x

Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok terlihat dari ketinggian, Jakarta, Kamis (21/2). TEMPO/Tony Hartawan

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 28 Februari 2020 17:14 WIB

Hayoo, Indonesia Negara Maju atau Berkembang?

Sebagian orang mungkin hidungnya 'nyepor' begitu mendengar kabar bahwa Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Indonesia dari daftar 'negara berkembang' dan memasukkannya ke dalam kategori 'negara maju'. Tapi benarkah Indonesia sudah maju dan apa tolok ukurnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Sebagian orang mungkin hidungnya 'nyepor' begitu mendengar kabar bahwa Amerika Serikat (AS) mengeluarkan Indonesia dari daftar 'negara berkembang' dan memasukkannya ke dalam kategori 'negara maju'. Betapa tidak 'nyepor', bukankah ini semacam pengakuan bahwa Indonesia sudah beberapa langkah lebih maju ketimbang masa-masa sebelumnya? Lagi pula, Indonesia sudah menjadi anggota G-20 yang mayoritas negara-negara maju.

Tapi benarkah Indonesia sudah maju dan apa tolok ukurnya? Lalu, apakah AS benar-benar tulus mengakui bahwa Indonesia sudah naik kelas ataukah ini akal-akalan karena ada udang di balik batu? Sebagian ekonom dan ahli hubungan luar negeri mengingatkan agar pemerintah Indonesia berhati-hati terhadap sebutan bernada 'pujian' semacam itu, yang terlihat seperti memberi madu tapi sesungguhnya memberi racun. Jangan-jangan ini hanya soal dagang, dan tampaknya memang seperti itu.

Bila diperhatikan, definisi 'negara maju' yang dipakai US Trade Representative berbeda dengan definisi versi Bank Dunia. US Trade Representative memakai ukuran kontribusi ekspor Indonesia terhadap global sudah melebihi 0,5 persen dan rata-rata pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 persen, yang dianggap tinggi walaupun menurut seorang ekonom masih relatif rendah untuk negara sebesar Indonesia (bukan kufur nikmat, loh). Dengan kriteria itu, Indonesia memang dapat disebut 'negara maju' versi US Trade Representative.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tidak punya kriteria mengenai negara maju dan negara berkembang. Penetapan maju atau berkembang diserahkan pada anggapan negara terhadap negara lain, contohnya AS terhadap Indonesia. Jadi konteksnya lebih pada relasi perdagangan. Sementara itu, Bank Dunia memiliki kriteri tertentu yang disepakati bersama, walaupun tetapi dari sudut pandang ekonomi semata. Salah satunya, negara disebut maju jika pendapatan nasional bruto di atas 12.235 dolar AS per kapita. Dengan satu kriteria ini saja, Indonesia belum dapat disebut negara maju sebab pendapatan nasional brutonya baru sebesar 3.840 dolar per kapita.

Jadi, alih-alih merupakan pengakuan tentang kemajuan sebuah negara--yang secara definisi niscaya menimbulkan perdebatan, dikeluarkannya Indonesia dari daftar negara berkembang ini lebih didasari oleh pertimbangan dagang. Pengakuan sebagai negara maju' menjadikan produk Indonesia yang masuk ke AS berpotensi terkena tarif masuk yang lebih tinggi dari sekarang. Fasilitas dan kemudahan mungkin juga berpotensi dicabut. AS mungkin tengah berusaha menekan defisit perdagangan dengan RI dengan cara menaikkan 'kelas' Indonesia. Inilah udangnya.

Repotnya, negara-negara maju lainnya bisa saja mengikuti langkah AS dan ini berpotensi menekan ekspor Indonesia. Tarif masuk yang meningkat berpotensi menurunkan daya saing produk Indonesia dibandingkan negara lain. Jika ekspor tertekan, ekonomi dalam negeri kita juga ikut tertekan. Jadi apa tujuan sesungguhnya pihak AS dengan melabeli Indonesia sebagai 'negara maju'?

Menghadapi langkah AS seperti itu, bagaimana sikap Indonesia? Belum jelas benar seperti apa sikap pemerintah Indonesia: senang dengan sebutan negara maju atau cermat mempelajari situasi dan dampaknya dalam jangka panjang. Sebagian ekonom menyarankan agar pemerintah mendeklarasikan diri sebagai tetap negara berkembang sebagaimana langkah ini dilakukan oleh sejumlah negara seperti Armenia, Montenegro, dan Ukraina agar tarif dan fasilitas khusus masih dapat dinikmati Indonesia, walaupun sebenarnya keputusan tentang perlakuan khusus itu dalam prakteknya tidak serta merta diberikan kendati sebuah negara mendeklarasikan diri sebagai negara berkembang. Tetap saja bergantung kepada negara pemberi fasilitas, mau atau tidak ngasih?

Apakah sebutan negara maju atau berkembang versi AS tersebut dilematis amat untuk disikapi? Rasanya sih tidak, selama pertimbangan ekonomi dan kepercayaan diri bakal mampu menaikkan daya saing yang jadi ukuran. Beda ceritanya bila saran ekonom itu tidak diikuti semata-mata karena alasan gengsi, masak sudah disebut sebagai negara maju kok malah mengaku-aku negara berkembang agar dapat diskon tarif masuk. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

18 jam lalu

Terpopuler