x

Seorang mahasiswa membawa poster saat aksi #GejayanMemanggil di Simpang Tiga Colombo, Gejayan, Sleman, DI Yogyakarta, Senin, 23 September 2019. Aksi demonstrasi ini diikuti oleh ribuan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta. ANTARA/Andreas Fitri Atmoko

Iklan

Anas Muhaimin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 September 2019

Selasa, 24 September 2019 18:48 WIB

Protes RKUHP dan KPK: Jokowi Sudah Lama Diingatkan, Rupanya Ada Dalih…

Demonstrasi yang meledak di berbagai kota mulai mengerucut pada dua tuntutan: tunda Rancangan KUHP dan menolak UU KPK. Masalah ini sudah diingatkan dan dipersoalkan selama berbulan-bulan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Demonstrasi yang meledak di berbagai kota mulai mengerucut pada dua tuntutan: tunda Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan menolak UU Komisi Pemberantasan Korupsi.   Presiden Joko Widodo atau Jokowi  sudah memerintahkan untuk menuda Rancangan KUHP.  Lalu bagaimana soal UU KPK?

Undang-undang KPK yang sudah disahkan oleh DPR dan tinggal diteken Presiden tersebut masih bisa dianulir lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu).  Hanya, Presiden Jokowi menyatakan menolak membuat perpu.

Alasannya? Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengungkapkan alasannya. "Pertama, hasil survei menunjukkan bahwa yang menyetujui untuk revisi UU KPK itu lebih banyak," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 23 September 2019.  Alasan lain  adalah KPK bisa menghambat investasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalih itu jelas mengada-ada.  Investasi juga akan datang jika pemerintah kita kridibel dan bersih dari korupsi. Apalagi jika dimabngi dengan iklim investasi yang baik.

Demo mahasiswa pun tidak perlu terjadi  pemerintah mendengar aspirasi rakyat. Masalah KPK dan KUHP sudah diingatkan dan dipersoalkan selama berbulan-bulan. Berikut ini tulisan-tulisan yang mengkritik RUU KUHP .

Menyambut KUHP Rasa Kolonial  (23 September 2019)
…Mempromosikan jargon politik dekolonisasi dengan menciptakan ilusi bahwa KUHP adalah buatan kolonial pada dasarnya merupakan upaya yang sia-sia. Dalam perkembangan hukum pidana di seluruh dunia, tak pernah ada pembentukan hukum pidana yang sifatnya "orisinal" hasil karya dari suatu masyarakat tertentu. ..

Yang perlu diingat, dalam proses dan upaya pembaruan hukum pidana nasional, jargon politik perlu dihindari dan berfokus pada kepentingan pembangunan hukum nasional yang lebih sistematis serta menginternalisasi prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan sipil.

Katakan Tidak pada Rancangan KUHP Baru   ( 3 September)
PEMERINTAH dan Dewan Perwakilan Rakyat harus menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang rencananya dilakukan pada pertengahan bulan ini. Sarat dengan pasal bermasalah, rancangan kitab undang-undang tersebut prematur untuk dijadikan undang-undang.

Sejumlah pasal dalam rancangan itu bahkan lebih buruk dibanding KUHP saat ini-warisan kolonial Belanda yang berusia lebih dari satu abad. Sebagian di antaranya berpotensi mengancam kehidupan demokrasi di negara ini. Misalnya, pemberlakuan kembali pasal penghinaan presiden, yang dulunya diadopsi dari pasal penghinaan terhadap raja atau ratu Belanda…

Tunda Pengesahan Rancangan HUKP  28 Juni 2019
 Rencana Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana layak ditentang. Dewan tak perlu ngotot menyelesaikan kodifikasi hukum pidana itu sebelum habis masa kerjanya, karena masih banyak pasal yang kontroversial. Aturan dalam Rancangan KUHP bahkan berpotensi melemahkan upaya pemberantasan korupsi.

Melawan Kembalinya Oligarki  (13 September 2019)
…Jokowi terkesan tunduk kepada kepentingan oligark-para politikus dan segelintir elite penguasa-yang selama ini jeri. Komisi antikorupsi ini telah membongkar berbagai modus korupsi, dari mark-up anggaran, suap perizinan, kuota impor, hingga jual-beli jabatan, bahkan korupsi di sektor pertambangan dan perkebunan. KPK  jelas mengusik kepentingan elite penguasa dan para politikus.

Upaya pelemahan KPK semakin memperlihatkan adanya praktik kartel politik sekaligus oligarki dalam perpolitikan Indonesia. Masifnya teror berupa peretasan yang dialami aktivis penolak revisi Undang-Undang KPK.

Kritik-kritik terhadap UU KPK selengkapnya bisa dilihat di sini.

Ikuti tulisan menarik Anas Muhaimin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler