menurut pemahaman madzhab mereka. Meminta FS menyatakan tidak akan mendakwahkan Khilafah dan mengaku telah keluar dari HTI tentu saja bertolak belakang dengan keberadaannya di HTI. Menandatangi surat pernyataan demikian bagi FS samalah artinya dengan keluar dari Hizbut Tahrir dan bunuh diri politik. Karir dakwah FS tamat seketika jika menandatangani pernyataan yang diajukan oleh GP. Ansor.

 

Penolakan FS menantangani surat pernyataan yang diajukan GP. Ansor secara tersirat  membuktikan bahwa FS sampai sekarang masih sebagai anggota HTI yang tidak mengakui Pancasila sebagai ideologi negara yang sah dan tetap akan berjuang mendirikan Khilafah. Metode pembuktian yang  jitu yang dilakukan oleh GP. Ansor.

 

Ibarat mempertemukan dua ujung benang, FS dan GP. Ansor hampir tidak mungkin ishlah. Bagi FS, Khilafah persoalan hidup mati sedangkan bagi GP. Ansor NKRI harga mati. Perbedaan antara FS dan GP. Ansor berada pada level eksistensial. Kompromi dan toleransi tidak bisa diterapkan pada kondisi seperti ini. Hanya penegasian yang bisa menyudahi konflik eksistensial. Merasa di pihak yang lemah, FS berharap GP. Ansor bersikap toleran maksudnya membiar dakwahnya. Tapi bagi GP. Ansor tidak mungkin membiarkan orang melakukan kegiatan untuk menghancurkan NKRI yang kemudian di atasnya di bangun negara Khilafah.

 

Akhirnya pertanyaan harus dibalik; Bersediakah FS membiarkan NKRI tetap tegak? Bersediakah FS membiarkan Pancasila sebagai ideologi negara? Bersediakah FS membiarkan UUD 1945 jadi konstitusi Indonesia? Bersediakah FS membiarkan demokrasi Pancasila sebagai sistem politik? Bersediakah FS membiarkan wilayah NKRI tetap dari Sabang sampai Merauke? Jika bersedia, mari bersama-sama membangun NKRI menjadi negara yang kuat, adil, makmur dan sejartera. Mungkin dengan begini masalahnya akan selesai.

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Ayik Heriansyah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

14 jam lalu

Terpopuler