x

monas

Iklan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 8 Mei 2019 12:21 WIB

Jakarta dengan 1001 Masalah, Masih Pantaskah menjadi Ibu Kota ?

artikel ini menjelaskan permasalahan di ibukota yang sampai saat ini belum terselesaikan

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak 22 juni 1527 DKI Jakarta dinobatkan sebagai ibu kota Negara republic Indonesia, sebelum Jakarta dijadikan sebagai ibukota Negara Indonesia nama Jakarta memiliki sejarah sendiri yaitu dimulai dengan nama  Sunda Kelapa (sebelum tahun 1527). Kemudian Jayakarta di era 1527-1619. Terus Batavia atau Batauia atau Jaccatra di tahun 1619 sampai 1942. Jadi Jakarta Tokubetsu Shi di tahun 1942 sampai 1945. Kemudian Djakarta dari tahun 1945 sampai 1972 lalu  berganti menjadi Jakarta hingga saat ini.

Dijadikannya Jakarta sebagai ibu kota Negara bukan tidak tanpa alasan, kenapa harus Jakarta ? kenapa tidak Bandung, Aceh, Padang, Yogyakarta . Dari sisi sejarah Jakarta sendiri sudah pernah menjadi pusat pemerintahan Belanda, Jepang dan Inggris. Selain dari sisi sejarah Jakarta juga merupakan pusat roda perekonomian terbesar di Indonesia, data mengatakan bahwa 70% uang Negara beredar di Jakarta.  Perekonomian Jakarta ditunjang oleh beberapa sector seperti industry, jasa , property , keuangan, dan perdagangan. Daerah kawasan tanah abang dan Glodok menjadi sentra perdagangan terbesar di Jakarta dengan mengedepankan produksi tekstil hingga ke seluruh penjuru nusantara bahkan melakukan ekspor ke luar negeri. Selain tekstil sector keuangan juga sangat memberi konstribusi terbesar pada Jakarta data mencatat bahwa pada bulan Mei 2013 Bursa Efek Indonesia tercatat sebagai bursa yang memberikan keuntungan terbesar, setelah Bursa Efek Tokyo  Pada bulan yang sama, kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia telah mencapai USD 510,98 miliar atau nomor dua tertinggi di kawasan ASEAN.  Selain itu pertumbuhan property mewah Saat ini Jakarta mencapai 38,1%  sehingga Jakarta dilabelkan sebagai kota dengan harga property termahal di dunia.  Selain dari faktor sosial,politik dan kebudayaan pada kota Jakarta sendiri di hiasi oleh gedung gedung pemerintahan Indonesia, yang mana gedung gedung tersebut terdiri dari gedung DPR,MPR,BPK,MA, dan gedung kementrian lainnya.

Penjabaran diatas merupakan prestasi ibukota yang patut kita hargai dan beri apresiasi penuh terhadap pemerintahan yang menjabat sejak dulu hingga saat ini. Dengan prestasi yang gemilang dibandingkan dengan kota kota lainnya di Indonesia,bukan berarti Ibu kota tanpa ada masalah yang kronis dari dulu hingga saat ini. Permasalahan di kota Jakarta seperti layaknya penyakit kronis yang belum menemukan obatnya hingga saat ini, ibu kota yang seharusnya menjadi cerminan barometer kota kota lainnya di Indonesia tampaknya harus sembunyi paras karena problem yang belum sanggup ia benahi.  Tampaknya dari era Suwiryo (23 September 1945) hingga saat ini Anies Baswedan (16 Oktober 2016- Sekarang) belum bedampak positif pada permasalahan di Jakarta . Permasalahan di DKI Jakarta yang di kategorikan sebagai penyakit kronis adalah sebagai berikut :

  1. Kemacetan
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Macet dan Jakarta, keduanya seperti sejoli yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Ketika anda mengunjungi kota Jakarta kurang rasanya apabila anda belum menemui kemacetan hingga ke sudut kota. Sebuah riset yang dilakukan oleh nrix 2017 Traffic Sorecard yang dilakukan sepanjang 2017 jakarta menempati pada urutan ke -12 kota termacet di Dunia, yang sebelumnya pada tahun 2016 jakarta masih pada peringkat 22 kota termacet di Dunia. Ini tentunya menjadi permasalahan yang sangat serius dihadapi oleh pemerintah , tidak hanya pemerintah masalah ini juga seharunsya disuport oleh warga Jakarta sendiri.  Beberapa saat lalu pakar hidrologi dari UI menawarkan solusi untuk membangun jalan trowongan di Jakarta , proyek ini meniru seperti apa yang diterapkan pada Negara Malaysia yang tidak lain dalam menangani banjir dan kemacetan di kotanya. Sebenarnya proyek ini bagus untuk mensiasati masalah banjir dan kemacetan di Jakarta,namun jumlah kendaraan di Malaysia masih terbilang sedikit dibandingkan dengan Jakarta , selain itu proyek seperti ini juga memakan anggaran tidak sedikit dan ditakutkan akan berdampak pada sebagian wilayah Jakarta saja atau tidak menyeluruh. Selain itu dengan meningatnya jumlah kendaraan di kota Jakarta tentunya berdampak pada udara di kota Jakarta sendiri, menurut menurut hasil studi oleh Greenpeace dan IQ AirVisua pada 2018 Jakarta menempati kota pertama dengan polusi terburuk di Asia Tenggara.

 

  1. Banjir

Menjadikan Jakarta sebagai pusat ibukota tampaknya membawa 1001 masalah di kota ini, ketika masalah satu belum terselesaikan muncul kembali masalah yang lebih serius. Masalah banji di Jakarta sebenaranya sudah ada sejak zaman Batavia. Lalu salah siapa ? menurut seorang penulis Amerika Serikat yang selama beberapa tahun menjadi staf kantor penerangan AS (USIS) di Jakarta, ketika menulis tentang kota ini, menyalahkan pendiri Batavia JP Coen karena mendirikan kota di atas rawa-rawa. Andai saja JP Coen memilih tempat lebih tinggi dari Jakarta setidaknya dapat meminimalisir Banjir yang ada.

 

  1. Penduduk yang padat

Dicapnya Jakarta sebagai kota metropolitan tentu menggiurkan masyarakat lain untuk datang dan beradu nasib di Jakarta . Candu akan hiruk pikuk kota dengan beragam pekerjaan tampaknya membutakan mata mereka tentang kota ini. Meski otonomi daerah sudah dilaksanakan tampaknya daya pikat tinggal di kota Jakarta tetap menjadi primadona masyarakat di daerah lainnya. Kesenjangan sosial inilah yang memunculkan permasalahan di Jakarta. Menurut Badan Pusat Statistik Jakarta pada tahun 2017 dihuni oleh 15.663 jiwa/km2 tentu jumlah tersebut tidak sebanding dengan wilayah Jakarta saat ini 661,5 km2 .jumlah penduduk yang padat pastinya akan menimbulkan masalah kriminal di kota ini.

 

3 permasalahan diatas merupakan masalah terbesar yang dihadapi ibu kota saat ini, ibukota nampaknya sudah menjerit kesakitan sejak lama. Wacana pemindahan ibu kota Jakarta ke luar daerah sejak Soekarno nampaknya menemui titik terang pada era kepemimpinan Jokowi. Jokowi sendiri juga sudah sepakat dan mulai menimbang dan memilih kota yang akan dijadikan sebagai ibukota selanjutnya setelah Jakarta. Semoga wacana ini direalisasikan dengan tindakan nyata bukan hanya sekedar wacana belaka untuk kepentingan tertentu. Karena ibukota Jakarta sendiri sudah tua dan dengan segudang permasalahan yang ada nampaknya menjadikan Jakarta bukan ibukota lagi melainkan “Nenekkota” Indonesia.   

 

 

 

Ikuti tulisan menarik lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini