x

cover buku Di Kaki Bukit Cibalak

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 8 Maret 2020 18:53 WIB

Di Kaki Bukit Cibalak

Perubahan yang terjadi di perdesaan di awal "Masa Pembangunan" di mata Ahmad Tohari.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Di Kaki Bukit Cibalak

Penulis: Ahmad Tohari

Tahun Terbit: 2015 (cetakan kelima)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama                                                                    

Tebal: 176

ISBN: 978-602-03-0513-4

Masa tahun 1970-an adalah masa kurang menarik untuk dijadikan latar sebuah novel atau karya sastra lainnya. Sebab masa tahun tersebut relatif tanpa konflik di Indonesia. Masa dimana tragedi G30S 1965 sudah mulai reda dari pemberitaan. Tahun 1970 adalah masa baru dimana semua pihak diarahkan energinya untuk pembangunan. Namun di tangan Ahmad Tohari, masa tahun 1970 bisa menjadi bahan cerita yang menarik sekali.

Bukankah novel-novel besar biasanya mengambil latar sebuah masa dimana manusia sedang merenungi kembali nasip yang dihadapinya? Adakah sesuatu hal yang perlu direnungkan secara mendalam oleh orang Indonesia di “masa tenteram” tersebut? Sepertinya tidak ada.

Tapi Ahmad Tohari menemukannya.

Ahmad Tohari memotret perubahan yang terjadi di perdesaan. Ia menunjukkan betapa di awal era pembangunan tersebut, pola konsumsi masyarakat desa berubah. Keserakahan sudah mulai muncul. Pada saat yang sama pandangan-pandangan lama manusia Indonesia juga masih menggejala. Pandangan dimana pemimpin adalah segalanya, lelaki bisa berlaku sekehendaknya, anak perempuan perlu segera dinikahkan dan hubungan Jawa-Tionghoa dalam pernikahan adalah sebuah hal yang tabu.

Melalui tokoh pemuda desa bernama Pambudi, Ahmad Tohari mencampur semua kekisruhan masa awal era pembangunan tersebut menjadi sebuah cerita. Ahmad Tohari memang serakah karena membawa semua persoalan bangsa tersebut dalam sebuah buku yang tebalnya hanya 176 halaman saja. Namun sebagai seorang yang piawai dalam berkisah, cerita yang dijalinnya tidak kedodoran. Namun karena sempitnya ruang dan banyaknya topik yang diusung, pembahasan topik-topik tersebut tentu tak terlalu dalam.

Pambudi adalah seorang pemuda desa yang ingin mengembangkan koperasi di desanya benar-benar memberi manfaat bagi seluruh masyarakat desa. Namun apa daya. Calon Kepala Desa yang dijagoinya kalah. Kepala Desa yang menang adalah seorang yang serakah. Pak Dirga sang Kepala Desa baru gagal mengajak Pambudi untuk kongkalikong mengakali pembukuan koperasi. Akibatnya Pambudi dianggap sebagai orang yang berbahaya bagi sang Kepala Desa.

Apalagi saat Pambudi berhasil menolong Mbok Ralem yang sakit kanker melalui pengumpulan dana lewat iklan surat kabar. Pak Dirga semakin geram. Karena merasa tidak nyaman di desa, Pambudi memutuskan untuk merantau ke Jogja. Ia bekerja apa saja untuk tetap bisa bertahan di Jogja. Sampai akhirnya Pambudi berhasil kuliah dan menyelesaikan studinya.

Pambudi yang bekerja di Surat Kabar “Kalawarta” sering menulis tentang kasus-kasus yang ada di desanya. Korupsi yang dilakukan oleh Pak Dirga akhirnya terbongkar oleh Camat dan Bupati. Namun Pak Dirga tidak ditangkap karena korupsinya, tetapi dijebak saat bermain judi.

Pelengseran Pak Dirga melalui penggerebekan saat berjudi ini adalah cara khas masyarakat Jawa. Cara ini dipakai untuk menyelamatkan para atasan yang sebenarnya terlibat dalam kejahatan, atau setidaknya tahu praktik jahat yang dilakukan oleh anak buahnya. Penagkapan Pak Dirga sebagai koruptor tentu akan membongkar banyak aib bagi Pak Camat dan Pak Bupati. Lain halnya jika Pak Dirga dikorbankan dengan menangkapnya sebagai seorang penjudi.

Tentang lingkungan Ahmad Tohari sudah memberi peringatan sejak awal era pembangunan. Lihatlah bagaimana pola konsumsi yang berubah drastis. Sampah plastik mulai menghuni pawuhan (tempat pembuangan sampah keluarga). Bahan-bahan serba plastik (ember, tali jemuran, stoples, payung) menggantikan alat-alat rumah tangga yang sebelumnya terbuat dari bahan yang terdaur ulang oleh alam. Radio dan televisi menggantikan alat hiburan yang dulu bisa dinikmati oleh masyarakat secara komunal. Sepeda motor dan mobil menggantikan alat transportasi yang lebih ramah lingkungan. Semua perubahan konsumsi tersebut disaksikan oleh Bukit Cibalak yang muncul dari laut berjuta tahun sebelumnya. Bukit yang pernah menjadi hutan lebat. Bukit yang pernah ditanami pohon jati oleh masyarakat di sekitarnya. Bukit yang sekarang kembali gundul.

Dipakainya tokoh Bu Camat dan Pak Dirga untuk menunjukkan bahwa pemimpin adalah segalanya. Bu Camat yang seharusnya tidak memiliki kekuasaan karena Bu Camat adalah hanya seorang istri camat justru memiliki kekuasaan yang luar biasa terhadap para istri kepala desa. Bu Camat bisa dengan seenaknya memarahi para istri kepala desa. Ia bisa kapan saja memerintah para istri kepala desa. Para istri kepala desa sepenuhnya tunduk kepada Bu Camat supaya suaminya selamat. Bukankah perilaku seperti Bu Camat ini banyak melekat pada istri-istri pejabat?

Pak Dirga lain lagi. Ia digambarkan sebagai seorang kepala desa yang culas. Memakai kekuasaannya untuk kepentingannya sendiri. Ia mengakali proyek-proyek pembangunan untuk memperkaya diri sendiri. Bersama dengan Poyo, pegawai Koperasi Pak Dirga melakukan rekayasa pembukuan sehingga seakan-akan Pambudi melakukan penggelapan uang Koperasi. Padahal uang itu dipakainya untuk membiayai pelantikannya sebagai Kepala Desa dengan cara yang amat sangat mewah.

Dipakainya tokoh Sanis, anak perempuan berumur 13 tahun yang masih duduk di SMP kelas 2 untuk menunjukkan perilaku orang desa yang memandang anak perempuan harus segera dinikahkan. Sanis yang cantik jelita dan cepat dewasa sudah bisa jatuh cinta kepada Pambudi dan kemudian Bambang Sumbodo anak Pak Camat. Namun nasip Sanis justru jatuh kepada pelukan Pak Dirga si bandot tua. Bandot tua yang sudah menikah sebanyak tujuh kali.

Ahmad Tohari tak ingin mengakiri ceritanya dengan desa tanpa harapan. Meski ia menunjukkan berbagai persoalan yang dihadapi Desa Tangkil di awal era pembangunan, Ahmad Tohari tetap percaya bahwa anak desa akan mampu memimpin desanya untuk melewati masa yang sulit tersebut. Hadi, seorang lulusan STM yang terpilih menjadi Kepala Desa menggantikan Pak Dirga yang diberhentikan karena kasus judi, dimunculkan sebagai pembawa harapan bagi Desa Tangkil. hadi masih muda, belum menikah dan mempunyai sifat-sifat yang baik untuk memimpin desanya menjadi desa yang memberi kemakmuran bagi warganya.

Ahmad Tohari juga membumbui ceritanya dengan memasukkan permasalahan hubungan cinta antara pemuda Jawa dengan perempuan Tionghoa. Pambudi yang bekerja di toko jam menjalin hubungan asmara dengan Mulyani, anak dari pemilik toko jam yang beretnis Tionghoa. Tentu saja hubungan ini ditentang oleh ibu Mulyani. Mulyani bersikukuh dengan pemuda pilihannya sampai akhirnya Pambudi berani menempuh cinta yang harus melewati seribu halangan. Sementara Bukit Cibalak dengan diam menyaksikan sang pecinta meninggalkannya.

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler