x

psikologis

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 27 Maret 2020 06:47 WIB

Hantu Kecemasan Mulai Melanda, Waspadai Dampak Psikologis Wabah Corona

Virus corona terus mengganas, namun pemerintah juga wajib memikirkan dampak psikologis masyarakat dari sekarang. Wabah ini memicu berbagai macam emosi yang berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis. Kabar mengenai jumlah korban hingga beragam peristiwa yang dibatalkan, menmercikan perasaan ketidakberdayaan dan tidak berharga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hadirnya virus corona dengan berbagai tindakan pencegahannya di berbagai negara di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia, juga wajib dipikirkan dampak dan efek psikologis masyarakat oleh setiap negara. 

Sebab pandemi virus corona yang tidak dapat diprediksi kapan akan usai, secara signifikan juga dapat memberikan efek psikologis jangka panjang bagi masyarakat. 

Efek psikologis masyarakat yang bahkan akan terjadi dalam jangka panjang, sudah diungkapkan oleh para ahli dan pakar psikologi dari berbagai negara. Sebagai contoh, pakar dari dari Fakultas Psikologi Universitas Yale, Amerika Serikat (AS). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Eli Lebowitz, Direktur Program Gangguan Kecemasan di Yale Child Study Center mengatakan, bahwa pandemi corona adalah sesuatu yang belum dapat dipetakan. Menurut Eli, orang-orang di seluruh dunia mempraktikkan isolasi sosial, tindakan pencegahan terhadap virus, tetapi juga beresiko menjadi faktor untuk munculnya kecemasan dan depresi. 

Selanjutnya diungkapkan bahwa penguncian yang dilakukan pemerintah, jelasnya, seperti di Italia dan Kuwait telah mengamanatkan pemisahan sosial. Sementara individu di negara lain secara sukarela memilih untuk mengisolasi dari yang lain untuk mencegah kemungkinan infeksi. 

Dampak psikologis dapat memiliki efek jangka panjang, tetapi sulit untuk memperkirakan durasinya. Ini adalah wilayah yang belum dipetakan, ungkap Eli seperti dilansir Al Arabiya

Atas kondisi ini, khususnya pemerintah Indonesia, juga sudah harus ada stakeholder yang menyiapkan diri demi menghadapi kemungkinan adanya gangguan psikologis masyarakat terutama dari sudut kecemasan dan depresi. 

Terlebih, di tengah pandemi corona yang semakin mengganas, sebagian masyarakat yang masih jauh dari cerdas intelegensi, personaliti, dan emosi, justru semakin latah tanpa saringan menyebarkan berbagai informasi dan perkembangan corona yang jauh dari unsur edukasi di media sosial, khususnya whatsapp di saat semua masyarakat diimbau untuk jaga jarak dan berdiam diri di rumah. 

Perilaku masyarakat Indonesia yang demikian justru jauh dari membantu masyarakat tenang, namun malah justru semakin menambah beban pikiran. 

Sudah begitu, media massa dan televisi yang berupaya terus mengupdate berita corona, justru semakin membuat masyarakat semakin resah, sehingga para petugas medis yang menjadi ujung tombak penanganan korban virus corona pun terdampak ditolak masyarakat tinggal di wilayahnya.

Kemudian kini semakin tidak dapat dicegah warga di berbagai daerah Indonesia, mudik dari kota perantauannya, kembali ke kampung halamannya demi berupaya menyelamatkan diri dan berkumpul dengan keluarga, namun malah menambah masalah baru, mudahnya penyebaran virus corona di semua daerah Indonesia.

Tanda-tanda kepanikan masyarakat kini semakin nyata, sebagian masyarakatpun sudah mulai sulit untuk makan karena tidak ada uang, dan kegiatan mudik pun sulit dikendalikan.

Ujungnya, virus malah semakin berkembang penyebarannya, karena masyarakat cemas dan panik, terlebih semua dianjurkan untuk berdiam diri di rumah dan jaga jarak.

Itu sebabnya, profesor epidemiologi Universitas Yale, Kaveh Khoshnood juga mengungkapkan bahwa jarak sosial, serta perasaan panik, akan memiliki konsekuensi kesehatan mental. 

Seharusnya pemerintah tidak mengabaikan dampak kesehatan mental dari wabah ini, karena ada banyak ketakutan dan kecemasan dan itu dapat mendorong perilaku yang merugikan diri sendiri. 

Setali tiga uang, beberapa orang tidak tahu cara mengelola kecemasan dan ketakutan mereka dan dapat beralih ke penggunaan hal-hal negatif seperti narkoba dll, demi untuk memberi mereka bantuan sementara, untuk rileks. 

Dapat dipastikan pula, wabah corona menghasilkan berbagai macam emosi yang berdampak negatif terhadap kesejahteraan psikologis, termasuk kekecewaan tentang peristiwa yang dibatalkan, ketidakberdayaan dalam menghadapi ancaman besar, dan tidak berharga bagi mereka yang tidak bisa pergi bekerja. 

Ini sudah mulai dirasakan masyarkat dunia pada umumnya, khususnya juga masyarakat Indonesia, sehingga masih banyak yang abai dan tak mengindahkan imbauan pemerintah, meski sejatinya masyarakat juga panik dan depresi, namun terpaksa tetap harus melakukan rutinitas seperti sedang tidak ada corona. 

Menurut Lebowitz, cara covid-19 mempengaruhi kehidupan orang-orang di seluruh dunia mirip dengan situasi masa perang. Lebih dari 7.000 orang telah meninggal karena virus di seluruh dunia. Pemerintah memobilisasi tentara dan polisi untuk menghentikan penyebaran, ekonomi menderita, dan orang-orang berjongkok di rumah mereka. 

Lebowitz pun menambahkan bahwa  mengurangi bekas luka psikologis virus dapat mulai dari sekarang, dengan memastikan orang memiliki akses ke perawatan dan keamanan untuk keuangan mereka. 

Karenanya, setiap orang harus berusaha mempertahankan rutinitas sebanyak mungkin dan akan membantu membuatnya lebih mudah untuk kembali ke 'kehidupan normal' setelah krisis berlalu. 

Untuk itu, untuk masyarakat Indonesia, juga harus sudah sejak sekarang membiasakan tetap berhubungan dengan keluarga dan teman-teman, meski dengan komunikasi jarak jauh. 

Berikutnya membiasakan melakukan aktivitas fisik, tidur yang cukup, dan makan yang cukup dan menjaga stamina tubuh tetap vit. Untuk asupan makan Inilah yang harus diperhatikan oleh pemerintah khususnya membantu masyarkat miskin dan yang berpenghasilan dari usaha sektor informal. 

Lebih dari itu, harus pula terus di sebarkan informasi positif utamanya dari pemerintah dan masyarakat, bahwa seseorang yang menjadi korban dan yang terdampak,  tidak sendirian dalam krisis corona ini. 

Semoga, pemerintah tidak hanya larut dalam upaya pencegahan virus, namun juga disiapkan upaya pencegahan akan dampak psikologis masyarakat. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler