Di Bawah Lentera Merah
Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Alasan mengapa gagasan Sosialisme Marx bisa masuk ke Syarekat Islam
Judul: Di Bawah Lentera Merah – Syarekat Islam Semarang 1917-1930
Penulis: Soe Hok Gie
Tahun Terbit: 1999
Penerbit: Yayasan Bentang Budaya
Tebal: v + 68
ISBN:
Buku kecil karya Soe Hok Gie ini adalah buku yang disusun dari skripsinya. Buku ini mencoba untuk melihat hubungan antara tradisi dengan pergerakan modern. Soe Hok Gie menggunakan Syarekat Islam Semarang sebagai kasus. Syarekat Islam Semarang adalah kasus yang sangat cocok untuk membahas topik ini karena Syarekat Islam jelas membawa nama Islam, tetapi gerakannya lebih ke aliran sosialis dan kemudian menjadi komunis. Peran Syarekat Islam dalam memerangi kapitalisme yang menghisap rakyat telah menunjukkan bahwa gerakan ini mempunyai andil yang besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Mengapa Syarekat Islam (SI) Semarang bisa beraliran sosialis dan menggunakan pisau Marxisme untuk menganalisis situasi sosial dan melakukukan perjuangan? Soe Hok Gie menengarai karena tokoh-tokoh SI Semarang berasal dari berbagai latar belakang. Rata-rata mereka muda saat masuk organisasi dan mengenal Marxisme sebagai simbol pemersatu. Hal ini berbeda dengan gerakan kaum priyayi dan gerakan para santri yang sudah lebih mapan dalam ideologi.
Selain dari latar belakang para tokohnya, Soe Hok Gie juga mengaitkan gerakan SI Semarang dengan kondisi sosial dimana organisasi tersebut berada. Soe Hok Gie menyampaikan 3 situasi sosial yang menyebabkan SI Semarang menjadi radikal. Pertama adalah perubahan sistem agraria, dimana sistem tanam paksa dicabut dan digantikan dengan sistem sewa tanah (perkebunan – kapitalis). Perubahan ini menyebabkan posisi petani menjadi buruh di lahannya sendiri. Penentuan upah yang cenderung disetir oleh pemilik modal yang bekerjasama dengan pemerintah menyebabkan tingkat kemiskinan menjadi-jadi.
Faktor kondisi sosial yang disampaikan oleh Soe Hok Gie adalah pembentukan Volksraad dan Indie Weebaar. Volksraad dibentuk untuk memberikan perwakilan suara bagi semua pihak dalam membangun Hindia Belanda. Namun dari sisi keanggotaan, ternyata Volksraad didominasi oleh mereka yang pro modal besar. Pada saat yang sama mobilisasi rakyat guna mempertahankan Hindia Belanda (Weebaar) dianggap sebagai sebuah upaya eksploitasi rakyat untuk mempertahankan sistem kapitalisme. Mobilisasi untuk mempertahankan Hindia Belanda bukanlah upaya untuk menyejahterakan rakyat, tetapi lebih demi mempertahankan sistem kapitalisme yang sudah ada. Pemerintah (Belanda) dianggap lebih peduli kepada perkebunan tebu daripada kepada kesejahteraan rakyat.
Persoalan sosial ketiga adalah tentang bagaimana Pemerintah memberastas penyakit pes di sekitar Semarang. Penanganan wabah pes dilakukan dengan membakari rumah-rumah kumuh penduduk yang dianggap sebagai sarang tikus. Pembakaran rumah kumuh ini menyebabkan penderitaan bagi rakyat yang kehilangan rumahnya.
Pada saat Semarang menghadapi tiga hal tersebut di atas, anak-anak muda yang tergabung dalam SI Semarang berkenalan dengan Marxisme sebagai alat analisis sosial. Marxisme sebagai alat analisis sosial dikenalkan oleh Sneevliet. Sneevliet adalah seorang tokoh sosialis berkebangsaan Belanda.
Dengan alat baru ini para pemuda yang dipimpin oleh Semaun dan kawan-kawannya mulai mengambil alih kepemimpinan SI Semarang. Gagasan mereka untuk memerangi kapitalisme dibawa ke pertemuan-pertemuan SI tingkat nasional. Gagasan-gagasan mereka lambat-laun diterima oleh SI secara nasional, meski ada berbagai perbedaan pandangan tentang cara berjuang.
Di Semarang sendiri gerakan pemogokan sebagai alat untuk menekan pemilik modal menuai hasil baik. Keberhasilan melakukan penekanan perusahaan melalui pemogokan buruh di pabrik membuat SI Semarang menggunakan cara ini untuk mengorganisir kaum tani di perkebunan. Cara ini terus belanjut untuk mengatasi sengketa buruh-perusahaan di Semarang dan sekitarnya (Pekalongan).
Para pendukung SI Semarang pada akhirnya mendirikan ISDV pada tahun 1914. ISDV kemudian berubah menjadi Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920 setelah mereka bergabung dengan Komintern. Perubahan ini membuat Marxisme tidak lagi dimaknai sebagai sosialisme, tetapi dimaknai sebagai komunisme.
Mengapa para aktifis SI Semarang pada akhirnya melahirkan Partai Komunis? Soe Hok Gie di bab terakhir menjelaskan bahwa tradisi lama sangat berhubungan erat dengan perjuangan masa kini. Soe Hok Gie membagi pergerakan di Hindua Belanda menjadi tiga kelompok besar. Ketiga kelompok tersebut adalah kelompok Priyayi (Budi Utomo) yang latar belakang tradisinya adalah Jawa-Hindu, kelompok santri yang berlatar belakang Islam dan kelompok abangan yang tradisinya adalah pra Hindu. Para pegiat SI Semarang kebanyakan berasal dari kelompok abangan, sehingga meski menggunakan organisasi Syarekat Islam, perjuangan mereka lebih berideologi sosialisme

Penulis Indonesiana
2 Pengikut

Syahadat Dari Negeri Sutra
Minggu, 31 Agustus 2025 07:15 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler