x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 5 Agustus 2019 17:50 WIB

Biarpet PLN, Ramai-ramai Mengutuk Kegelapan

Kemarin biarpet PLN, mati listrik. Ramai-ramai penduduk media sosial mengutuk kegelapan di semua dinding linimasa. Kita hampir lupa, hidup itu ada gelap ada terang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tiba-tiba kemarin, PLN biarpet – mati listrik. Mati lampu total se-Jawa tanpa ada pemberitahuan, kata kawan saya. Ramai-ramai, mengutuk kegelapan. Kecewa hingga marah-marah, sudah biasa terjadi negeri ini. Jangankan soal layanan publik, soal tokoh dan pemimpin pun begitu. Wajar biarpet PLN “dibanjiri” keluh-kesah, caci maki, pun sumpah serapah. Sinisme "menghujani" tiap dinding linimasa dan update di media sosial. Biarpet PLN, bikin gara-gara.

Biarpet PLN, justru jadi momen untuk menuding apa arti infrastruktur, apa guna teknologi industri 4.0 dan sebagainya. Lalu mengajak kembali ke jalan-Nya. Manusia jadi mudah lupa. Bahwa semua yang terjadi di muka bumi inipun atas izin-Nya. Sudah dikehendaki-Nya. Mati listrik alias biarpet PLN pun jadi komoditas celotehan. Ramai-ramai mengutuk kegelapan. Pun bisa jadi, sebuah ujian akhlak dan moralitas kemanusiaaan. Buat kita, buat siapapun.

Biarpet PLN, memang sudah dikehendaki-Nya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maka tetangga saya yang pegawai PLN pun, tidak tahu sebab terjadinya biarpet alias mati listrik total dan lama itu. Semua hanya katanya. Tiba-tiba mati, lalu menyala, dan mati lagi. Dalam kegelapan pun, kita masih dan sangat mampu "menyemprot" keadaan. Biarpet PLN, terlalu mudah jadi arena "kambing hitam". Biarpet PLN, bikin banyak orang kian penuh kegelapan, kebingungan lagi bergelimang kemarahan.

Mati listrik, matilah segalanya. Mati kenyamanan, matilah segalanya.

Itulah ujian hidup manusia. Kata orang tua dulu. Justru ketika gelap, orang cerdas mampu melihat sesuatu yang tak bisa dilihat orang lain; apapun yang tidak bisa dipahami oleh lingkungannya. Sementara orang tidak cerdas, sekalipun terang benderang, justru hanya tahu sesuatu ada di atas kepala mereka; hanya sebatas pemikirannya.

Biarpet PLN kemarin itu hanya sinyal.

Bahwa di mana ada cahaya, maka di situ pasti ada kegelapan. Begitu pula sebaliknya, di mana ada kegelapan maka di situ ada cahaya. Begitulah hidup manusia. Lika-liku kehidupan, kata banyak orang. Gelap itu realitas. Maka tidak ada seorang pun yang bisa mengulang semua cerita gelap yang telah dilewati. Terang pun kenyataan. Maka tidak ada pula orang yang bisa membantah atas semua takdir yang bakal dijalani. Persis seperti “cinta”, ada yang gelap ada yang terang; bisa jadi hitam bisa jadi putih.

Mati listrik, biarpet PLN, persis seperti cinta pada siapapun.

Hanya ada dua pilihan.  Tetap menerima sebagai ujian dengan penuh ikhlas dan rasa syukur. Atau mengutuk sekeras-kerasnya seperti tidak ada nikmat lagi di dalamnya.

Mati listrik; biarpet PLN.

Itu hanya cara Sang Khalik. Agar manusia tetap ikhtiar dan ikhtiar. Selebihnya, cukup menyadari. Bahwa ada ruang yang jadi kehendak Allah SWT dalam hidup manusia. Selalu ada jalan terang, ada jalan gelap. Maka berhati-hatilah. Agar tidak terlempar dalam kegelapan. Atau terbelenggu dalam cahaya terang yang berlebihan.

Orang bijak yang bilang “gelap adalah takdir; terang adalah tuntunan”.

Karena tidak ada yang bisa menolak datangnya malam; tidak ada yang bisa membantah datangnya gelap. Maka tidak ada pula yang mampu mencegah mati listrik; biarpet PLN. Mati lampu itu, patut disyukuri. Agar kita bersegera mencari lilin, menemui cahaya. Untuk berusaha menerangi kegelapan. Lagi-lagi ikhtiar. Karena kemarin ketika terang. Berapa banyak dari kita yang lupa bersyukur. Bahkan faktanya, tidak sedikit dari kita yang mencaci-maki matahari karena terlalu panas memberi sinarnya.

Hidup itu ada jalan gelap, ada jalan terang.

Banyak orang mengutuk kegelapan. Karena gelap baginya adalah kedukaan, kemarahan, kehampaan, kekosongan, kemiskinan, pun ketidakmampuan. Tapi banyak orang lupa bersyukur di kala terang, ketika cahaya bersinar. Ketika cahaya sebagai tanda kenikmatan, kesukaan, kelimpahan, kekayaan, kemampuan pun enggan berbagi terangnya kepada orang lain.

Gelap terang itu hanya simbol. Seperti hitam dan putih.

Seperti kata orang tua kita bilang “hindarilah jalan yang gelap” dan “carilah jalan yang terang”. Jika gelap itu hal yang buruk, hal yang negatif maka tinggalkanlah. Jika terang adalah hal yang baik, hal yang positif maka lakukanlah. Dulu, orang tua melarang anaknya untuk tidak pulang terlalu larut malam. Agar kita tidak terjerumus ke dalam kegelapan. Dan mereka ajarkan “terang” sebagai jalan kehidupan. Agar selalu membuat hati, pikiran, dan perasaan untuk bertindak-laku pada kebaikan. Berpihak pada kebijaksanaan.

Di jalan gelap, manusia memang sulit berpikir objektif, susah menerima realitas. Semuanya dijadikan hambatan, semuanya pantas dikutuk. Sementara di jalan terang, manusia harusnya lebih mudah berpikir objektif, bisa melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang positif.

Seperti hidup, ada jalan gelap ada jalan terang.

Mati listrik, biarpet PLN adalah realitas. Dan hidup bukan bergantung pada apa yang terjadi. Tapi bertumpu pada sikap atas apa yang terjadi. Karena sikap lebih penting daripada fakta.

Ada saat terang di saat gelap. Ada yang di atas, ada yang di bawah. Ada saat suka, ada saat duka. Ada saat lahir, ada saat mati. Ada saat susah, ada saat senang. Begitulah hidup, hanya momentum untuk menunggu giliran.

Tempatkanlah sesuatu pada tempatnya, begitu kata orang tua dulu.

Bila hati, pikiran, dan perasaan gelap pasti ada tempatnya. Bila hati, pikiran, dan perasaan terang pun ada tempatnya. Jangan tempatkan hati, pikiran apalagi perasaan pada bukan tempatnya. Semua yang di belakang itu hanya ilusi. Dan semua yang di depan itu tetap misteri. Tugas manusia, hanya ikhtiar dan doa dalam kebaikan.

Jangan mengutuk kegelapan. Jangan pula bersorak keterangan.

Karena sehabis gelap, pasti ada terang. Sehabis malam, pasti datang siang. Kita hanya perlu optimis di setiap keadaan. Agar tetap mampu menegakkan kebaikan di setiap kesempatan, di usia kita yang tersisa.

Hidup itu ada jalan gelap, ada jalan terang.

Kita hanya butuh inspirasi untuk tetap berada di jalan yang pas, di jalan-Nya. Agar tidak terlalu jauh hingga terlempar keluar. Ketika gelap tiba, temanilah dengan lentera.

Di sisa hidup, jangan merenung di tempat gelap karena semuanya akan lari. Agar ke depan, pikiran dan perasaan tidak lebih gelap … #TGS #BiarpetPLN

 

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB