x

Cawapres nomor urut 01 Maruf Amin (kiri) bersama Tokoh Muhammadiyah Buya Syafii Maarif (kanan) berjabat tangan seusai pertemuan keduanya di Gamping, Sleman, DI Yogyakarta, Senin 15 Oktober 2018. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Iklan

Anas M

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 Oktober 2019

Rabu, 25 Desember 2019 05:36 WIB

Soal Ucapan Natal, Kenapa Ada Kubu Sumbu Pendek Seperti UAS? Rupanya Ini Sebabnya

Polemik ini rutin terjadi setiap tahun. Kalangan ustad, ulama, dan kiai selalu beda pendapat soal mengucapkan Selamat Natal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Polemik  ini terjadi setiap tahun.  Kalangan ustad, ulama, dan kiai selalu beda pendapat soal mengucapkan  Selamat  Hari Natal.

Ustad Abdul Somad (UAS), misalnya,   tidak membolehkan ucapan Selamat Hari Natal.  Menurut Somad, seperti pada ceramahnya pada 22 Desember 2017, mengucapkan  Selamat Natal  sama dengan mengakui Isa sebagai anak Tuhan. "Kafirlah orang-orang yang mengatakan Isa trinitas dan anak Tuhan,” ujarnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Adapun  tokoh  seperti mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif berpendapat beda.  Ia justru melihat kubu yang melarang umat Islam mengucapkan selamat Natal termasuk kelompok “sumbu pendek” atau berpandangan sempit.  Buya Syafii mengatakan ucapan Selamat Natal  merupakan bagian dari sikap menghormati dalam pergaulan antarumat beragama  dan tidak akan merusak.

Baca juga:
Disertasinya Soal Kakek Gus Dur, Tapi Jejak Ini Tunjukkan UAS Pro Khilafah

Penyebab munculnya perbedaan
Ada tulisan menarik yang bisa menjelaskan adanya perbedaan pendapat soal ucapan Natal.  Artikel itu dimuat dalam situs NUonline dengan judul  Ragam Pendapat Ulama Soal Mengucapkan Selamat Natal yang ditulis oleh Ustadz Husnul Haq pada tahun lalu.  Ia adalah dosen IAIN Tulungagung dan  saat itu menjadi  Wakil Ketua Forum Kandidat Doktor NU Malaysia.

Menurut  Husnul, penyebabnya  karena tidak ada ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW yang secara jelas dan tegas menerangkan keharaman atau kebolehan mengucapkan selamat Natal. Padahal, kondisi sosial saat Nabi Muhammad SAW  hidup mengharuskannya mengeluarkan fatwa tentang hukum ucapan tersebut, mengingat Nabi dan para Sahabat hidup berdampingan dengan orang Yahudi dan Nasrani (Kristiani).

Karena itu, masalah ini masuk dalam kategori permasalahan ijtihadi. Maka yang terjadi, baik ulama yang mengharamkannya maupun membolehkannya, sama-sama hanya berpegangan pada generalitas (keumuman) ayat atau hadits yang mereka sinyalir terkait dengan hukum permasalahan ini.  Karenanya, mereka berbeda pendapat.

Selanjutnya: Alasan mengharamkan...

Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB