#Leadership Growth: Beware of Sudden Incompetence
Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach
Kota-kota di dunia yang selama ini berselimut kemacetan lalu-lintas, pekan-pekan terakhir ini seperti telanjang, kelihatan beton-beton bangunan yang mengangkang dan jalanan membentang kosong. Mereka lockdown. Memasuki akhir Maret 2020, tercatat ada 722-an ribu kasus coronavirus Covid-19, yang meninggal 33.900-an, sehat kembali 151.700-an orang.
Total 199 negara di dunia dan dua kapal penumpang antar negara – Diamond Princess dan MS Zaandam -- terkena wabah coronavirus. Memasuki April 2020, data bisa berubah, tentu dengan harapan yang pulih lebih banyak.
Krisis akibat wabah coronavirus menguji kepemimpinan dari level komunitas, korporasi, lembaga nonprofit, sampai tingkat negara. Kita bisa sama-sama melihat, para pemimpin pada mengalami gejala sudden incompetence, termasuk di negeri-negeri yang selama ini kita anggap sebagai negara kuat.
Peter Drucker menggunakan istilah tersebut untuk menggambarkan orang-orang yang tengah memegang kekuasaan, di korporasi dan pemerintahan, tiba-tiba kehilangan kemampuan memimpin dan tidak bisa mengambil keputusan dengan tepat. Mereka telah mendapati kenyataan, pola pikir dan cara bertindak (actions) yang membuat mereka dulu sukses, kini tidak bisa diandalkan lagi.
Banyak faktor yang menyebabkannya. Sebagian tentu karena wabah Covid-19 masih sulit dikontrol; masyarakat di banyak negara memiliki pola dan gaya hidup sendiri-sendiri, yang di sejumlah wilayah malah mempercepat penularan; faktor lainnya adalah birokrasi dan bottleneck yang mengganjal proses kerja.
Contoh menggunakan cara sukses lama terbukti tidak pas untuk mengatasi tantangan sekarang bahkan dialami oleh para pengambil keputusan di Federal Reserve AS.
Untuk mengatasi konsekuensi ekonomi dan keuangan akibat krisis Covid-19, Federal Reserve secara naluriah menggunakan pendekatan seperti saat krisis keuangan dunia 2008-2009. Tapi tidak membuahkan hasil. Kenyataannya, Global Financial Crisis (GFC) jelas berbeda dengan krisis Covid-19, sebagai masalah public health yang berdampak negatif pada bisnis, para pekerja, dan sektor keuangan.
Selanjutnya: Krisis membuka kedok pemimpin baik
Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.