x

Jessica Mila berfoto bersama para pemain saat menghadiri pemutaran perdana film berjudul IMPERFECT: Karier, Cinta dan Timbangan di XXI Epicentrum, Jakarta 10 Desember 2019. Film tersebut diadaptasi dari buku karya Meira Anastasia yang kemudian digarap dan diarahkan oleh Ernest Prakasa sebagai sutradara. TEMPO/Nurdiansah

Iklan

Alwin Jalliyani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Januari 2020

Kamis, 2 Januari 2020 12:30 WIB

Perfectnya Film IMPERFECT

Ulasan singkat mengenai pengalaman menyaksikan film Imperfect karya Meira dan Ernest Prakasa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak film pertama Ernest Prakasa yaitu Ngenest (2015). Saya melihat potensi untuk berkembang. Setiap akhir tahun saya agendakan untuk mengapresiasi karyanya. Ada yang berbeda dengan film sebelumnya. Di film Imperfect Ernest berkolaborasi dengan Meira sang istri. Melahirkan sebuah mahakarya penutup 2019. 

Ernest dan Meira peka terhadap keresahan yang dirasakan banyak wanita belakangan ini. Mengenai Body Shaming dan Insecure. Hal ini muncul ketika secara tidak langsung media menetapkan standar kecantikan. Bahwa definisi cantik yaitu putih, tinggi, dan langsing. Menyebabkan para wanita berlomba mengejar tiga syarat menjadi cantik. Ada yang mengunjungi dokter kecantikan. Ada yang operasi untuk custom badan sesuai keinginan. Ada juga yang bergantung pada aneka skincare. Mereka berfokus dengan penampilan luar. Lupa membenahi dalam diri. Tidak sempat mensyukuri apa yang telah mereka miliki. Selaras dengan tagline film ini yaitu "Ubah insecure jadi bersyukur". 

Saya yakin riset yang mereka lakukan sangat serius. Terlihat dari cerita yang sangat relate dan dekat dengan penonton. Plot cerita dibuat sewajar mungkin. Tidak memberi kesempatan penonton untuk mempertanyakan. Ernest dan Meira sukses membuat penonton bilang "Ih, ini gue banget" dalam hati. Dialog yang diciptakan sangat pas. Tidak berlebihan, tidak pula kekurangan. Banyak kutipan-kutipan yang mengandung pesan. Namun, pesan tersebut dibalut dalam adegan yang ringan sehingga tidak menggurui. Secara umum alur dan plot ceritanya sangat baik. Membuat penonton larut dengan apa yang sedang mereka saksikan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Setiap aktor dan aktris di film ini menjalankan tugasnya dengan baik. Duet Reza Rahadian dan Jessica Mila membuat penonton terbawa perasaan. Reza sebagai Dika sukses mentransfer keceriaan, kesedihan, kekecewaan, dan kebahagiaan ke penonton. Jessica Mila yang rela menggemukan badan hingga 10 kg berhasil memerankan tokoh Rara dengan baik. Karakter Rara seolah melekat dengan dirinya. Sehingga keresahan Rara menjadi keresahan bersama. Pemeran pendukung lainnya sangat mendukung cerita. Mereka memaksimalkan sekecil apa pun peran yang diberikan. Termasuk keempat wanita yang kost di rumah Dika dan para preman rumah Dika. Mereka sukses menjadi bom tawa di film ini.

Dari segi teknis cinematografi, artistik, tata rias, dan tim produksi lain berhasil mendukung set dengan maksimal. Saya meyakini tim produksi film ini diisi oleh para professional di bidangnya. Tidak mengherankan mampu menciptakan situasi dan kondisi adegan dalam film seperti kejadian sehari-hari.

Terjadi peningkatan dari film-film Ernest sebelumnya. Kehadiran sang Istri mungkin menjadi pembeda. Film ini lebih relate dan meninggalkan kesan bagi yang menonton. Sepulang dari studio, penonton dibuat merenung dan menyadari bahwa mereka kurang bersyukur. Bahwa kita tidak perlu memikirkan perkataan orang lain, yang mereka sendiri tida memikirkannya. Bahwa tidak selamanya yang terlihat bahagia sebenarnya bahagia. Bahwa tidak perlu berubah untuk lebih dicintai. Karena level tertinggi dicintai adalah dicintai dengan segala ketidaksempurnaannya. 

Untuk film imperfect, saya memberi nilai 9/10. Good job Ernest dan Meira!

Ikuti tulisan menarik Alwin Jalliyani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini