Pesan Persatuan dari Singapura, Malaysia, dan Thailand

Jumat, 2 Agustus 2019 23:22 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Rihlah ilmiah sebagai metode pembelajaran para ulama nyatanya sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kalangan pelajar, salah satu penyebabnya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu menyebabkan belajar hanya dipahami di dalam kelas saja bahkan saat ini belajar pun bisa melalui media online tanpa adanya tatap muka guru dan murid.

Pesan Persatuan dari Singapura, Malaysia, dan Thailand

Oleh : Tatang Hidayat*)

Rihlah ilmiah sebagai metode pembelajaran para ulama nyatanya sudah mulai ditinggalkan oleh beberapa kalangan pelajar, salah satu penyebabnya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal itu menyebabkan belajar hanya dipahami di dalam kelas saja bahkan saat ini belajar pun bisa melalui media online tanpa adanya tatap muka guru dan murid.

Padahal, dalam rihlah kita akan menemukan berbagai macam ilmu yang tidak akan didapatkan jika hanya belajar di dalam kelas ataupun dengan online. Dan rihlah inilah yang saya lestarikan dalam proses pembelajaran, termasuk saat rihlah ilmiah ke Singapura, Malaysia dan Thailand dalam rangka Study Comparative, International Class, Market Research dan Study Tour.

Rihlah ini diawali dari bumi pertiwi yang tentunya diwarnai dengan berbagai macam catatan perjuangan. Saat tiba di Bandara Kuala Lumpur International Airport, kami beristirahat terlebih dahulu sebelum menuju tempat selanjutnya. Namun, saat beristirahat ternyata ada seorang kawan yang meminta izin kepada panitia kegiatan untuk melaksanakan shalat, dan memang waktu itu sudah menunjukkan pukul 15.30 waktu Malaysia.

Kawan saya itu seolah mengingatkan saya untuk melaksanakan shalat juga, akhirnya kami pun saling mengajak antara satu dengan yang lainnya. Kemudian kami menuju mushola dan menyelenggarakan shalat secara berjama'ah, dari sinilah awal pertemuan saya dengan beberapa kawan lainnya.

Dari peristiwa shalat berjama'ah tersebut, kami mulai berkenalan dan saling mengetahui ternyata beberapa kawan saya ini adalah aktivis dakwah juga, terlihat dari mereka ada yang aktif di organisasi dakwah, sebut saja ada sebagai kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), ada juga yang aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan tentunya saya sendiri selaku orang yang aktif di Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Meskipun kami berbeda organisasi dalam melakukan perjuangan, ternyata saat berada di negeri Jiran nyatanya kami bisa bersatu dan menanggalkan baju organisasi kami, karena persatuan lebih kami utamakan daripada perpecahan. Oleh karena itu, jangan pernah lelah untuk terus bersatu dan mempersatukan.

Banyak kejadian berharga dan menarik yang saya alami selama melakukan rihlah ke 3 negara tersebut, hal tersebut diawali dari negeri Singapura. Bagaimana tidak, saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 waktu Singapura, sedangkan saat itu kami belum melaksanakan shalat Dzuhur dan Ashar.

Ketika sampai di Garden by The Bay, beberapa peserta mulai turun dari bis untuk melakukan Market Research, namun tetap ada keresahan dalam hati saya, kemudian saya pun ikut turun dan bertanya kepada kapten Romi sebagai sopir bis waktu itu.“Maaf kapten, kalau waktu ashar pukul berapa ya ?” Sebenarnya itu adalah bahasa politis supaya tidak menyinggung kapten, karena saya yakin, kapten adalah seorang muslim yang ta’at beribadah juga. Tanpa disangka, setelah saya bertanya kepadanya, kapten berbisik kepada Syarif selaku Tour Guide dari Malaysia dan menyatakan ketidaksetujuannya untuk melaksanakan Market Research sedangkan shalat belum didirikan.

Akhirnya kapten Romi berteriak memanggil lagi rombongan kami yang sudah turun untuk mendirikan shalat, karena baginya shalat adalah yang utama, dan rombongan yang beliau bawa adalah tanggung jawabnya.

Sungguh saya sangat hormat dan mengapresiasi atas sikap kapten Romi, sepadat aktivitas apapun jangan pernah tinggalkan shalat, karena shalat adalah kewajiban. Akhirnya kami kembali naik bis dan berangkat untuk mendirikan shalat jama’ takhir Dzuhur dan shalat Ashar secara berjam’ah di masjid Al Abrar Singapura.

Bangunan masjidnya sederhana dan berada di samping jalan yang ramai, tetapi suasananya yang menjadi sakral, karena kami bisa bertemu dengan saudara muslim lainnya yang ada di masjid tersebut. Kami pun bisa kesempatan membawa beberapa buku keislaman yang disimpan di depan masjid yang disediakan khusus untuk para wisatawan.

Sehabis shalat, sebagaimana biasa saya lakukan di beberapa masjid lainnya yang saya singgahi tak terkecuali di masjid yang ada di Singapura. Saya selalu memanjatkan do’a dengan menyebut para pemuda yang terukir merdu dalam alunan sajadah cinta, semoga Allah SWT melahirkan para pemuda Islam yang akan berjuang dengan penuh kesadaran untuk melanjutkan kembali kehidupan Islam.

Setelah dari Singapura, perjalanan ini saya lanjutkan ke negeri Jiran dalam rangka menghadiri International Class di salah satu tempat seminar yang ada di Kuala Lumpur, kegiatan tersebut akan diisi oleh kawan-kawan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Se- Dunia Malaysia.

Saat itu yang bertindak sebagai pembicara utama adalah Kanda Doni Ropawandi selaku Ketua
Umum PPI Malaysia, beliau ditemani oleh Kanda Hafiz Surya Nasution selaku Ketua II PPI Malaysia.
Saat berada di forum, saya sangat memperhatikan dengan betul apa yang disampaikan kedua pembicara tersebut, mulai dari Kanda Doni yang menjelaskan tentang bagaimana perbedaan kampus yang ada di Malaysia dan Indonesia, begitupun dengan suka duka orang Indonesia yang mencari ilmu di negeri Jiran.

Kanda Doni menjelaskan bahwa beberapa kampus yang ada di Indonesia dalam beberapa bidang ternyata lebih hebat dari kampus yang ada di Malaysia, namun orang Indonesia yang belajar di negeri Jiran pasti akan sangat betah, karena untuk urusan dana beasiswa ternyata di Malaysia sangat besar, begitupun dengan dana penelitian yang ada di beberapa kampus Malaysia.

Di sisi lain, ternyata beberapa kampus Malaysia yang naik tingkatnya di dunia dikarenakan publikasi ilmiahnya sangat banyak, namun perlu diketahui ternyata banyak juga dari Mahasiswa Indonesia yang ikut berkontribusi terhadap meningkatnya posisi kampus Malaysia di kancah dunia. Karena tidak sedikit beberapa penelitian karya mahasiswa Indonesia yang terbit dalam publikasi ilmiah.

Dari sana saya merenung, ternyata putra-putri dari negeri kita mampu bersaing di tingkat dunia, bahkan beberapa ada yang mampu menorehkan prestasi yang sangat luar biasa. Namun pertanyaannya dari sekian banyak mahasiswa Indonesia yang belajar ke luar negeri, mengapa negeri kita masih seperti sekarang ini ?

Entahlah, biarkan para pemangku kebijakan di negeri ini untuk berfikir, bahwa sumber daya manusia yang dimiliki negeri ini sebenarnya mampu untuk mengelola negeri ini, namun yang ada ternyata ada isu tenaga kerja asing akan di permudah untuk berdatangan ke bumi pertiwi, dengan alasan sumber daya manusia belum siap. Benarkah pernyataan seperti itu ?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kiranya kita lanjutkan kepada pembicara yang kedua oleh Kanda Hafiz, beliau menjelaskan bagaimana caranya supaya dapat kuliah di luar negeri dengan cara beasiswa, beliau pun menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi termasuk penguasaan bahasa inggris tentunya yang tidak boleh ketinggalan.

Dari awal sampai akhir saya memperhatikan apa yang beliau paparkan, dari sana saya mulai berfikir sebenarnya sumber daya manusia yang di miliki negeri kita memang hebat-hebat jika disalurkan dan dihargai dengan baik.

Bagaimana tidak, sebenarnya mahasiswa yang belajar di Malaysia ini cukup banyak, data terakhir kurang lebih mencapai 4000. Ini menandakan bahwa sumber daya manusia yang miliki negeri ini memiliki potensi yang sangat besar dalam mengelola negeri di masa depan.

Setelah agenda tersebut selesai, sebelum Kanda Doni pulang, saya bersama beberapa kawan menyempatkan untuk berkenalan dengan beliau dan saling bertukar pikiran berkaitan dengan organisasi mahasiswa. Tanpa diduga akhirnya saya mengetahui bahwa beliau ternyata kader dari salah satu organisasi mahasiswa Islam, dari sana akhirnya kami diskusi berkaitan dengan politik pergerakan mahasiswa.

Setelah diskusi dengan beliau dirasa cukup, saya-pun merenung, ternyata kanda Doni selaku Ketua PPI Malaysia tidak jadi dengan sendirinya, karena beliau sebagai pemimpin pastinya dilahirkan dari pengalaman dan kaderisasi dalam organisasi.

Dari sana saya mulai berpikir bahwa aktif di organisasi merupakan sesuatu yang harus ditempuh bagi para calon pemimpin, karena dari organisasi tersebut kita akan mendapatkan pengalaman untuk memimpin.

Buktinya, kanda Doni dahulunya juga adalah seorang aktivis, dan tentunya beliau banyak mendapatkan pengalaman dalam dunia politik pergerakan mahasiswa, yang tentunya membuat beliau menjadi Ketua PPI Malaysia-pun tidak terlepas dari pengalaman beliau yang terlibat dalam dunia politik pergerakan mahasiswa.

Setelah dari negeri Jiran, perjalanan ini dilanjutkan ke negeri Gajah Putih. Ada hal yang menarik saat perjalanan menuju negeri tersebut, saat kami singgah di salah satu tempat untuk melaksanakan shalat maghrib dan Isya jama’ takdim qashar secara berjama’ah.

Nampak begitu banyaknya jama’ah yang melaksanakan shalat di tempat tersebut, terlihat banyak juga beberapa orang yang memakai pakaian gamis, imamah, sarung, peci sebagaimana saya lihat di bandara. Kayaknya mereka adalah jama’ah dakwah yang singgah di tempat tersebut, terlihat dari wajah mereka merupakan wajah yang penuh dengan persaudaraan, terlihat kami-pun saling senyum antara satu dan yang lainnya, menandakan bahwa ukhuwah Islamiyyah ini melintasi batas-batas negara.

Perjalanan tersebut dilanjutkan kembali menuju negeri Gajah Putih. Sebuah negeri yang penuh dengan cerita, salah satunya cerita akan perjuangan sebuah komunitas muslim yang ada di bagian Thailand Selatan, yang tentunya penuh dengan perjuangan dan air mata.

Perjalanan malam hari dari negeri Jiran ke negeri Gajah Putih dilalui dengan tafakur, tidak jarang sesekali saya merenung akan perlakuan dunia saat ini terhadap minoritas muslim yang ada di beberapa negara mayoritas bukan muslim. Tidak terkecuali minoritas muslim yang ada di Asia Tenggara.

Minoritas muslim hampir di seluruh dunia cenderung mengalami nasib yang sama terutama jika di bawah kungkungan negara berkembang. Apa yang terjadi di Mindanao Wilayah Filipina Selatan, etnis Rohingya di Arakan-Myanmar, termasuk wilayah Patani di Thailand Selatan yang mendapat tekanan dari pihak mayoritas.

Rihlah ke negeri Gajah Putih menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi diri saya, terutama bisa bertemu dengan saudara muslim saya di Thailand yang ternyata ukhuwah Islamiyyah ini tidak mengenal batas-batas negara.

Perjalanan ini diawali dari perbatasan negeri Jiran dan negeri Gajah Putih, adzan shubuh berkumandang seolah mengawali akan rihlah ini. Di salah satu masjid yang ada di perbatasan tersebut, saya bersama kawan-kawan menyempatkan untuk singgah melaksanakan shalat shubuh berjama’ah.

Nampak masyarakat sekitar mulai berbondong-bondong menuju masjid, baik tua maupun muda. Dari cara berpakaiannya pun hampir sama dengan yang ada di bumi pertiwi, mereka mengenakan baju koko, sarung lengkap dengan peci.

Mayoritas umat Islam baik di negeri Jiran maupun negeri Gajah Putih ternyata hampir sama dengan yang ada di bumi pertiwi sebagai penganut madzhab Syafi’I rahimahullah, itu terlihat saat rakaat kedua shalat shubuh, setelah i’tidal imam memimpin membaca do’a qunut shubuh yang tentunya sebagaimana pemahaman madzhab Syafi’i rahimahullah.

Setelah shalat selesai didirikan, saya sempat berkeliling di masjid tersebut, melihat beberapa kitab yang ada di beberapa rak. Nampak ada kitab al Barjanzi sebagai kitab khas dalam pembacaan shalawat kepada Nabi sebagaimana yang biasa dibacakan di beberapa pesantren di bumi pertiwi.

Perjalanan pun kembali dilanjutkan, ada kejadian yang tidak akan terlupakan setelah saya sarapan bersama beberapa kawan di salah satu ruangan yang ada di samping Masjid yang ada di Thailand.
Saat kami harus segera berangkat lagi ke tempat tujuan. Namun sebelum keberangkatan, ada seorang kawan yang bilang kepada saya, katanya di masjid tersebut akan didirikan shalat jenazah, dikarenakan ada seorang muslim yang wafat.

Dari sana saya mulai melihat lagi ke masjid dan ternyata benar sudah banyak beberapa muslim lainnya yang berdatangan, ketika saya melihat peristiwa tersebut mulailah hati ini terpanggil untuk ikut serta menyalatkan jenazah saudara sendiri yang wafat.

Namun keberangkatan sudah waktunya, dari sana saya sedikit kecewa dan akhirnya mulai masuk ke dalam bis. Saat saya sudah berada di dalam masjid, Nampak hati ini bergejolak seolah ada pertempuran batin yang ada dalam diri ini.

Namun, saat berada di dalam bis ternyata ada beberapa kawan lain yang belum masuk ke dalam bis, dari sana seolah memberikan kesempatan kepada saya untuk turun lagi sekedar ikut menyalatkan. Akhirnya saya memutuskan untuk turun lagi dari bis, dari sana saya sudah tidak memikirkan lagi jika ada orang yang menganggap apapun tentang saya.

Saat berada di bawah ternyata ada kawan saya yang belum naik ke dalam bis, kemudian saya ajak juga dia ikut menyalatkan jenazah, dan akhirnya ia mau. Tanpa disangka, saat saya turun dan kembali lagi ke dalam masjid ternyata ada beberapa kawan lagi dari 2 bis yang berbeda ikut turun juga kembali ke masjid.

Ternyata ada juga beberapa kawan lain yang merasakan perasaan yang sama dengan saya, namun perlu menunggu momentum orang pertama untuk berani turun lagi. Saat kami berlari menuju tempat wudhu, nampak shalat jenazah akan segera didirkan, tanpa diduga ternyata mereka melihat kepada kami dan akhirnya menunda shalat tersebut sekedar menunggu kami yang sedang berwudhu.

Nampak senyum dari wajah mereka seolah merasakan kebahagiaaan tatkala kami ikut serta untuk menyalatkan jenzah, meskipun sayang kami harus terkendala bahasa untuk berdiskusi dengan mereka. Tidak lama setelah kami sudah berada di shaf untuk shalat, dan tidak ada yang ditunggu lagi, akhirnya shalat jenazah didirikan.

Setiap kali takbir dikumandangkan dan membaca beberapa do’a dalam shalat, nampak dalam hati ini ada suasana haru yang tak tertahankan, ada suasana kepuasan batin bisa ikut menyalatkan jenazah untuk saudara seiman, yang tentunya ini karena dasar Ukhuwah Islamiyyah yang tidak memandang batas negara.

Setelah selesai, imam-pun memimpin do’a supaya jenazah diberikan ampunan, saat kami berdo’a terdengar suara klakson bis dibunyikan, nampak rombongan akan segera berangkat sedangkan kami masih berdo’a. Dari sana saya tidak berfikir apa-apa lagi, biarkan mau dicaci dimaki, karena yang kami lakukan bukan suatu kesia-siaan.

Setelah selesai akhirnya kami pergi dan meninggalkan sebuah jejak yang tidak akan terlupakan, sebuah harapan untuk kebebasan minoritas muslim di Thailand dari kedzaliman dan penindasan. Sebuah harapan muslim Thailand untuk hidup dengan layak dan semoga negeri Thailand menjadi negeri yang diberkahi oleh Allah SWT.

Berbagai kejadian berharga tidak sampai disitu, berbagai kejadian lainnya kembali terjadi, ada peristiwa yang menarik saat akan didirkan shalat shubuh pertama di Thailand. Sebagaimana biasanya kawan saya yang seorang dosen selalu menunjuk saya untuk menjadi imam, namun tidak untuk kali ini. Saya langsung mengumandangkan iqomah, supaya saya bisa menjadi makmum.

Setelah iqomah selesai, ternyata sebelum takbiratul ikhram dia bilang kepada saya, “Maaf kang saya tidak qunut” ungkapnya. Saya pun dengan senang hati menjawab “Tidak apa-apa kang silahkan”. Saya pun sangat kagum melihat sikap beliau yang sangat mengedepankan ukhuwah, masya Allah luar biasa ukhuwah ini.

Akhirnya shalat-pun dirikan, dan memang benar setelah i’tidal dalam rakaat kedua beliau langsung sujud, bagaimana dengan saya ? Saya pun mengikuti beliau, karena beliau sebagai imam saya dalam shalat. Meskipun jika saya menjadi imam saat shalat Shubuh, tentunya saya melaksanakan qunut shubuh, dan beliau pun mengikuti qunut dengan mengangkat tangan dan mengaminkan do’a yang saya bacakan.

Sungguh pengalaman berharga ini sangat luar biasa dan akan selalu dikenang, ternyata ukhuwah ini melintasi batas negara dan kekuatan umat Islam ada di dalam persatuan, oleh karena itu jangan pernah putus asa untuk terus bersatu dan mempersatukan.

Setelah beberapa hari kami lalui dengan berbagi kisahnya, akhirnya waktu perpisahan yang tidak dinantikan pun segera tiba, kami harus berpisah dengan kapten Romi yang selalu setia menemani kami, yang terkadang waktu tidurnya harus tersita karena harus mengantarkan kami ke beberapa tempat.
Kami-pun pamit kepada Kapten Romi dan Toru Guide dari negeri Jiran, tidak lupa untuk meminta maaf kepada mereka jika selama ini kami banyak melakukan kesalahan. Sempat kami-pun terbawa suasana dengan perpisahan tersebut, namun kami-pun tidak mungkin untuk berlama-lama di negeri Jiran, karena kami memiliki tugas lagi masing-masing di bumi pertiwi.

Biarlah Singapura, Malaysia dan Thailand akan menjadi saksi akan upaya membangun persatuan umat yang akan menjadi kekuatan besar di masa depan, sebuah upaya yang tidak mudah untuk terus diperjuangkan dalam rangka membangun persatuan dan mempersatukan. Oleh karena itu, jangan pernah putus asa untuk terus bersatu dan mempersatukan umat dalam rangka menghidupkan kembali Peradaban Islam.

*) Peserta International Class, Market Research dan Study Tour Ke Singapura, Malaysia dan Thailand Dalam Kegiatan Study Comparative 2018 / Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia 2017

 

 

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Viral

Lihat semua