x

Iklan


Bergabung Sejak: 1 Januari 1970

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengejar "Nama Baik", Catatan Buat pendukung Capres

Pilpres 2019 menjadi lomba mengukir "nama baik". Sayang, nama baik hanya omongan bukan perbuatan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nama baik, siapa yang tidak ingin?

Siapapun, sangat boleh menguber nama baik. Apalagi untuk kekuasaan, nama baik itu maha penting, biar bisa dipilih dan dimenangkan. Konon, semua yang diperjuangkan untuk nama baik. Ya, demi nama baik bangsa, demi nama baik negara. Mungkin pula, demi nama baik si penganut agama.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saking mahalnya itu nama baik gak sedikit orang hari ini "membuat" nama baik versinya sendiri. Biar dikenang sebagai orang baik, biar namanya baik. Di saat yang sama gak sedikit pula orang yang "mengaku" nama baik-nya dicemarkan. Merasa dicemari nama baiknya. Entah siapa yang memulai. Jadilah, namanya "pencemaran nama baik". 

 

Hanya karena ingin dibilang baik.

Menteri terbaik di dunia, dibilang menteri pencetak utang. Orang kampung berprestasi lalu ke kota, dibilang antek-antek asing. Orang kurus seperti saya juga boleh kok dibilang miskin dan kurang gizi. Emang udah hukumnya. 

 

Orang yang ngomongin orang lain, tentu agar punya nama baik. Sementara orang yang diomongin, tentu agar nama baiknya rusak, nama baiknya hancur. Itu semua terjadi, atas dasar "nama baik". Apalagi musim pilpres gini, semua orang menguber “nama baik” pastinya.

 

Jadi, bila ada orang hari ini. Teriak-teriak orang lain buruk pasti dia ingin dibilang dirinya punya nama baik. Karena hanya orang yang sedang berjuang ingin punya "nama baik" yang sudi mencaci-maki, menyebar fitnah bahkan membenci orang lain. Baginya, nama baik baru sebatas mimpi bukan aksi.

 

Kata-kata yang keluar dari mulutnya "sengaja" dibikin agar nama baik orang lain atau lawannya jadi buruk. Semua dipandang secara negatif dan tidak baik. Bila perlu, sejarah dan masa lalu pun “di-cap” tidak baik. Karena pemilik nama baik, hanya dia seorang. Orang lain selamanya tidak baik, dai sendiri yang baik. Luar biasa...

 

Nama baik, memang begitu penting buat banyak orang. Apalagi kalau bukan, agar dibilang baik. Agar namanya harum mewangi walau hanya sebatas di dunia maya. Atau hanya untuk meraih kekuasaan. Atas “nama baik”, semua bisa direkayasa. Kecerdasan saja bisa direkayasa, industri pun mudah direkayasa. Jadi kenapa tidak, kita merekayasa nama baik?

 

Cuma sayang, banyak orang lupa.

Nama baik itu bukan atas apa yang diomong, atau yang diocehkan. Nama baik itu, terjadi atas apa yang diperbuat atas apa yang dilakoni. Nama baik itu bukan retorika, tapi perilaku nyata. Dan nama baik sama sekali tidak ada hubungan dengan pangkat, jabatan, dan status sosial. Apalagi harta dan keturunan.

 

Katanya “nama baik” dibikin dari akhlak, dibuat dari kecerdasan.

Tapi buat apa akhlak, bila digunakan untuk membenci orang lain. Buat apa cerdas, bila digunakan untuk membodohi orang lain. Buat apa berkuasa, bila dilakukan dengan menjelekkan orang lain. Berkuasa itu untuk memberdayakan orang lain. Bukan untuk mengalahkan orang lain. . Patut direnungi, tuhan kita itu bukan nama baik.

 

Sungguh, nama baik itu isinya hanya perbuatan baik atas niat baik. 

Bagaimana mungkin, bila kita orang baik, tapi selalu membenci dan menghujat orang lain. Bagaimana mungkin kita bisa jadi lebih baik karena berhasil memfitnah orang tidak baik. Bagaimana mungkin saudaraku?

 

Sederhana saja. Bila ada orang dibilang punya nama baik, tanpa perbuatan dan niat baik. Itu pasti bukan orang baik. Mereka itu hanya orang yang beruntung. Karena berhasil merekayasa “nama baik”setelah berhasil menjelekkan orang lain. Bila begitu, tinggal tunggu waktu yang akan membuktikannya.

 

Hanya orang-orang yang tidak baik yang kerjanya menghakimi orang lain. Hanya orang-orang yang pikirannya negatif, pasti sulit menerima kebaikan orang lain. Jadi biarlah, mereka mengejar "nama baik". Buat mereka sendiri, dan akan dinikmati sendiri pula.

 

Jadi, betulkah mereka benar-benar baik. Atau pura-pura baik?

Sungguh, hanya perbuatan baik dan biat baik yang akan memperlihatkannya. Bukan ocehan atau omongannya. Karena nama baik, sekali lagi, bukan omongan tapi perbuatan.

 

Nama baik, perbuatan baik.

Persis seperti "orang yang menanam padi (kebaikan) dan rumput (ketidak-baikan) selalu ikut tumbuh di sana. Tapi saat menanam rumput (ketidak-baikan) sudah pasti padi (kebaikan) tidak akan pernah tumbuh di sana".

 

Selamat berjuang untuk nama baik, selamat menjadi penguasa yang baik... #TGS

 

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

7 jam lalu

Terpopuler