Rasanya sudah lama untuk tidak menulis di blog ini. Ketika saya menulis blog ini, saya malah sudah terdisgnosa penyakit yang bisa dibilang “mematikan” dan “menakutkan” atau yang biasa kita tau yaitu KANKER.
Sejak saya terdiagnosa saya sempat menghilang dari media sosial bahkan pertanyaan2 dari orang2 terdekat seperti:
“ke mana aja lo?”
“pindah kampus ya?”
“pindah jurusan ya?”
“ikutan sbm lagi?”
“ikut simak lagi ya?”
“kok ga ada kabar?”
dan yang paling parah katakata, “jangan bolos terus kuliah!”.
Sedih rasanya ketika saya mendapati kata-kata “jangan bolos” padahal saya sendiri saat itu sedang berjuang melawan takdir antara hidup dan mati tapi malahan saya dibilang bolos. Haha tapi bukan masalah karena itu memang konsekuensi saya karena tidak jujur dengan mereka dari awal.
Tahun 2017 saya terdiagnosa kanker kelenjar getah bening (Lymphoma) stadium 4b. Sudah tiga tahun lamanya tapi sampai sekarang saya belum bisa terang-terangan sharing di media sosial kalau saya terkena kanker. Tapi gatau deh kalo teman2 saya pada sadar hal ini apa tidak. Ngomong-ngomong limfomanya jenisnya apa? Jawabannya: Non-hodgkin dan Hodgkin Lymphoma.
Hah? Jenisnya kok dua? Kok bisa? Hehehe tentu bisa! Saya terdiagnosa tidak sekaligus sih tapi lebih ke “relaps”.
***
Hari2 setelah terdiagnosa sungguh berat bgt buat saya, seakan saya harus bener2 berjuang untuk hidup. Saya sudah melalui masa-masa hidup saya diambang kematian, misalkan saja seperti:
✔Terdiagnosa satu kanker dua jenis
✔Puluhan terapi2 dgn efek yg "luar biasa",
✔Bbrp kali operasi besar dan kecil,
✔1,5th demam ga berenti2 dg suhu >39' (demam sehari aja rasanya ga enak dan ga nyaman. Apalagi ini?)
✔Bbrp bulan lumpuh,
✔Gagal napas. Stengah tahun gabisa hidup tanpa oksigen krn jantung dan paru2 kerendam cairan berliter2 (you can imagine saya napasnya gmn??)
✔Operasi cairan di jantung,
✔Tiap hari pasti ada aja yg kesakitan yg luar biasa dan hrs gunain ‘drug’ penghilang nyeri
✔Gabisa tidur krn saking ga nyaman dg kondisi
✔Bbrp bulan gue tidurnya duduk saking sesaknya,
✔Dinyatakan kritis
daaaannn lain2 yang gak bisa di deskripsikan dengan kata-kata lagi.
Emang ciri-ciri kena Lymphoma gimana sih?
Monster Jahat!: Awal Mula Monster Itu Datang
Awal mula monster itu mulai menggoroti saya adalah ketika saya sedang asyik-asyiknya menyimak dosen saya mengajar. Ketika itu saya tidak sengaja memegang leher saya, namun
“Kok ada yang aneh ya? Kenapa di leher kiri gue kayak ada benjolan?”
Dari situ saya biasa aja mungkin cuma bengkak, tapi saya tetap bilang ke orang tua saya dan respon mereka cuma, “paling kecapean”.
***
Hari-hari pun berlalu, orang tua saya lama-lama cemas juga dengan benjolan itu dan akhirnya diputuskan ke rumah sakit yang dekat dengan kampus dan juga dengan rumah. Kebetulan saya juga memakai BPJS yang di mana rumah sakitnya harus sesuai dengan domisili rumah.
Saya dan mama saya langsung bergegas ke penyakit dalam, dari penyakit dalam di rujuk ke bedah untuk dilakukan biopsi agar mengetahui benjolan tersebut ganas atau jinak.
***
Saya dan mama langsung mengurus ruangan kamar untuk nanti biopsi dan untuk pertma kalinya saya melakukan operasi walaupun hanya operasi kecil.
Singkat cerita, beberapa hari kemudian sudah langsung bisa dilakukan biopsi, dan menunggu 10 hari dengan kecemasan menunggu hasil biopsi.
Hari H pun tiba...
Hasil dari biopsi yang dilakukan ternyata hanya
“Non spesifik dan tidak ada tanda-tanda keganasan” dari situ saya dan orang tua saya sangat lega. Namun, setelah di baca oleh dokter beliau pun juga kebingungan dengan kata-kata “non spesifik” dan dari situ dilakukan lah observasi yang dilakukan berbulan-bulan untuk melihat perkembangan tumor saya.
***
Kebetulan selama menunggu obeservasi saya tidak sempat kontrol ke rumah sakit dikarenakan saya sangat super sibuk dengan kuliah, keanggotaan organisasi dan juga kepanitiaan. Saya selalu pulang malam untuk mengerjakan tugas kuliah dengan deadline yang cukup mepet, belum lagi rapat organisasi dan kepanitiaan. Makan pun asala-asalan.
Eits.. kenapa benjolannya semakin hari semakin ada dan membesar ya?
Waktu itu emang gak kepikiran akan penyakit yang sangat serius atau gimana. Cuma kok makin hari banyak ciri-ciri penyakit yang gak lazim menimpa saya ini,
Misalkan saja demam tinggi lebih dari beberapa minggu, lalu tulang saya pada sakit sekali dan dada saya mulai agak sedikit ga enak.
Paling parahnya lagi ketika pas banget saya menyelesaikan tugas terakhir saya untuk semester baru, saya benar-benar tumbang.
***
Demam saya tinggi sekali dari malam sampai ketemu malam lagi ga berhenti-berhenti dan paling parah lagi tulang saya benar2 sakit sekali sampai2 saya gabisa duduk lama2 dan harus tiduran aja posisinya.
Pokoknya makin gak lazim deh.
Sejak saat itu saya dan orang tua saya bergegas ke beberapa rumah sakit tapi yang saya dapati malah kekecewaan karena tanpa data, dokter tersebut memvonis saya kanker.
Jahat memang.
Saya langsung ke RS lain karena kecewa dengan dokter tsb. Namun, lagi2 saya harus mengantri lama dan cuma dikasih obat penurun panas tanpa ditindak. Padahal waktu sudah tengah malam sekali. Sampai rumah saya istirahat tapi gabisa karena panas saya tinggi sekali sampai 39’c. Mau tidur rasanya gak nyaman banget, karena badan saya kayak kebakar. Super panas!
Monster Jahat!: Berobat ke Orang Salah
Keluarga saya yang dari Bandung sangat panik sekali. Eyang saya telepon-telepon menanyakan kabar saya, lalu keluarga saya yang di Bandung mengabari bahwa ada pengobatan yang sangat mutakhir. Malam itu juga saya dan orang tua saya bergegas ke Bandung.
***
Tiba di Bandung, besoknya saya dijemput sama salah seorang teman eyang saya yang kebetulan beliau sesang berobat disitu karena katanya ia berhenti kemoterapi karena efek kemoterapi yang menurut ia sangat berat dan biayanya yang juga mahal sekali, makanya ia berhenti kemoterapi dan lebih melanjutkan ke "orang bisa".
Selama diperjalanan saya benar-benar gakuat duduk dan pengen tiduran aja rasanya, makanya kata-kata yang dibicarakan beliau saya sangat menghiraukannya.
Namun, ada kata2 yang saya tangkap dari perkataan beliau bahwa “kemoterapi itu sangat tidak enak”.
Sebenarnya pas disitu saya ga peduli dengan kata2 beliau. Toh, saya aja gatau saya sakit apa.
***
Lalu tiba sampai di tempat "orang bisa"nya saya benar-benar disambut dengan baik dan sangat membuat saya nyaman. Kata-katanya membuat saya percaya diri, dia bilang kalo saya itu bukan “kanker kelenjar getah bening” dia sangat meyakinkan itu. Dia juga mengklaim kalau ia ahli penyakit getah bening dan sedang melanjutkan thesis tentang getah bening. Ia pun mengaku bahwa ia seorang dokter disalah satu rumah sakit.
Anehnya, saya selalu semangat dan menunggu-nunggu waktunya untuk berobat ke tempat itu. Misalkan saja kalau di rumah, saya selalu merasa kesakitan atau mengeluh apa aja yang di rasa pasti buat saya ga naman. Tapi, kalau ke tempat itu rasanya saya sangat fit, sehat, semangat sekali dan seolah ga ada yang terjadi sebelumnya.
Istilahnya saya seperti terhipnotis oleh "orang bisa" tersebut. Herannya, setiap saya berobat ke sana saya selalu disuntikin sesuatu yang katanya untuk menguatkan tubuh saya. Entahlah, apa itu… Ia juga suka membekali saya obat-obatan herbal yang katanya dari China sehingga obatnya juga mahal sekali. Dan yang paling ajibnya ia mampu membuat saya bisa duduk lama dan rasa sakit ditulang saya menghilang! Ajaib! Saya makin percaya aja dengan pengobatan itu tanpa medis lagi.
***
Hari-hari berlalu saya berobat ke "orang bisa" tersebut, dia mengatakan kalau saya harus secepatnya di “bom” dan lagi-lagi obatnya sangat mahal dan didatangkan dari China. Yaaa, mau gimana lagi demi kesembuhan akhirnya dibayarlah langsung untuk pengobatan tersebut agar saya cepat-cepat disembuhkan.
Hari yang ditunggu pun tiba, saya diberikan ramuan-ramuan untuk di-“bom” agar semua benjolan yang ada menghilang. Sebelumnya dibacakan doa, (eh tunggu.. dibacain doa atau dibacakan jampe2 yaa..?) Lalu saya meminumnya dan obat itu sangaaattt pahit sekaliii.
Lalu hasilnya bagaimana? Apakah saya langsung sembuh???
OH TENTUNYA TIDAK SAMA SEKALI.
MALAHAN dada saya tiba-tiba sakit sekali dan mulai sesak. Sejak sesak itu saya sangat sulit sekali minum obat-obat. Demam saya juga ga kunjung sembuh. "Orang bisa" itu bilang katanya benjolan atau cairannya sengaja diturunkan(????). Oh iya, parameter ia untuk tahu bahwa benjolan saya mengecil atau tidaknya yaitu dengan cuma di SENTER.
(Keadaan mulai sesak dan memakai oksigen rutin di rumah).
Jadi, selama beberapa bulan saya berobat dengan orang itu hasilnya benar-benar tidak maksimal. Malahan demam saya tak kunjung sembuh dan setiap saya demam dia menyarankan saya hanya untuk minum teh manis saja bukan dengan obat penurun panas. Saya juga dipantang untuk tidak boleh makan ini itu sampai saya pucet dan lemas sekali. Dia juga tidak menyarankan saya untuk ke rumah sakit dan di transfusi darah. Dia malah menakut-nakutii saya kalau ke medis.
***
Puncaknya adalah ketika demam saya tinggi sekali dan tidak kunjung sembuh dari kemarin-kemarin, lalu orang tua saya panik dan telpon ke "orang bisa" tersebut tapi tidak diangkat-angkat dan sadisnya ia tidak menelepon balik. Benar-benar tidak ada itikad baik untuk menyembuhkan saya!
Karena panik, akhirnya tante saya yang kebetulan berkerja di dinas kesehatan menyarankan saya untuk ke klinik dulu diperiksa oleh dokter ahli di salah satu RS di Bandung. Pada malam itu juga secara “urgent” saya dirujuk ke RSUP di Bandung dan harus dirawat.
Saya menangis… Benar2 menangis sepanjang jalan karena apa yang saya hindarkan untuk dirawat di RS harus dilakukan. Sepulang dari situ mama saya menyiapkan segalanya untuk ke IGD.
Monster Jahat!: Awal Mula Perjuangan Melawan Kanker
Sesampai di IGD saya benar-benar takut karena kebanyakan pasien di sana kondisinya sangat memprihatinkan. Suara rintihan kesakitan, orang yang berdarah, orang yang menangis. Ukhh, pokoknya ga banget deh, seremm.
Lalu, saya tiba di kamar rawat inap dan kebesokannya saya mendapati pasien yang satu kantong berisi darah belum lagi melihat kondisi pasien-pasien lainnya yang sangat membuat saya takut. Lalu jeritan-jeritan pasien yang kesakitan kalau malam. Benar-benar keadaan yang membuat tidak nyaman sekali di RS.
***
Dokter bolak balik memvisit saya untuk memeriksa kondisi saya, pada saat itu kondisi saya sedang di transfusi karena semakin hari HB saya turun belum lagi leukosit saya sangat tinggi, suka demam dan sesak.
Dada saya juga sempat di rontgen dan apa yang membuat saya sesak selama ini. Keluarga saya malah dengan keadaan sedih dan sempatik menutup-nutupi dari saya. Saya bingung sebenarnya saya ini kenapa. Ternyata dari hasil tersebut ada tumor di mediastinum saya yang notabene harus dicari tau penyebabnya.
Selama saya menginap di RS kata-kata yang sering terdengar dari dokter kalau sedang memeriksa saya adalah kalau saya mengarah ke penyakit yang bernama “Limfoma”.
Hah apasih limfoma itu?
Kebetulan saya anaknya suka banget cari tau sesuatu yang saya gak tau, pas saya browsing tertera bahwa itu adalah, “kanker ganas kelenjar getah bening”
LEMAS SAYA BENAR2 LEMAS MENGETAHUI HAL ITU.
***
Untungnya, saya selalu mencoba berpikiran positif kalau penyakit saya bukan kanker selama belum dinyatakan berdasarkan hasil data yang akurat. Walaupun memang ciri-cirinya mengarah kearah situ sih. Dokter juga ingin melakukan biopsi tapi keadaan saya tidak memungkinkan karena saya sangat sesak sekali.
Akhirnya dokter memutuskan untuk melakukan TTNB semacam pengambilan sampel cairan dibagian dada saya karena dari hasil rontgen di mediastinum saya terdapat tumor.
***
Tak terasa sudah dua minggu saya di rawat di RS dan pada saat itu saya melakukan tindakan TTNB dan sudah bisa langsung pulang ke rumah pada saat itu juga sembari menunggu hasil TTNB. Senang sekali rasanyaa!
***
Hasil yang ditunggu-tunggu pun keluar..
Ya, hasil TTNB saya sudah keluar dan hasilnya ialah….. “TIDAK SIGNIFIKAN DAN TIDAK DITEMUKAN TUMOR GANAS”.
Di situ saya bingung harus senang atau sedih mendengarnya. Senang karena tulisannya “bukan tumor ganas” tapi disisi lain saya sedih karena gak tau penyakit saya itu apa dan obatnya apa. Parahnya lagi-lagi dokter menyuruh saya untuk diambil sampel lagi yaitu dengan operasi kecil ambil jaringan (biopsi).
***
Hari-hari terlewatkan, sampai akhirnya kondisi saya sangat buruk. Tumor saya semakin membesar, napas saya semakin ngos-ngosan sesak sekali lalu badan saya semakin kurus. Akhirnya sambil menunggu jadwal medis saya bersilaturahmi ke tempat orang yang tahu ilmu akan penyakit (bukan pengobatan alternatif hanya orang yang memiliki ilmu tinggi). Ketika ia memegang dada saya beliau bilang kalau saya sekarang dalam keadaan kritis.
Maksudnya adalah jantung saya sudah kerendam cairan dan harus segera ke medis untuk diambil cairannya, karena kalau tidak saya akan semakin sesak dan tidak bisa napas.
Tanpa berpikir panjang saya dan orang tua saya pergi ke rumah sakit, sepanjang perjalanan di mobil saya menggunakan oksigen karena benar-benar sesak. Sesampainya di RS kami ke bagian bedah onkologi untuk dilakukan biopsi. Tanpa berpikir panjang akhirnya kami dibuatkan untuk jadwal biopsi.
Sesampainya saya di tempat bagian bedah onkologi lagi saya bertanya ke dokter, “Kira-kira kalau di biopsi dengan keadaan kayak ini bakal meginap di RS ga dok?” dokter bilang, “Ga kok sehari bisa langsung pulang bahkan pada hari itu pun bisa pulang. Paling lambat tiga hari”
DARI KATA-KATA 3 HARI MENJADI 33 HARI SAYA DI RS DAN PERJUANGAN SAYA BENAR-BENAR MULAI DI SINI.
Monster Jahat!: Perjuangan Melawan Maut Part I
Akhirnya sampai juga dibagian kamar khusus pasien bedah onkologi. Saya melihat keseliling saya dan kebetulan karena saya masuk ansuransi kelas satu yang isi pasiennya itu empat orang dan belum lagi kamar mandinya sangat jauh dari kamar inap saya. Kebetulan saya sedang sesak-sesaknya untuk ke kamar mandi. Bagi saya dengan jarak segitu sangat jauh dan sangat ngos-ngosan sehingga setiap jalan menuju/balik ke kamar mandi saya harus istirahat jongkok/duduk ditengah-tengah jalan tersebut.
***
Keesokan harinya saya pikir saya sudah bisa biopsi taunya TIDAK. Tidak seinstan itu ternyata. Ketika hasil darah saya keluar hasilnya sangat anjlok sekali. HB rendah, leukosit tinggi, trombosit tinggi, albumin rendah jadi saya harus transfusi sana sini.
Sesudah transfusi pun saya belum boleh untuk biopsi karena jadwal yang bentrok dengan pasien lainnya ditambah kondisi saya juga sangat masih buruk sehingga dokter pun tidak berani ambil risiko walaupun hanya biopsi.
***
Ketika saya sedang bersantai-santai di kasur datanglah para dokter jantung dan membawa alat echo. Alat echo semacam alat USG khusus untuk jantung, dan setelah diperiksa ternyata di jantung saya didapati penuh dengan cairan banyak sekali dan hari itupun SECARA MENDADAK saya langsung dibawa ke Cardiac Center tempat untuk sito pengambilan cairan jantung. Saya benar2 kaget karena itu sangat mendadak sekali. Sambil on the way ke tempat itu saya tanya ke dokter jantung, “Dok, saya bakal diapain?” dokter itu bilang “Diambil cairan jantung aja kok pakai suntikan panjang. Udah pernah belum?”.
OH SAYA PIKIR RASANYA KAYAK WAKTU TTNB TAUNYA… AMAT MENYERAMKAN.
***
Sesampai di Cardiac Center tempatnya sangat sepi sekali di luar dan gelap. Kedua orang tua saya mengikuti dibelakang. Saya sangat takut APALAGI KETIKA SAYA MASUK KE RUANGANNYA. Ruangannya benar2 sangat dingin sekaliiii karena pakai AC sentral dan alat monitor jantung yang sangat besar dan bersuara besar membuat saya ketakutan.
Orang tua saya harus menunggu diluar sedangkan saya sendirian di ruang itu hanya ditemani para dokter yang akan melakukan tindakan. Para dokter sudah bersiap2 mengeluarkan alat-alat dan memakai baju bedah.
Wah, saya mau diapain????
***
Saat itu kondisi saya benar-benar pucat dan dalam keadaan sedang demam. Ditambah lagi saya disuruh tiduran berbaring oleh dokter, padahal saya benar-benar sesak dan tidak bisa tidur berbaring.
Hanya hitungan beberapa detik saja saya sudah duduk lagi karena gak sanggup untuk tiduran berbaring. Tetapi para dokter itu memaksa saya untuk tiduran berbaring walaupun sudah dikasih bantal tetap saja saya benar-benar sesak.
***
Akhirnya, saya mencoba memaksakan diri saya untuk benar-benar bertahan tiduran dengan berbaring namun apadaya ketika sedang dilakukan tindakan pengambilan cairan tiba-tiba saya benar-benar gak bisa napas sama sekali seolah pikiran saya bahwa hari itu adalah hari terakhir saya hidup.
Saya benar-benar fokus mencari malaikat dengan jubah berwarna hitam atau putih. Pikiran saya sudah tidak fokus dengan tindakan tersebut dan akhirnya saya teriak “DOOKKK! SAYA BENAR2 GA TAHAN TOLONG HENTIKAN!!!” “TOLONG BERHENTI DOKKK SUDAH!!!”
Dokter langsung menghentikan dan memberikan saya waktu untuk istirahat. Saya benar-benar ketakutan dan meminta untuk petugas di sana untuk keluarkan saya dari tempat itu dan bertemu dengan kedua orang tua saya dan disamping itu saya juga tidak tahan untuk buang air besar dan kecil saking stressnya.
Akhirnya saya dibawa keluar dengan kursi roda keluar dan petugas mencopot semua alat monitor ditubuh saya. Langsung saya dibawa keluar ruangan dan dari jarak jauh saya melihat kedua orang tua saya sedang menunggu dengan cemas lalu saya sampaerin mama saya sambil napas ala kadarnya.
Mama saya kaget sekali melihat kondisi pada saat itu, lalu saya bilang ke mama saya sambil napas tersedak-sedak “Maa gakuat.. Dinda bener-benar gakuat” mama saya hanya bisa menangis dan menguatkan saya. Di samping itu papa saya sangat marah kepada dokter kenapa kondisi saya parah sekali keluar dari ruangan itu dan bertanya sama dokter dengan emosi, “Dokter apain anak saya?! Kenapa banyak darah di bajunya?!”
Dokter tersebut menjawab, “Bapak siapanya? Itu bukan darah tapi betadine” Papa saya kembali menjawab “Saya orang tuanya!”.
Di situ dokter menjelaskan apa yang terjadi, akhirnya papa dan mama saya memberikan semangat sama saya agar tetap melanjutkan tindakan. Tapi saya menolak dan tidak mau!
Tapi orang tua saya tetap menenangkan saya dan membuat pengertian kepada saya sampai akhirnya saya mau masuk ruangan lagi untuk melanjutkan tindakan.
***
Sesampainya saya di ruangan yang tadi, saya langsung dipasangkan alat-alat monitor di jantung saya yang sempat tadi dibuka. Dokter membiarkan saya istirahat dengan kondisi pakaian setengah terbuka ditambah lagi saya kedinginan. Di ruangan itu saya benar-benar sendirian karena sebagian dokter ada yang istirahat sehingga keluar ruangan dan ruangan itu dibatasi oleh kaca.
Di ruangan itu saya duduk bengong sendirian dan teriak tapi seperti ga ada suaranya saking lemasnya, “Papa.. Mama sini temenin aku..” berkali-kali seperti itu tapi suara saya benar-benar sangat lemah.
Hampir satu jam lebih saya di diamkan seperti itu saya pengen cepat-cepat ditindak tapi takut, tapi kalo ga mulai-mulai penindakan saya akan lama di ruangan itu. Saya udah sangat ga nyaman berada di ruangan itu, pengen keluar dari sana!
***
Penindakan pun dilanjutkan dan saya disuruh tiduran terbaring. Saya benar nggak bisa! Hitungan beberapa detik aja saya sudah mau duduk aja. Berkali-kali ketika mau ditindak saya terbangun dan duduk karena ga mampu untuk bernapas lega. Dokter menghitung berapa detik saya mampu untuk berbaring dan ternyata dalam hitungan, “1..2..3.4..” saya sudah terbangun duduk. Kata dokternya “Sudah, sudah gagal. Bagaimana ini mau ditindak cuma bisa tiduran 4 detik aja”. Fix. Saya pun gagal untuk ditindak, akhirnya dari jantung dialihkan ke bedah thorax.
***
LEGA! Saya benar-benar lega akhirnya bisa keluar dari ruangan yang mencengkam itu dan bisa kembali ke ruangan biasa. Tak terasa ternyata saya sudah buang air besar dan kecil di popok karena saking stresnya. Selama tindakan tersebut itu membutuhkan waktu yang sangat lama karena keluar dari ruangan tersebut menujukkan waktu sudah malam dan ruangan sudah mulai sepi. Sampai-sam[ai tetangga penunggu pasien di samping tempat saya nanya keadaan saya sama papa saya, “Bagaimana pak tadi?” Papa saya bilang, “Belum nih, tadi gagal tindakannya”. Sedangkan saya ke kasur dengan muka ketakutan dan trauma yang teramat, saya bilang ke ortu saya, “Ma, Pa Dinda gamau ditindak lagi kayak tadi. Takut”. Ortu saya mengiyakan sangat mengerti dengan kondisi tadi.
***
Tidak lama saya mengatakan hal itu, tiba-tiba datanglah seorang dokter wanita, dan berkata, “Orang tuanya Adinda? Bisa bicara dengan saya di luar?” Akhirnya papa saya mengikuti dokter tersebut keluar untuk bicara sedangkan mama saya menyusul karena harus masih menenangkan saya dulu. Saya pun sudah menunggu lumayan lama, dan bertanya-tanya kenapa papa dan mama saya lama sekali.
Entah bagimana yang terjadi, kalian tau apa yang disampaikan dokter tersebut kepada orang tua saya? Ya, dia menyuruh saya untuk melakukan tindakan lagi pada saat itu juga dan pada malam itu juga.
GILA bener2 GILA! Padahal itu sudah larut malam sekali. Tentunya orang tua saya sangat tidak setuju dan marah. Papa saya sempat beradu mulut dengan dokter tersebut karena papa saya sangat mengetahui kondisi saya sebelumnya dilanda ketakutan dan trauma yang teramat. Papa saya akhirnya melontarkan pertanyaan kepada dokter itu, “Dok, coba dokter buka jas dokter dan kita bicara secara individu. Kalau dokter jadi di posisi saya, saya harus gimana? Anak saya tadi sangat ketakutan dan trauma lho..”
Yap, ada percecokan antara papa saya dan dokter tersebut. Papa saya akhirnya harus mentandatangani surat penolakan penindakan.
Monster Jahat!: Perjuangan Melawan Maut Part II
Huuuu... agak bernapas legas saya pada malam itu karena gajadi tindak malam2.
Eitttss…
Tapi tidak sampai situ aja.. Kebesokan harinya, lebih tepat paginya datanglah segerombolan para dokter bedah thorax dengan satu dokter ahli. Padahal di situ saya sedang mau santai. Dokter itu bilang, “Coba yuk tiduran terlentang...” Saya bilang kalau saya tidak bisa. Tapi, dokter tersebut meyakinkan saya kalau saya bisa. “Ah bisa kamu bisa”
Trus kalo bisa saya mau diapain lagi nih???
Ternyata pada siang itu juga saya harus dioperasi besar pengambilan cairan jantung yang sempat gagal kemarinnya, atau bahasa medisnya “Pericardial Window Surgery”. Hah apatuh?? Jadi, di dekat jantung saya itu dipasang selang untuk bisa disedot cairannya dan diukur/di monitor secara rutin berapa banyak cairan yang keluar.
***
PASRAH.. itulah yang ada dibenak pikiran saya. Lagi.. lagi saya harus berpakaian hijau operasi dan dipasang alat monitor jantung dengan alat yang besar bersuara yang sangat terngiang di kuping. Lebih parahnya lagi operasi cairan jantung ini menggunakan bius lokal dimana kita itu tersadar.
***
Ok. Operasi dimulai. Dada saya di USG dulu untuk mengetahui letak cairan, lalu di suntik bius lokal, lalu dibelek dann.. JOS! Itu yang saya rasakan. Merasakan isi dada saya disentuh-sentuh sangaaat merinding. Tapi anehnya, pada saat operasi besar yang dilakukan oleh bedak thorax jiwa saya sangat tenang sekali, padahal itu operasi besar.
Beda dengan pengambilan cairan yang dilakukan oleh dokter jantung yang hanya menggunakan jarum panjang bukan disayat. Malahan ketika operasi berlangsung saya sempat2nya sambil bernyanyi potong bebek angsa saking gamau stressnya. Dokternya pun juga ikut bernyanyi hahaha. Pokoknya kondisinya sangat berbeda sekali dengan kemarin tindakan di ruangan jantung.
Tak terasa sudah dua jaman lebih saya ditindak dan alhamdulillah operasi berjalan dengan lancar, walaupun saya tadi sempat sesak juga dan pendarahan. Selesai dari operasi itu, ada yang tidak biasa di dekat jantung saya. Ya, di dada saya dekat jantung dipasang alat untuk menyedot cairan di jantung. Sungguh sangat tidak enak karena saya melakukan aktivitas sementara harus benar2 di kasur saja.
***
Setelah itu saya langsung dipindahkan ke ruangan pemulihan melihat muka tegang orang tua saya yang akhirnya lega.
Sekitar setengah jam di ruang pemulihan akhirnya saya dijemput oleh perawat dari ruangan operasi tadi ke ruangan biasa. Ketika beberapa menit di ruangan dokter datang untuk mengecek kondisi saya dan dokter tersebut mengatakan bahwa ternyata cairan yang tadi didapat sudah ada sekitar dua liter (kira-kira sebotol aqua besar) cairan dari jantung saya dan masih ada sisanya lagi.
WOW sangat terkejut bukan main. Betapa banyaknya cairan itu.
***
Sudah tiga hari dada saya dipakaikan selang, dokter sih sempat janji akan melepasnya. Wah saya sangat senang sekali pada saat itu, karena saya sudah mulai bosan beraktivitas hanya di kasur gabisa ngapa-ngapain.
Sayangnya, semua tidak se-instan itu. Selang dapat dilepas pada hari itu asalkan hasil echo jantung saya bagus, minimal cairan yang ada di jantung saya berkurang secara signifikan dan lagi lagi apadaya. Dokter ahli yang memeriksa jantung saya tidak berani untuk melepas selang yang ada di dada saya. Yang tadinya saya sudah semangat langsung luntur menjadi lemas lagi, huhu.
***
Setiap hari cairan jantung saya di monitor oleh dokter-dokter. Berapa cc cairan yang keluar dari selang, tapi lagi lagi nih cairan yang ada diselang saya malah macet ga keluar. Dokter udah melakukan spoolingsemacam untuk memancing agar cairannya lancar keluarnya tapi itu tidak terlalu berhasil. Alhasil harus kayak semacam di repair lah buat dilonggarin dan dijahit agar tidak macet-macet amat. Proses repair tersebut rencananya akan dilakukan pas biopsi dilakukan.
***
[Hah? Biopsi? Padahalkan rencana awal masuk ruangan tersebut untuk dibiopsi, kenapa harus repot-repot urus jantung segala baru biopsi? Hahahaha saya termasuk orang yang kategori untuk dapat diagnosis aja prosesnya lama sekali, gak instan kayak orang-orang yang di mana biopsi sehari boleh pulang ke rumah-dapat hasil-ditindak.
Tapi tidak begitu dengan saya].
***
Hari biopsi yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga! HUU.. Hal paling inti kenapa saya di rawat.
Setelah janji dokter yang katanya biopsi saya hanya sehari paling lama tiga hari akhirnya datang di hari ke… gatau deh lupa ckck saking udah lama rawat inap. Sebelumnya dokter yang akan membiopsi saya datang untuk memastikan lagi tumor saya yang akan di ambil jaringannya dengan cara ditandai oleh spidol. Bahkan malam sebelum dibiopsi saya benar-benar gabisa tidur. Entah saya yang stress atau takut ya? Karena saya di biopsi juga hanya memakai bius lokal lagi yang di mana saya sadar.
Perawat masuk ke ruangan saya untuk menjemput ke ruangan operasi. Seperti biasa karena demam saya yang ga berhenti2 sejak awal sakit membuat saya harus minum penurun panas setiap dilakukan tindakan.
***
Sesampai di ruang operasi minor ternyata tidak seheboh operasi besar saya sebelumnya. Kali ini lebih santai dan lebih tenanglah, juga tempatnya agak sepi.
Sambil leher saya di belek dokter mengajak saya bicara terus, ya mungkin untuk mengalihkan rasa takut saya padahal sebenarnya masih terasa rasa ngilu dan sakit haha.
Alhamdulillah biopsi berjalan lancar. Eh tapi saya gaboleh keluar ruangan dulu karena selang cairang jantung saya harus diperbaiki, huh lagi lagi harus merasakan hal yang sangat ngilu. Jahitan cairan jantung saya harus dilepas dan diperbaiki agar jalannya cairan berjalan lancar. Sungguh ngilu! Tapi cairannya langsung lancar keluar dan mengucur banyaakk sekalii entah berapa liter yang keluar.
Ga terasa proses biopsi pun selesai, tapi saya tak kunjung diperbolehkan pulang ke rumah oleh dokter.
***
Sejak operasi cairan jantung saya mulai belajar untuk lepas selang oksigen dari hidung saya dan mencoba bernapas normal.
Eh tapi kok sejak saya belajar untuk lepas selang oksigen napas saya mulai sesak lagi yaa? Ada apa, nih?
Orang tua saya langsung telpon dokter karena tiba-tiba saya sesak lagi, dan langsung saya dibawa ke IGD untuk di echo, karena alat echo dan dokternya ada di IGD. Setelah beberapa jam diperiksa ternyata dan ternyata cairan saya masih ada di jantung, itulah yang membuat saya sesak sekali dan harus pakai selang oksigen lagi.
***
Keadaan sudah mulai agak membaik dari sebelumnya dan mulai agak tenang. Tapi tiba-tiba ketika dicek cairan di selang jantung saya tidak keluar lagi. Akhirnya dokter memutuskan untuk melepaskan selang tersebut karena gabaik juga lama-lama dipasang.
Sooo, happy akhirnya selang dapat dibuka. Saya senang sekali akhirnya tidak harus memakai selang terus. Saya benar-benar rindu menginajakkan kaki saya ke bumi karena benar-benar segala aktivitas saya lakukan di kasur.
***
[Sebagai informasi, selama saya di rawat di ruangan khusus untuk bedah onkologi saya sangat tidak bisa tidur apalagi kalau malam. Karena kondisi saya yang buruk sehingga tidak nyaman untuk tidur. Keadaannya sangat sesak sekali, mengatur posisi sana sini sangat serba salah. Belum lagi rasa sakit yang selalu saya rasakan begitu pun dengan demam. Saya ingat dulu malam-malam manusia pada tidur pulas sampai ngorok saya sendiri hanya duduk melamun dan selalu ingin menginjak lantai tapi apa daya kondisi saya yang tidak meyakinkan. Teman malam saya adalah seekor kucing yang setiap malam masuk entah darimana asalnya, dia selalu menemani malam-malam saya yang terjaga sendirian. Sampai saya berpikiran ingin menjadi kucing tersebut agar saya bisa jalan-jalan ke sana kemari tanpa rasa sakit].
Monster Jahat!: Masa Kritisku dan Mukjizat
Suatu malam dengan keadaan saya memakai selang oksigen, saya melihat kedua orang tua saya yang sedang tertidur pulas sekali. Rasanya saya sangat bosan di kasur dan iri bisa melihat mereka bisa tidur nyenyak.
Akhirnya, dengan kepercayaan diri saya turun kebawah kasur untuk bisa tidur dekat dengan mereka, padahal keadaan saya memakai oksigen dan popok. Rasanya berada di dekat mereka tidur beberapa detik aja udah senang bukan main. Saya benar-benar kangen tidur bareng mereka.
Ketika saya disamping mama saya, mama saya melek dan kaget bukan main. Begitu pun papa saya juga kaget dan terheran-heran kenapa bisa ada di turun kebawah kasar padahal kondisi saya ‘gak banget'. Mereka benar-benar bingung campur marah dan juga khawatir. Saya pun dibawa ke atas kasur lagi dan tidurnya ditemani mama saya berada disamping. Sangat bahagia. Dan ternyata pula saya sedang demam pada saat itu juga.
***
Pagi hari telah datang, dokter pun masuk dan ia mengatakan untuk merencanakan saya pulang ke rumah. WHOA SAYA BENAR2 SENANG!! TAPI…. Bagaimana ini dada saya masih sangat sesak sekali?
Papa saya pun tidak berani ambil risiko karena kondisi saya yang masih belum stabil. Saya pun gagal untuk pulang ke rumah hari itu karena papa saya menolaknya. Sungguh miris dan sedih bukan main.
***
Tiga hari berlalu dari rencana untuk pulang dan saatnya para perawat masuk untuk pergantian shift dan di mana ketika para perawat datang ke tempat saya, mereja mengatakan rencana untuk saya bisa pulang ke rumah karena saya sudah sebulan di RS. Dan…Akhirnya kali ini beneran!!
Saya senang banget sih sebenernya, tapi kok…saya merasa khawatir sama diri saya karena rasa sesak yang tak kunjung juga membaik. Yaa mau gamau saya harus menguatkan diri saya untuk merasa tidak sesak agar orang tua saya tidak khawatir.
Oh iyaa.. sejak rasa sesak itu saya jadi lupa cara minum yang baik tanpa sedotan itu bagaimana, cara minum obat pun saya sudah lupa bagaimana caranya. Karena setiap saya minum tiba2 saya seperti tersodok ngos-ngosan gabisa napas banget. Alhasil, obat yang saya minum kebuang sia2 padahal obat yang harus diminum obat antibiotik.
[Saya ingat sekali waktu saya sebulan lebih menginap di RS tanpa diagnosa yang jelas para dokter dan bahkan perawat sudah menerawang2 kalau saya terkena kanker. Karena pada saat itu kondisi saya super jelek dan saya dilanda ketakutan untuk di kemoterapi, ada salah seorang perawat yang bilang ke mama saya, "Anak ibu kayaknya gabakal kuat buat ngejalanin kemo". Tau hal itu saya benar2 down dan sedih. Memang saya separah itu ya kondisinya?]
***
Akhirnya bisa pulang ke rumah! Bahagia banget perasaan ini walaupun saya dibekali banyaaakk sekali obat-obatan. Tapi, sesampai di rumah rasanya saya mau pakai kipas/AC tau sesuatu yang membuat napas saya enak. Soalnya sejak saya pulang menuju rumah pun, entah saya merasa nyaman sekali berada ditengah AC mobil.
Yak, sejak awal sakit dan mulai merasakan sesak sampai kembali lagi ke rumah lagi saya jadi ketagihan untuk memakai pendingin ruangan. Seolah hidup saya gabisa tidak ketergantungan dengas kipas/AC. Padahal tau sendiri udaraa di Bandung sangat dingin apalagi ketika musim hujan pada saat itu.
***
Waduh di rumah kok keadaan saya makin buruk sekali ya. Bergerak dikit sangat ngos-ngosan. Capeknya luar biasa banget padahal cuma bergerak sedikit dan ditambah lagi saya semakin gabisa untuk sandaran.
Tidur aja hanya duduk saja bisanya. Pokoknya rasanya itu seperti awal-awal sakit deh (padahal waktu di RS mending masih sempat bisa sandaran) tapi kali ini sandaran aja rasanya sesak banget. Makanya saya benar2 ga berani bergerak sama sekali, WALAUPUN HANYA SEDIKIT. Rasanya lebih baik diam mematung saja.
***
Oke, pada saat itu saya harus tetap tenang dan harus dikuat-kuatin agar orang tua saya ga panik, karena itu baru saja pulang dari RS. Orang tua saya sibuk bolak-balik beli isi oksigen, bener-bener ga sanggup hidup saya tanpa oksigen.
Buang air kecil dan besar lagi-lagi dilakukan melalui popok di kasur tapi saya selalu tahan karena untuk BAK dan BAB harus butuh energi untuk *maaf ngeden. Tapi tanpa sadari saya selalu BAK dan BAB di kasur sampai ke mana-mana. Keadaan saya separah itu.
Saya tau mama saya sangat lelah sebulan di RS belum lagi ngurus ini dan itu dan ditambah lagi harus selalu ganti popok dan dan membersihkan seprey yang sudah kotor karena kotoran saya yang sudah tidak bisa untel ditahan lagi.
***
Hari itu, pagi itu, mama saya sangat marah dan nangis karena saking capeknya buat ganti dan bersihin seprey. Tapi papa saya berusaha untuk bisa memahami keadaan saya. Pada hari itu jugalah mama saya menyesal karena sempat memarahi saya karena hari itu saya anfal benar-benar anfal dan dinyatakan kritis.
Yak, beberapa hari bisa enak-enakan di rumah saya harus masuk IGD lagi.
***
Sebelum kejadian anfal hebat di rumah adalah ketika saya diurut tangan dan kaki karena abis diinfus sana sini selama sebulan lebih membuat kaki dan tangan saya bengkak2 dan sakit. Secara tiba=tiba aja..KEPALA SAYA MENUNDUK DAN BENAR=BENAR GAGAL NAPAS.
Orang tua dan eyang saya yang berada di ruangan tersebut kaget dan panik, saya bilang ke orang tua saya, “GAKUAT BENER2 GAKUAT”. Papa, mama dan semua orang panik dan menangis. Lalu ga pake lama saya langsung dibawa ke IGD dengan kursi roda beserta oksigen yang gasnya dinaikkan menjadi tinggi.
Selama diperjalanan saya bilang kalau saya benar-benar gakuat. Ortu saya mencoba menguatkan saya sambil menangis. Disitu saya benar-benar dalam kondisi kritis sekali.
Sesampainya di IGD pagi-pagi saya diperiksa dokter-dokter sana sini sambil melakukan beberapa kali pemeriksaan. Ternyata ketika diperiksa cairan jantung saya bertambah lagi dan paling parahnya lagi paru2 kanan dan kiri saya juga banyak cairan, itulah kenapa saya tidak bisa senderan.
Entah bagimana hidup saya pada saat itu, disaat bekas operasi saya yang di dada masih basah saya harus OPERASI CAIRAN JANTUNG UNTUK YANG KEDUA KALINYA.
***
Ketika itu saya harus diambil cairan paru-paru dulu karena pikiran dokter saya akan lebih enakan untuk nanti bisa tidur terlentang. Nyatanya? Tidak.
Saya dan ortu saya sangat pasrah sekali karena jam 4 harus ada keputusan untuk diambil tindakan operasi lagi. Dokter memberikan opsi yang sangat sangat sulit untuk dipilih:
-Opsi pertama, karena saya tidak bisa tiduran terlentang dan operasi secara duduk, maka operasinya akan berisiko gagal dan tidak bisa normal.
-Opsi kedua, saya harus tidur terlentang sekitar dua jam pakai bius total tapi ditengah-tengah operasi saya bisa berhenti bernapas.
Sungguh sulit kedua opsi tersebut. Papa saya akhirnya bicara empat mata dengan dokternya, “Dok, jujur saya orang awam sangat bingung dengan pilihan tersebut. Kalau dokter jadi saya, dokter akan memilih keputusan apa?” dokter menjawab, “Jujur pak, saya juga bingung..” Bahkan seorang dokter saja bingung memberikan keputusan, apalagi orang tua saya?
Sedangkan mama saya sudah menangis-ngangis sambil melatih saya untuk bisa tidur terlentang, sedihnya saya memang tidak bisa tidur terlentang walaupun saya berusaha untuk bisa tidur terlentang didepan mama saya padahal dalam hati saya, “Ma saya benar2 ga sanggup dan sesak..”
***
Waktu sudah menujukkan hampir pukul 16.00, dimana harus ada keputusan untuk penindakan karena harus sesegera mungkin. Disitu saya diam, gatau harus bagaimana. Rasanya benar-benar pasrah banget dengan keadaan saya.
Dokter pun datang dan menyuruh saya untuk dibawa ke ruangan HCU aja dari IGD untuk istirahat dulu sambil jantung saya dimonitor. Detak jantung saya aja menujukkan 175, sangat cepat layaknya seperti orang yang habis marathon padahal saya gak ngapa2in.
Di ruang HCU saya meihat orang-orang dengan alat monitor jantung dan menggunakan keteter untuk BAK. Saya kira saya gaperlu, taunya saya harus dipasang juga. Wah pertama kali pakai alat itu rasanya sangat tidak enak sekali, perih, dan sakit. Pokoknya sangat tidak nyaman.
Berbagai dokter bolak balik menghampiri saya. Mulai dari dokter penyakit dalam, jantung, paru2, bedah thorax, onkologi, anestesi, dll. Mereka sibuk sekali berdebat untuk melakukan operasi kapan dan menggunakan bius lokal atau total.
Huh saya sangat menghiraukan deh karena saya sangat lelah sekali. Tetapi malahan papa saya yang diserang wawancara sama dokter yang mengunjungi saya.
Pernah, ada rencana malam-malam saya harus dioperasi tapi lagi-lagi masih perdebatan antar dokter.
***
Pukul menujukkan tengah malam, tiba-tiba datang seorang dokter jantung bertubuh tinggi, kurus, masih muda, pakai kacamata sambil membawa alat echo jantung. Tapi, dokternya kok diam aja ya daritadi memeriksa saya?
Dokter itu bolak balik keluar masuk, telponan, ke tempat suster, dan menulis pernyataan status saya “KRITIS” pas dokternya keluar, papa saya kaget bukan main dengan status kondisi saya dan menanyakan hal itu ke suster, “Sus.. ini maksudnya apa kritis?” Suster menjawab, “Wah saya juga gak tau pak, dokternya yang tulis”
Ternyata karena leukosit saya super tinggi sekali sampai 75.000an. WAAH!
Dokter misterius itu balik lagi dan memeriksa saya, tidak ada sepatah dua patah yang terucap dari mulutnya sehingga papa saya yang harus memulai percakapan, “Dok, bagaimana keadaan anak saya?” Dokter menjawab, “Bentar ya pak masih diperiksa”.
Kebetulan itu sudah larut malam sekali dan ga terasa sudah hampir dua jam dokter tersebut memeriksa jantung saya. Ketika dokter ingin balik ke ruangan dan membereskan alat pengecekan, papa saya nanya lagi, “Dok, jadi bagaimana?” Dokter misterius itu menjawab, “Tunggu keputusan besok pagi ya pak”.
***
Pagi pun telah tiba.. Tanpa disadari saya bisa tertidur juga akhirnya. Tapi tiba-tiba dokter dari penyakit dalam bilang bahwa saya tidak perlu dioperasi dan langsung kemo aja.
Tunggu..tunggu.. maksudnya apa sih??
TERNYATA CAIRAN YANG ADA DI JANTUNG SAYA MENGHILANG.
Masyaallah! Jadi saya tidak perlu di operasi untuk kedua kalinya dan sudah bisa langsung dipindahkan ke ruangan biasa dan dilanjutkan untuk kemoterapi. Benar-benar suatu keajaiban dan mukjizat dari yang maha kuasa.
Hari itu mama saya mengurus untuk kemoterapi, setelah selesai mengurus keperluan kemoterapi besoknya langsung dilakukan kemoterapi untuk pertama kali dalam hidup saya. Dag dig dug rasanya.
***
Singkat cerita, kemoterapi berjalan dengan sangat lancar tanpa ada gangguan dan efek apa-apa. Prosesnya tidak semengerikan dari apa yang saya bayangkan sebelum-sebelumnya. Muntah pun tidak. Suster juga bingung kenapa tidak ada efek kemoterapi, minimal muntah gitu. Tetapi efek dari kemo itu bawaannya adalah tidur, tidur, dan lemas.
Malam-malam setelah di kemoterapi saya juga sempat demam dan gabisa tidur lalu detak jantung saya juga agak cepat pokoknya benar-benar tidak nyaman. Bahkan sehabis kemoterapi pertama selesai pun dokter tidak membolehkan saya pulang dahulu karena harus dilihat kondisi saya.
Sudah beberapa hari di RS akhirnya saya dibolehkan pulang dan sebenarnya saya agak trauma pulang ke rumah karena kejadian anfal hebat sebelumnya.
Tapi alhamdulillah nya nggak apa-apa sih paling di rumah saya lemas, dan sulit makan. Apa-apa ga napsu untuk di makan.
***
Suatu hari ketika malam tiba saya sempat susah tidur tapi akhirnya bisa tertidur juga sih.
Tapi ada sesuatu yang sangat mencengangkan. Ketika saya terbangun dari tidur saya percaya atau enggak... KAMAR MENJADI LAUTAN CAIRAN.
Ya, cairan yang sebelumnya di jantung saya menghilang tiba-tiba keluar begitu saja, sampai satu tempat tidur dan sampai ke lantai2 bececeran. Jangankan itu, cairannya pun dapat di ambil oleh dua tangan dan bahkan cairannya sampai masuk ke popok saya.
Saya benar-benar terbengong kejadian itu. Padahal, di tubuh saya tidak ada sesuatu yang bolong/berlubang paling hanya cairan dari bekas operasi yang masih basah.
Memang sih malamnya itu kondisi bekas operasi agak membengkak. Tapi hanya membengkak yang sekedarnya saja tidak berlubang/berbolong.
Langsung saya dilarikan ke RS untuk ke poli. Akhirnya dikasih obat dalam dan diberikan obat luar juga.
***
[Oh iya, cerita sedikit mama saya juga sempat ambil hasil PA di cairan paru-paru yang waktu itu diambil dan ternyata hasil diagnosisnya berbeda jenis dengan hasil sebelumnya. Alhasil dengan mudahnya dokternya bilang, “Harus kemo dari awal lagi dengan obat yang berbeda, kemo sebelumnya tidak dihitung yaa..”]
HAH? Perjuangan saya yang awal ga dihitung? Ga salah tuh dok?
Monster Jahat!: Lumpuh dan Masa Down
Oke akhirnya saya melaksanakan kemo yang sudah dirubah regimen dengan beberapa siklus dan tentunya dengan efek yang sangat melemahkan saya.
Tapi, anehnya kenapa sudah mau kemo tahap terakhir demam saya ga kunjung sembuh ya? Padahal saya sudah melakukan kemo tahap pertama dengan baik. Apa saya demam karena efek kemo? Ah, masa efek kemo demam yang dari dulu ga berhenti2. Ada apa nih?
***
Tidak sampai situ aja, ketika kemoterapi tahap pertama sudah mau berakhir untuk dilalui tiba-tuba saya meraskan sakit kaki sampai ke tulang pinggul belakang dan semakin hari rasa sakit itu semakin menjadi dan menjadi bahkan menjadi sakit yang sungguh luar biasa!
Rasa sakit itu menjadi tangisan dan teriakan yang bahkan posisi apa aja salah untuk dirasakan. Posisi diam, duduk, tiduran pokoknya rasa sakitnya tidak manusiawi, bena-benar sakit.
Saya nangis, nangis sejadi-jadinya di rangkulan mama saya. Mama saya juga heran kenapa kaki saya dingin sekali dan saya menahan nangis sampai segitunya? Akhirnya, diputuskan untuk dibawa ke tempat terapi penghangat. Mungkin saja dengan terapi menghangatkan tubuh darah bisa lancar kembali dan… BENAR SAJA. Saya merasa agak enakan dan bisa jalan tanpa rasa sakit. Sayangnya, itu hanya beberapa jam aja sih.
***
Paginya tiba-tiba saya terbangun dan merasakan sakit yang luar biasa lagi, sampai eyang saya bantu untuk kayak pijat halus aja dan rasanya memang enak tapi tidak menjamin rasa sakit itu hilang.
Rasa sakit itu terus tercipta dari hari ke hari dan saya pun dibawa ke tempat terapi penghangat itu. Masalahnya adalah sampai kapan saya bergantungan dengan alat itu? Bahkan semakin hari semakin parah. Untuk sampai di tempat itu saya harus gendong saking ga nyaman duduk di kursi roda karena sakitnya serba salah. Di sana saya keringetan dingin sambil meronta kesakitan.
Kaki saya ini kenapa?
***
Saya ingat sekali kejadian itu ketika bulan puasa dan menjelang lebaran, tiba-tiba saja kaki saya kaku, lemas, sakit dan gak bisa jalan. Berdiri pun gabisa, rasanya kesemutan semua. Bener-bener mati rasa seperti orang lumpuh. Hanya jari-jari kaki yang bisa digerakkan. Bagian kaki lain bener-bener kaku dan berat.
Saya nangis pada saat itu, padahal saat itu malam takbiran yang di mana besok hari adalah hari lebaran. Yang lain meyambut lebaran dengan suka cita. Sedangkan saya? Berduka cita atas kondisi saya yang mengerang kesakitan dan tidak bisa pergi sholat eid bahkan tidak bisa bersilaturahim ke tempat-tempat keluarga. Yang saya bisa lakukan hanya bermain laptop dan mengerang kesakitan.
***
Pada puncaknya adalah sekitar habis lebaran saya benar-benar sudah tidak kuat dengan rasa sakit yang sungguh luar biasa bahkan saya sudah teriak-teriak seperti orang sinting. Orang tua saya akhirnya memutuskan untuk membawa saya ke IGD lagi, karena cara lain sudah dilakukan sampai dikompres air hangat pakai sereh, dan lain-lain yang berbau obat tradisional.
Selama di perjalanan menuju IGD saya mengerang kesakitan sekali dan sesampai di IGD saya langsung dikasih obat penghilang rasa sakit berupa morfin dari dosis rendah hingga tinggi tetap tidak manjur. Rasa sakit tetap selalu ada. Dokter syaraf pun datang mengetes bagian syaraf saya, dan semuanya masih normal ga kenapa-kenapa.
Dari pagi sampai malam menunggu untuk masuk ruangan rawat inap sangat lumayan lama karena harus mengantri, tapi alhamdulillah setelah dikasih obat penghilang rasa sakit lainnya rasa sakit yang saya rasakan sudah mereda.
***
Kebetulan pas banget kaki saya lumpuh saya sedang melanjutkan pengobatan radioterapi yang harus dilakukan setiap hari dan menggunakan kasur RS karena gabisa jalan.
Saya lihat sekeliling pasien yang ada di ruangan radioterapi sampai mikir, “Kayaknya gue doang yang keadaannya jelek?” karena mereka sangat segar2 bahkan bisa jalan layaknya ga ada penyakit keras yang menimpanya.
Sembari saya diradiasi, dokter onkologi saya menyuruh saya untuk melakukan MRI mencari tau sebenarnya ada apa dengan tulang saya. Pas banget mau di MRI alat di RS rusak dan harus sebulan menunggu sedangkan saya pada saat itu sifatnya urgent. Akhirnya, dokter onkologi saya merujuk ke RS lain menggunakan ambulance. Sesampai di RS rujukan saya langsung diperiksa dengan alat MRI menggunakan kontras.
***
Setelah beberapa minggu dilakukan MRI tak terasa hasil MRI keluar! Inilah hasil yang ditunggu dari mulai dokter onkologi, dokter syaraf, dokter tulang, dokter fisioterapi hingga dokter radioterapi. Dokter-dokter tersebut menduga-duga adanya penyebaran dari kanker saya ke tulang. Tapi hasilnya? Hasil MRI pun masih ragu-ragu karena ada “?” apakah adanya indikasi penyebaran atau tidak.
Yak, lagi-lagi saya harus diperiksa ulang yaitu dengan di bone scan untuk memastikan kenapa saya lumpuh.
Sambil menunggu jadwal bone scandokter onkologi dan radioterapi saya tidak mau ambil risiko dan langsung melakukan radiasi dibagian tulang belakang saya dengan dosis 2x lipatnya.
Kok 2x lipat? Ya, agar cepat selesai, karena radiasi untuk tumor saya sebelumnya belum kelar.
***
Bone scan pun segera dilakukan, ya metodenya ga beda jauh seperti MRI, CT Scan, cuma bedanya kalu bone scan harus nunggu kontrasnya menyebar beberapa jam seperti pet scan lah. Sebelum di bone scan seperti biasa harus di wawancara riwayat penyakit, tinggi dan berat badan.
Setelah itu saya harus menunggu di ruangan khusus di mana orang2nya pun tubuhnya mengandung semacam radiasi kontras, jadi orang biasa tidak boleh kontak langsung dengan diri kita. Sembari menunggu, hanya saya doang di ruangan itu yang menggunakan kursi roda tapi saya juga yang paling muda.
Rasanya sedih aja, yang paling muda tapi yang kelihatan lemah.
***
Proses bone scan sudah dilakukan, tinggal nunggu hasilnya aja. Dokter onkologi saya masuk dan menyarankan untuk membeli obat tulang yang harganya lumayan mahal karena tidak tercover BPJS.
Oh iya, sambil menunggu hasil yang pasti dari bone scan penyebab saya lumpuh, saya tidak boleh diperkenankan untuk melakukan terapi yang berat2. Misalkan saja kayak latihan berjalan, karena takutnya itu adalah sebuah penyebaran kanker ke tulang dan memungkinkan berisiko tulangnya mudah rapuh dan patah. Ya mau gamau bagian fisioterapi hanya bisa melatih stretching yang mudah-mudah aja di kasur.
Pernah bagian dokter khusus fisioterapi datang, mereka menyuruh untuk kursi roda saya di modifikasi untuk orang lumpuh dan dia juga memperlihatkan video bagaimana orang lumpuh belajar memindahkan diri dari tempat satu ke tempat lainnya. Disitu saya berpikir dengan sedih, “Apa iya sekarang saya dikategorikan lumpuh? Kapan ya saya bisa normal kayak dulu?”
Sejak saat itu saya sangat kagum melihat orang sakit tapi masih bisa jalan dengan kedua kakinya.
Sedangkan saya? Mau ke kamar mandi aja harus di gendong oleh papa atau mama saya dulu. Kasihan mereka harus menggendong saya. Sejak itu saya gamau lagi ketergantungan dengan orang tua saya, apa2 di gendong. Akhirnya saya memutuskan untuk latihan sendiri stretching.
***
Pagi, siang, sore, malam saya selalu latihan sendiri. Tengah malam pun terkadang saya gabisa tidur, dan untuk mengisi waktu luang karena gabisa tidur saya latihan sendiri saking saya ingin bisa jalan lagi.
Saya melihat sekeliling saya, RS sangat sepi sekali karena sudah larut malam. Perawat, pasien lain, pendamping dan mama papa saya sudah tertidur pulas dan lagi-lagi hanya saya yang terjaga. Pada malam itu saya ikutin video stretching di internet tapi bagi saya itu sangat berat latihannya haha karena kaki saya benar-benar sulit digerakkan.
Putus asa? Oh tidak. Saya tetap latihan rutin sendiri dengan cara saya sendiri, walaupun latihan sederhana sekali yang penting ada kemajuan sedikit-sedikit.
***
Suatu hari saya mengalami demam hebat (lagi dan lagi) setelah sebelumnya demam juga dan agak membaik tapi malah demam hebat lagi, yaa seperti awal2 sakit. Demamnya menjadi tiap waktu lagi. Dokter pikir itu karena efek radioterapi, tapi kok kenapa efek radioterapi ga hilang-hilang? Sepertinya pasien yang di radioterapi tidak seperti saya efeknya.
Pada saat bersamaan juga saya benar-benar down. Saya benar-benar hampir putus asa. Saya berpikir kenapa saya sudah lumpuh, kena penyakit berat dan ditambah lagi demam yang dari dulu tak kunjung sembuh? Hidup saya seolah semakin tidak berguna aja. Saya benar-benar gabisa ngapa2in selain di kasur.
Monster Jahat!: Merasa Bosan dengan Keadaan
Ga terasa sudah hampir sebulan saya menghabisakan (lagi) hari-hari saya di RS. Itu tandanya saya seharusnya sudah diperbolehkan pulang. Tapi orang tua saya dan saya justru sangat bingung.
Pertama, karena saya tidak bisa jalan untuk ke rumah eyang saya harus melalui jalan yang cukup panjang dan pada saat itu saya harus meneruskan radioterapi yang dilakukan setiap hari, jadi ga mungkin bolak balik dengan keadaan saya yang lumpuh.
Kedua, karena kami masih trauma atas rasa sakit yang saya derita waktu itu.
Untungnya, dokternya mengerti kondisi saya dan akhirnya diperpanjang lah saya di RS.
Tapi, setelah dipikir-dipikir untuk kondisi saya tidak baik juga untuk lama-lama di RS dan dokter onkologi saya menyarankan untuk ke rumah singgah atau ngekos di deket daerah RS. Orang tua pun memutuskan untuk ngekos dekat RS saja.
Kebetulan saat itu kosan sudah pada penuh, ada dengan fasilitas memuaskan tapi di lantai atas, ya kondisi saya saat itu ga mungkin banget kan? Lalu, wc-nya juga ada yang jongkok. Mau gamau kami mendapatkan fasilitas kamar kos yang tidak memuaskan tapi kriterianya pas untuk kondisi saya dan diputuskan untuk tinggal di kosan tersebut.
***
Hari-hari saya di kosan sangatlah bosan. Tidak ada tv untuk hiburan, sinyal yang buruk ditambah lagi keadaan saya yang benar2 ga bisa melakukan aktivitas.
Pernah suatu saat saya menangis dan merengek untuk meminta orang ahli akupuntur, pijat, dan apapun itu yang asal bisa mengobati dan membuat saya bisa berjalan lagi dengan cepat, tapi sayangnya tidak semudah itu karena saya sendiri pun punya riwayat penyakit yang tidak sembarangan. Saya semakin hampir putus asa di masa2 seperti itu.
***
Di tempat kosan kerjaan saya setiap pagi adalah berjemur dengan para pasien yang kebetulan menginap di bagian komplek kos-kosan itu. Kami saling cerita satu sama lain. Ada yang keadaannya buruk ada juga yang keadaannya seperti saya pakai kursi roda, tapi yang pakai kursi roda keadaannya sangat mending dibanding saya. Mereka masih bisa berdiri sendiri dan bahkan kaki mereka dapat digerakan, sedangkan saya? Hanya jari-jari kaki yang dapat digerakkan.
***
Seperti biasa setiap pagi saya harus radioterapi. Kebetulan waktu itu saya bertemu dengan salah seorang pasien kanker juga dengan seorang suaminya. Mereka selalu memberi saya semangat bahkan suaminya sendiri gregetan kepada saya untuk tidak tergoda dengan pengobatan-pengobatan cepat kayak dipijat bahkan akupuntur akan mengingat riwayat penyakit saya ini.
Beliau cerita kepada saya kalau beliau juga pernah stroke dan lumpuh pokoknya sama persis kayak kondisi saya hanya jari2 saja yang bisa digerakkan. Namun, beliau sekarang sudah sembuh dan dapat berjalan secara normal hanya beberapa bulan saja. Beliau mengatakan untuk bisa cepat normal kembali cuma satu kuncinya, yaitu: stretching setiap hari.
Latihannya gausah lama-lama asal rajin. Awalnya saya sangat muak dengan omongan seperti itu, karena di RS pun saya rajin melakukannya, tapi hasilnya tetap nihil. Saya tetap belum bisa jalan.
Masih belum percaya dengan omongan beliau, saya dan orang tua saya kebetulan bertemu juga dengan salah seorang pasien kanker juga yang di mana beliau ini adalah teman lama mama saya. Beliau juga dulu keadaan sama kayak saya yaitu tidak bisa jalan juga dan beliau pun memberikan trik juga yaitu dengan rajin latihan sendiri.
Hadu..haduh.. beneran deh, saya sudah bosan sekali dengan omongan seperti itu tapi akhirnya saya tetap melakukan hal itu rutin di kamar kosan dengan mama saya sebagai pelatihnya haha ya siapa tau aja beneran ajaib.
***
Agak bosan sih sebenernya hanya bisa latihan di dalam kamar. Karena pada saat itu juga saya sempat phobia dengan udara dingin atau sesuatu yang dingin-dingin karena setiap beberapa jam saya selalu demam. Bahkan saya aja gamau menyentuh tembok, atau sendok sesuatu yang dingin-dingin karena bagi saya itu dapat memicu saya kedingingan.
***
Pada masa-masa seperti itu rasanya saya ingin sekali bertemu dengan dokter syaraf atau tulang agar saya dapat ditangani dan diobati. Saya selalu menunggu masa-masa diperiksa oleh kedua poli tersebut.. Namun apa yang saya dapati? Yaitu, kata2 yang justru membuat saya semakin down, down, dan down.
Apa yang mereka katakan? Kata dokter tulang saya harus di operasi lah kata dokter syaraf saya bakalan lama untuk bisa berjalan secara normal lagi lah dan akan membutuhkan waktu yang lama agar bisa jalan.
Wah saya benar-benar sungguh sedih.
Monster Jahat!: Terdiagnosa Satu Kanker Dengan Dua Jenis
Ga terasa saya sudah benar-benar dipuncak demam yang sangat hebat sekali beberapa hari mencapai suhu hingga >40’. Mau gak mau saya harus sesegera mungkin dibawa ke IGD (lagi) setelah sebelumnya sudah mendapatkan surat rujukan dari dokter onkologi saya.
Sorenya, saya dibawa ke IGD dari tempat kosan ke RS dengan kursi roda lalu sampai sana saya dikasih oksigen juga karena panas saya yang sangat tinggi. Beberapa jam kemudian baru saya bisa ke ruangan rawat inap biasa.
Ya, ya, baru beberapa minggu di kosan udah masuk rawat inap lagi hahaha.
***
Selama di RS seperti biasanya selama beberapa jam saya demam dan minum penurun panas hingga saya menjadi orang yang sulit sekali makan. Jadinya saya dikasih makanan melalui infus. Karena saya di duga ada infeksi akhirnya saya di tes darah dan hasilnya menujukkan kalau saya memang ada infeksi yang katanya bisa dari virus kucing. Hah?
Sejak saat itu saya rutin dikasih obat antibiotik oleh dokter khusus infeksi yang dimana obat-obat tersebut sangat berat untuk vena pembulu darah saya yang sangat tipis dan kecil sehingga mudah sekali lebam dan bengkak. Belum lagi penambahan infus makanan yang super banyak juga transfusi darah yang sangat pekat sehingga tangan saya mudah sekali harus di tojos-tojos infusan baru.
***
Pemakaian obat infeksi rutin dilakukan dan sudah hampir batas limit tapi kok… ga ada perubahan sih? Demam itu selalu ada dan terus meninggi. Akhirnya, ditemukan juga benjolan di buah dada kiri saya, dokter onkologi saya menduga2 demam saya berasal dari situ dan..
Yap! jawabannya harus di biopsi (lagi dan lagi).
***
Apakah kalian masih ingat dengan bagaimana hasil bone scan saya yang baru saja keluar saat itu? Pertanyaannya, apakah ada penyebaran kanker ke tulang saya? Jawabannya adalah…. TIDAK.
Ternyata saya tidak bisa jalan dan meraskan sakit yang luar biasa hanya INFLAMASI. Itu artinya tidak ada penyebaran sampai ke tulang.
Masyaallah! Lagi2 saya diberi mukjizat.
***
Setelah dokter-dokter mengetahui hal itu, akhirnya saya boleh dilatih untuk berdiri dan berjalan. Sejak saat itu saya sangat semangat latihan di rumah (karena sudah pulang dari RS) dengan tongkat baru yang diberikan tante saya dan dengan dibimbing orang tua untuk latihan jalan.
YAY saya sangat senang untuk latihan jalan!
***
Sambil latihan rutin belajar jalan saya harus tetap melakukan biopsi. Ini untuk pertama kali saya masuk ruangan operasi setelah di diagnosa dengan bius total yang dimana saya dibuat tidak sadar apa-apa.
Rasanya gimana tuh dibius total? Hmm rasanya sungguh cepat prosesnya karena tiba-tiba saya tertidur pulas dan bangun2 sudah ada di ruang pemulihan.
Sambil menunggu hasil biopsi (PA) saya sedikit-sedikit sudah bisa berjalan lagi walaupun masih harus dituntun. Saya senang karena perkiraan dokter yang menyebut akan lama untuk bisa kembali berjalan normal itu SALAH. Bahkan saya tidak betah menggunakan tongkat. Tongkatnya saja dipakai sesekali dua-tiga kali.
***
Dua minggu kemudian hasil PA keluar. Hasilnya menujukkan bahwa saya terkena limfoma juga dengan jenis yang berbeda dari sebelumnya dan harus dilakukan IHK.
Jadi gini, sebelumnya saya terkena limfoma dengan jenis non-hodgkin dan ketika dibiopsi lagi hasilnya malah limfoma dengan jenis hodgkin. Alhasil saya harus di kemoterapi ulang dengan regimen yang berbeda dan tentunya obat yang berbeda.
***
Hari pertama menggunakan obat kemoterapi dengan regimen baru saya harus menginap di RS karena untuk mengetahui obatnya responsif atau tidaknya sekaligus adanya evaluasi.
Tapi ada kendala ketika di obat terakhir yaitu saya harus merasakan febris (demam hebat disertai dengan bergetar hebat). Para perawat langsung datang dan memberi tahu dokter onkologi saya dan beliau langsung bergegas ke ruangan saya dan menghentikan obat kemo yang terakhir tersebut sambil memberikan saya semangat serta obat penurunnya.
Memang sangat beruntung saya saat itu dokternya ada di tempat.
Monster Jahat!: FREE FROM THE FEVER! (Setelah 1,5tahun dengan demam)
Di kemoterapi part 2 dengan regimen baru saya sudah mulai merasakan suhu tubuh yang normal. YAS I’M FREE FROM THE FEVER!! Saya senang sekali setelah sekian lamanya sejak awal sekali sakit sampai sekarang akhirnya saya bisa merasakan suhu badan normal. Padahal saya sempat lupa bagaimana rasanya mempunyai suhu badan normal dan berpikiran bahwa saya akan selalu teruas demam dan demam.
Sejak saat saya sudah “FREE FROM THE FEVER” saya bena-benar2 mulai bangkit sedikit demi sedikit. Mulai dari makan banyak, melakukan sedikit2 aktivitas dan alhamdulillah kalau mau kemo/kontrol ke RS sudah tidak menggunakan kursi roda alias jalan kaki. Pokoknya banyak sekali perkembangan kondisi pada diri saya.
***
Ga terasa sudah 10x saya kemoterapi dengan regimen baru itu, saya pun disuruh melakukan pet scan.
Pet scan itu untuk mengetahui perkembangan sel kanker saya dari ujung kepala sampai kaki bagimana.
***
Akhirnya saya pulang ke rumah (setelah hampir dua tahun ga pulang ke rumah karena tuntutan pengobatan. So happy!) untuk istirahat pengobatan dulu serta di pet scan yang dimana alatnya hanya ada dibeberapa RS di Jakarta. So yeah saya sekalian main aja sambil kangen rumah dan suasananya.
***
Pertama kali dalam hidup saya melakukan pet scan. Pet scan itu diapain? Jadi kayak sebelum dilakukan scanning harus cek gula darah dulu abis itu masuk ruangan, di wawancara sekaligus dimasukkan obat khusus kayak radiasi/kontras tingkat tinggi gitu deh. Trus abis itu kita ganti baju khusus lalu tunggu di ruangan khusus yang kebetulan ruangannya super dingin lalu tunggu beberapa jam hingga kontras tingkat tinggi itu menyebar ditubuh kita dan baru deh masuk ke ruangan alat pet scan tersebut untuk di scan.
Sebelumnya harus puasa dulu sih, tapi sesudah di pet scan dikasih makan berupa snack-snack gitu sambil menunggu obat radiasi kontras yang ada ditubuh hilang. BAK pun harus ditempat khusus gaboleh disatuin dengan yang umum. Kalo sudah setengah jam ngaso baru di tes pakai alat kayak pengatur radiasi, apakah radiasi ditubuh saya sudah hilang total apa belum. Kalo sudah hilang total baru boleh keluar ruangan tersebut.
[Cerita sedikit ya sebelum pet scan, padahal jadwal untuk pet scan sudah ditentukan. Saya sudah puasa dan sampai di RS bahkan sudah melakukan cek darah. Pas nunggu beberapa jam dikasih tau kalo alat pet scannya rusak huhu. Jadi penjadwalan pun diulang dan diundur.]
***
Lalu hasil pet scan berapa lama keluarnya? Hasil pet scan terbilang sangat cepat kok, ga kayak scan2 kayak biasanya. Mungkin juga karena faktor biaya pet scan mahal dan tidak tercover ya? Hahaha. Hasil pet scan tiga hari juga sudah jadi kok.
Trus hasilnya apakah saya sudah remisi???
Jawabannya: belum.
Hehehe masih ada sel nakal yang ada ditubuh saya. Setelah saya melaporkan hasilnya ke dokter onkologi, dengan sedihnya saya harus kembali berangkat ke Bandung untuk melanjutkan perjuangan saya dalam berobat.
Monster Jahat!: Mengadu dan Menangis
Saya ingat hari itu…
Hari dimana seharusnya saya bersama teman-teman perjuangan saya merasakan hari kelulusan kuliah saya/wisuda, malamnya tiba-tiba saya menggigil lagi karena demam (febris). Ya walaupun akhirnya saya merasakan “free from fever” tapi tetap aja ada rasa trauma ketika saya demam walaupun penyebabnya karena radang tenggorokan, saya teteap dibawa ke IGD.
Hari itu… sehabis pulang dari IGD saya nangis dipojokkan kamar sendirian sambil membayangkan teman2 saya sedang di wisuda. Sedangkan saya? Harus merasakan kepedihan lagi.
Saya sempat mengadu sama yang Kuasa, “Ya Allah kalo emg waktu saya sampai sini kenapa engkau tidak langsung mencabut nyawa saya saja sekalian? Kenapa saya harus merasakan rasa sakit seperti ini?”
Saya menangis kejer di kamar bahkan ga ada seorang pun yang mengetahui. Hari itu saya benar-benar takut buka media sosial saya, karena melihat teman2 saya berbahagia menyambut suka cita, tapi saat itu saya malah merasakan pilu dan kepedihan…
Monster Jahat!: Perjuangan Belum Berakhir
Dokter mengatakan saya harus menjalani kemoterapi ke regimen berikutnya dan memberhentikan regimen sebelumnya karena sudah dirasa regimen tersebut sudah imun ditubuh saya. Akhirnya saya ke step berikutnya dimana regimennya akan lebih berat mengingat dosis yang lebih tinggi dan harus dilakukan kemo rawat inap. (Yha mau gamau harus nginep di RS lagi deh).
***
Penjadwalan kemo berikutnya sudah dipastikan. Sebelum kemo harus cek darah lengkap beserta fungsi ginjal mengingat dosis yang digunakkan tinggi.
Hari pertama kemoterapi part 3 dengan regimen baru rasanya…. LUAR BIASA. Rasanya super lemas dan sepanjang hari saya benar-benar tidur gabisa melek. Makan pun saya gatau makanan apa yang disuapkan mama saya kepada saya. Saya hanya meram, meram, dan meram. Obat kemo tiap waktu berjalan terus menerus sampai tiga hari berturut-turut tiada henti.
***
Hari pertama sukses untuk kemo dengan regimen baru. Sesudahnya kemoterapi dengan regimen baru, efeknya memang lebih ke anyang-anyangan untuk BAKnya. Pokoknya ga nyaman banget setiap beberapa menit harus ke toilet. (Hmm pantes aja sebelum kemoterapi harus dicek fungsi ginjal.)
Pas hari kedua mau kemoterapi rambut udah langsung rontok parah lagi dan ga tanggung2 rontoknya. Disentuh aja udah banyak banget rambut yang rontok huhu padahal rambut saya sudah mulai agak panjangan sejak regimen obat sebelumnya.
Botak part 2 akhirnya terjadi setelah menggunakan regimen ini. Efek kemoterapi yang baru ini memang to the point banget. Rambutnya jadi mudah rontok sangaaat parah. Padahal regimen sebelumnya itu rontoknya masih berproses beberapa bulan. Kalo ini…. Gausah ditanya lah.
***
Kemoterapi dengan regimen tersebut telah berakhir. Saya mau cerita sedikit, jadi pas memasuki obat terakhir tiba2 jantung saya berdebar-debar sangaaaatt cepatt dan agak sesak, lalu dokter menyuruh saya pakai oksigen dulu. Jadi, obat yang paling terakhir ditunda dulu dan hari itu juga langsung harus di echo jantung.
Hasil echo jantung memang ternyata ada penurunan fungsi jantung saya menjadi 32% karena efek2 kemoterapi yang sudah saya jalani 20x dan radiasi di mediastinum, kira2 radiasi sudah 30-35x.
Sejak saat itu sembari istirahat dari yang namanya kemoterapi dan radioterapi saya harus terapi oral jantung selama beberapa bulan dan minum obat rutin setiap harinya, gak boleh putus. Setiap beberapa bulan harus di echo lagi untuk mengetahui perkembangan fungsi jantung saya.
Monster Jahat!: Enjoying My Life With My Cancer
Waktu itu saya pernah 'ngiri' sama seperjuangan kanker lainnya yang masih bisa melakukan ini itu. Apalagi waktu itu ketika saya lumpuh banyak orang yang menyemangati saya termasuk kawan-kawan seperjuangan saya di tempat kos-kosan. Saya selalu ingin menjadi mereka karena kondisi saya dibanding mereka saya termasuk yang paling buruk.
Beberapa bulan setelah kondisi saya banyak perkembangan, saya selalu mendapati kabar yang buruk tentang mereka yang saya suka 'iri' kan itu. Banyak dari mereka yang dulu memberikan saya semangat malah pada gugur. Saya bener-benar ga nyangka banget keadaan saya dibanding mereka yang saat itu saya agung2kan kondisinya malah saya sendiri yang bisa survive sampai sekarang.
Lalu bagimana keadaan saya sekarang?
Hmm… keadaan saya sekarang alhamdulillah sudah banyak sekali perkembangan. Saya sudah bisa pergi ke tempat umum seperti mall, naik angkutan umum dan bahkan saya suka bolak balik mengikuti acara seminar yang berbau dengan kanker dan kesehatan.
Dan untuk pertama kali juga saya sharing tentang pengalaman saya. Senang sekali rasanya bisa memotivasi di kala sakit berat seperti ini!
Tapi walaupun begitu saya harus tetap berjuang untuk bisa sehat yaitu dengan kontrol ke jantung bolak balik ke RS di Bandung.
[Saya mau cerita lagi nih ketika saya sedang masa kemoterapi di regimen kedua yang 10x itu, tiba-tiba dibawah dagu saya ada benjolan lagi. Sebenarnya awal sakit sudah ada dan sempat di tes takutnya ada penyakit tiroid dan hasilnya negatif. Benjolan itu sempat hilang sih tapi kenapa balik lagi dan kena obat kemoterapi pun tetap ada. Jadi, dokter onkologi saya mengira itu dari gigi saya yang bolong. Nah pas banget kebetulan gigi saya ada yang bolong dan sebagai informasi sebenarnya dalam proses kemoterapi itu gigi tidak boleh ada yang bolong karena tubuh yang sudah di kemoterapi sangat rentan untuk terkena infeksi. Kebetulan di gigi saya yang bolong terdapat benjolan daging yang dikenal dengan polip pulpa.]
Sejak saat itu sambil istirahat dari terapi-terapi kanker saya fokus untuk ke poli gigi untuk urus gigi saya yang bolong. Sebenarnya agak-agak ngeri gimana sih.. konon katanya kalo abis kemo itu gaboleh di cabut-cabut gitu sedangkan saya harus dicabut dan dibersihkan agar tidak ada infeksi dan siapa tau aja benjolan di bawah dagu saya ini berasal dari gigi yang terinfeksi.
Saya sempat berkelana sampai ke RS di kota saya untuk masalah gigi. Ya itung2 ke tempat saya sambil liburan main ke rumah trus kontrol ke poli gigi.
Tapi dari poli gigi di rujuk ke bedah gigi (pikiran saya udah kemana-mana karena denger kata “bedah”) dan udah sampe di poli bedah gigi dokternya ga berani dong buat cabut gigi saya karena riwayat penyakit dan riwayat pengobatan saya. Dokter bedah gigi tersebut gamau ambil risiko dan mengembalikan saya ke RS utama saya yang di Bandung karena ada dokter onkologi saya.
Yaudah caw ke Bandung lagi deh.
Monster Jahat!: Perjuangan Belum Berakhir
Setelah menunggu antrian akhirnya saya dapat ke poli gigi (gajadi ke bedah gigi). Pada saat itu saya tidak berpikiran untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi dong karena jadwal yang suka diundur.. dan ternyata hari itu juga saya harus dicabut giginya dan ga main-main sih cabut gigi langsung 3!
Selama proses berlangsung darah saya sampai ke muka-muka walaupun dikasih biusan tetap aja terasa banget cuy apalagi ada gigi yang suuulitt banget di cabut jadi harus dicabut paksa dan ngilunya bukan main.
Saya lihat mama saya disamping lagi menangis2 sambil baca doa karena muka saya yang penuh darah haha padahal cuma cabut gigi tapi tetap aja 3 gigi dicabut sekaliguss. Belum lagi suara rintihan saya yang membuat mama saya semakin panik dan tidak tega sehingga asisten dokter menenangkannya.
***
Setelah sekian lama dicabut giginya akhirnya semua berhasil dicabut dan saya lemas sekali. Maklumlah tenaga keluar untuk cabut gigi 3 sekaligus MENDADAK hahahaha. Selama habis dicabut saya gabisa makan karena banyaknya pendarahann dan rasa ngilu masih terngiang, pipi pun semakin membengkak.
Proses recovery dari gigi sudah terlewati.. tapi kok benjolan dibawah dagu tak kunjung hilang semakin agak parah ya? Ketika kontrol ke poli gigi saya harus melakukan semacam tes FNAB di hari yang sama. FNAB itu kayak pengambilan sampel cairan dari benjolan dengan menggunakan jarum kecil dan tipis. Prosesnya sangat cepat dan agak sedikit ngilu.
Hasil FNAB mendapati kalo saya harus dilakukan biopsi untuk memastikan disgnosis secara pasti untuk ditindak (Yaampunn lagi lagi perjuangan saya belum berlaluuu).
Gapake lama langsung daftar ke poli bedah onkologi dan langsung mendapat jadwal biopsi. Tadinya dapat biopsinya lama tapi akhirnya dimajuin aja dan dua minggu kemudian udah langsung di biopsi dan biopsi ini menggunakan bius lokal lagi karena katanya cuma diambil jaringan sedikit aja.
***
Sudah siap berpkaian operasi ijo-ijo lagi beserta tutupan kepala. Saya masuk ke tempat biopsi untuk persiapan dan wawancara lagi lumayan lama sambil nunggu dipanggil masuk ke tempat dilakukannya biopsi. ACnya sentral sangat dingin, saat itu saya sedang berpuasa, ngantuknya pooll. Bahkan dokter atau perawat pun ga ada yang nyamperin saya. Agak kesal banget karena biopsi ga dimulai2 sedangkan yang lain udah pada beres.
Ternyata dan ternyata bagian anestesi menunggu hasil echo jantung saya yang kebetulan mama saya lupa bawa (hmm cape deh).
Kok harus liat echo jantung sih padahal cuma bius lokal?
Nah, pada masa2 menunggu antrian giliran untuk biopsi itu bisa aja terjadi perubahan pembiusan sesuai keadaan saat itu apakah kondisi kita stabil atau tidak.
Misal: rencana awal bius total tapi karena ternyata kondisi jelek akhirnya jadi bius lokal dan sebaliknya deh pokoknya.
Kalau kasus saya, rencana awal memang bius lokal tapi… hasil echo saya ga bagus yaudah tetap bius lokal aja deh. Tadinya sempet mau dibius total aja biar ambil jaringannya agak dalam. Tapi apa daya dokter anestesi ga berani karena hasil echo jantung saya jelek.
Yang ditunggu-tunggu datang juga! Saya dipanggil untuk masuk ruang biopsi. Prosesnya sangat cepat sekali tapi nungguinnya lama. Hal yang paling ngilu proses pas disuntik dan dijahit sih.. Pas dibelek dan dibedah ga terasa banget sih prosesnya karena di bius bagian yang sedang dibedah.
Saking ga terasanya tau-tau udah selesai aja proses biopsinya. Pas saya lihat hasil jaringan yang diambil dikit sekali. Saya agak terdiam sih.. bukannya apa2 ya, belajar dari yang dulu-dulu sampel sedikit kayak gitu biasanya ga dapet diagnosis dan harus diulang2 terus tindakannya. Ya, kan capek aja gitu harus diulang2.
***
Singkat cerita hasil biopsi akhirnya diumumkan setelah sempat diundur2 karena dokternya belum tanda tangan. Hasilnya udah ketebak dong apa kira2?
Yap! Seperti ketakutan saya, hasilnya adalah… “TIDAK SIGNIFIKAN (LAGI)” DAN HARUS DI BIOPSI ULANG. HUHUHU.
Monster Jahat!: Perjuangan Belum Berakhir Part II
Akhirnya saya kontrol untuk memberikan hasil biopsi kepada dokter onkologi saya, dokter saya sangat ragu kalau hanya peradangan lagi dibagian dagu saya.
Diputuskanlah untuk di biopsi eksisi dengan bius total sekalian dibersihkan disekitar dagu, karena kayak orang bisul bentuknya. Kali ini biopsinya ga cuma dibagian dagu tapi dibagian buah dada kiri saya juga, karena masih ada sisa tumor. Waw biopsinya dua sekaligus.
***
[Apasih biopsi eksisi itu? Biopsi eksisi itu kayak pengambilan jaringan secara besar/keseluruhan. Jadi, gak cuma sedikit sampelnya. Sedangkan biopsi insisi itu biopsi yang diambil hanya sampel kecilnya aja tidak keseluruhan].
***
Saya merasa kalau dokter onkologi saya bilang bahwa saya harus di bius total kayaknya tidak semudah itu mengingat fungsi jantung saya yang menurun. But, we will see.
***
Saya pun ke bedah onkologi untuk diperiksa. Keputusan sementaranya sih rencana harus dibius total untuk mengambil sampel lebih dalam lagi tapi gabisa di biopsi eksisi karena terlalu lengket. Karena harus di biopsi total saya disuruh cek darah lengkap, EKG jantung, tes faal paru, dan pastinya echo jantung yang terbaru.
Hasil dari tes-tes tersebut sudah ada, dari tes darah, EKG, dan tes faal paru hasilnya ya ga kenapa2 sih malah EKG ada peningkatan. Tetapi hasil yang paling penting yaitu, echo jantung saya belum baik banget walaupun ada peningkatan tetapi fungsi jantung saya masih dikategorikan masih rendah. Itulah yang membuat dokter anestesi bingung untuk dilakukan dengan bius lokal atau total. (Lagi dan lagi harus bingung masalah pembiusan).
***
Penjadwalan biopsi ke 5 sudah diputuskan dan saya mempersiapkan diri saya.
Ga terasa nih udah di hari H saya harus menjalani biopsi ke 5 ini semoga aja mendapati diagnosis yang tepat agar segera diobati.
Dari pagi sekali saya sudah menunggu antrian di RS dan sudah berpuasa dari malam. Tapi saya belum dipanggil wawancara juga padahal sudah 2jam lebih.
Saya benar-banr menunggu di kursi sambil kelaparan dan mengantuk tapi belum dipanggil-panggil juga untuk wawancara lagi.
Beberapa jam akhirnya dipanggil untuk wawancara anestesi. Saya melaporkan hasil echo dan di tes tekanan darah dan wow tekanan darah saya saat itu rendah sekali hanya 60/50. Dokter anestesi tambah waswas aja dong dan menyuruh saya untuk menunggu di luar lagi untuk mengambil keputusan bakal dibius total atau lokal.
Lagi dan lagi harus menunggu diluar untuk mendapat kepastian.
***
Sudah beberapa jam menunggu lagi akhirnya dokter anestesi menyampaikan bahwa rencana biopsi untuk di bius total TIDAK DI ACC. Karena mengingat hasil echo jantung yang masih kurang baik beserta tekanan darah saya yang sangat rendah jadi sangat berisiko. Alhasil harus bius lokal lagi. (Yah semoga aja hasil diagnosisnya dapat tidak diulang-ulang lagi). Darisitu dokter meyuruh untuk buka puasa aja karena gajadi di bius total. Saya ga tahan lapar akhirnya makan dengan amat lahappp.
***
Setelah menunggu (lagi) untuk mendapat giliran masuk ruangan biopsi akhirnya saya dipanggil sebagai pasien terakhir untuk di biopsi (padahal datang paling pagi lho). Lalu saya disuruh berbaring di kasur operasi dan dokter menyiapkan alat2nya. Agak ngilu sih pertama kali biopsi di bagian buah dada di kiri dengan bius lokal padahal sebelumnya saya udah pernah di biopsi bagian buah dada kiri dengan bius total jadi gak sadar.
Setelah dibedah bagian dada lalu lanjut ke bagian bawah dagu. AW! Rasa ngilunya double deh..
Sempat saya agak panik pasa dibius bagian dagu kok tiba-tiba saya agak sesak, jantung saya juga berdetak kencang lalu diikuti telinga saya yang tiba2 pendengarannya kabur.. “Wah saya kenapa nih?”
Saya sangat bersyukur sekali sejak kejadian masa-masa buruk saya sebelum2nya sampai sekarang nih kalo saya dikasih kondisi jelek saya selalu berusaha untuk tenang dan mencoba harus kuat serta positif thinking, dan benar saja saya terapkan pada saat itu. Alhamdulillah biopsi ke 5 berjalan dengan amat lancar…
***
Saya sudah amat pasrah dengan hasil biopsi yang kalau hasilnya belum pasti lagi masa saya harus terus-terusan dibedah? Tapi, kali ini perkiraan saya salah sih.. Hasilnya sudah ditemukkan dan pasti. Jadi akan segera diobati.
Huh lega sekali rasanyaaa…
Hasilnya ya begitu deh tetap aja si centil limfoma saya masih ada hmm jatuhnya relaps sih, jadi dokter berencana untuk melakukan terapi immunoterapi jika hasil IHK sudah sesuai dengan kriteria obat tersebut.
Saya juga masih awam dengan immunoterapi tapi konon katanya pas saya cari tau, ini tuh semacam terapi target ga kayak kemoterapi. Jadi kemungkinan efeknya akan lebih ringan..
Tapi entahlah walaupun gimana nanti obatnya harus saya terima. Saya akan tetap berjuang untuk menjemput kesehatan saya dan menikmati hidup saya ini.
...Tunggu kelanjutan cerita saya melawan kanker stadium 4. Saya akan bahagia untuk sharing di sini. Salam sehat...
Ikuti tulisan menarik Adinda Fitriana Milasari lainnya di sini.
