x

Komisioner Pendidikan & Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (kedua kiri belakang) menerima pengaduan dari perwakilan Forum Lintas Paguyuban se Papua di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2019. ANTARA

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 13 Januari 2020 14:21 WIB

Rencana Wali Kota Depok Merazia LGBT Bertentangan dengan Aturan Ini

Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Beka Ulung Hapsara meminta Wali Kota Depok, Mohammad Idris, membatalkan kebijakannya yang akan melakukan razia terhadap aktivitas kaum lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT). Kata dia, hal itu merupakan tindakan sangat diskriminatif. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hingga kini belum diperoleh respon Idris. Jika rencana itu ditertuskan, muncul kekhawatiran hal itu bakal menjadi persekusi bagi mereka yang tegrolong LGBT. 

Bulan lalu Arus Pelangi --Organisasi yang berfokus pada pemenuhan hak-hak orang LGBTI-- merilis catan mereka atas berbagai persekusi yang dialami LGBT 12 tahun terakhir. Catatan itu diberi judul Catatan Kelam 12 Tahun Persekusi LGBT di Indonesia

Dalam catatan yang dimut dalam Tempo.co itu, ada 1.850 korban persekusi yang terjadi dalam 172 peristiwa selama 2006-2018. Persekusi itu terutama muncul dalam bentuk ujaran yang mengarah pada kebencian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Patut diduga penyebab diskriminasi yang meluas dan sistemik tersebut disebabkan masifnya ujaran kebencian yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, aparat penegak hukum, eksekutif, dan legislatif," kata Riska Carolina, peneliti dan penulis Catatan Kelam: 12 Tahun Persekusi LGBTI di Indonesia kepada Tempo, Senin 23 September 2019.

Riska mengatakan rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP berpotensi membuat celah lebih besar terjadinya persekusi. Buktinya, kata dia, pada pasal pencabulan sesuai draft versi 15 September 2019 menyebutkan pencabulan yang dilakukan dengan kekerasan/ancaman kekerasan, di depan umum, maupun pornografi oleh sesama jenis dipidana sampai dengan 9 tahun penjara.

Pasal yang mengatur tentang pencabulan ini, kata Riska, menunjukkan negara secara langsung menstigmatisasi LGBTI sebagai orang cabul dan pantas untuk dipidana. "Penyebutan secara spesifik 'sama jenisnya' merupakan bentuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas seksual yang semakin rentan untuk dikriminalisasi orientasi seksual dan identitas gendernya."

Selain itu, keterkaitan pasal pencabulan sesama jenis dengan pasal living law di RKUHP akan memperparah diskriminasi terhadap LGBTI secara sistemik. Pasal living law dalam RKUHP membuka keran dibuatnya peraturan daerah, terutama perda diskriminatif terhadap LGBTI. Mengutip data Komnas Perempuan, sampai dengan 2017 terdapat sebanyak 421 perda diskriminatif.

 

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler