x

Puncak Gunung Es Corona

Iklan

Thonthowi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 April 2020

Jumat, 17 April 2020 15:12 WIB

KRL Berhenti atau Tidak? Mesti Bijak di Tengah Pandemi yang Rumit

KRL menjadi moda transportasi sangat vital bagi mereka, guna menunjang keberlangsungan hidup keluarganya. Pemerintah tentu tetap harus memikirkan bagaimana masyarakat yang masih bisa bekerja tak harus menjadikan bantuan sosial sebagai gantungan utama. Inilah rupanya yang mungkin menjadikan langkah pemerintah menjadi sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait transportasi publik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak heran, ketika lima Kepala Daerah di Bogor, Depok, dan Bekasi – yang kemudian diperkuat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur DKI Anies Baswedan, mengusulkan penghentian operasi KRL,  banyak pengguna KRL yang memprotes. 

Budi, seorang pekerja lepas di salah satu perusahaan otomotif meyatakan hal senada. "Kereta diberhentikan sementara? Ya, tidak setuju. Sementara aktivitas Jakarta ke Bekasi, Bogor, gimana? Busway saja sudah dikurangi. Lalu yang kerja bagaimana?" ujarnya kepada rri.co.id.  Baginya, KRL merupakan moda transportasi praktis dan ekonomis andalan rakyat, sehingga tidak boleh dihentikan

Penolakan pengguna KRL juga bergema di media sosial. Misalnya, @yohanna30486141 dalam akun twitternya menulis,"Iya jangn distop doong...kami jg bagian medis susaah klo ga ada transportasi." Adapun @1506Weetea menulis,"Saya dan banyak pengguna commuter lainnya yang berharap banget agar KRL tetap beroperasi...kami juga sadar tetap ikut protokol yang berlaku di dalam menggunakan KRL...mohon pihak yang terkait memikirkan kami yang tetap harus bekerja di tengah pandemi ini."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, dr Pandu Riono, pun tak sepakat dengan penghentian tersebut. Menurut dia, penghentian operasional Kereta Rel Listrik atau KRL secara total guna memutus mata rantai penyebaran Covid -19 akan mengganggu pekerja di sektor vital. "Transportasi umum harus tetap jalan, karena mengangkut pekerja-pekerja informal yang membuat semua kehidupan berjalan," katanya seperti dikutip wartaekonomi .

Salah satu dampak terburuknya adalah terganggunya akses tenaga medis, petugas keamanan dan penyedia logistik dari dan luar Jakarta. Dia paham, apabila operasional KRL dihentikan sementara waktu akan berguna untuk memutus mata rantai virus. Namun hal itu harus dibuat pengecualian bagi dokter, perawat, TNI, Polisi dan sebagainya.

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) juga tak sepakat. "Sebenarnya yang harus dihentikan adalah kegiatannya dan bukan transportasinya," kata Kepala Bidang Advokasi MTI, Djoko Setijowarno, di Jakarta. Djoko mencatat, kapasitas angkut KRL pada jam sibuk dengan 'headway' setiap lima menit tercatat sekitar 17 ribu penumpang di saat PSBB.  Jika ditutup, bagaimana dengan nasib warga yang masih harus bekerja di Jakarta.

Sebenarnya, PSBB telah berhasil menekan jumlah penumpang KRL, secara drastis. Merujuk pada keterangan Vice President Komunikasi KCI, Ernie Sylviane Purba, jumlah pengguna KRL dalam kondisi normal mencapai angka 1,1 juta penumpang per hari. Kini rata-rata berkisar antara 170 ribu-175 ribu orang per hari.  Di sisi lain, KCI  pun telah menerapkan protokol kesehatan dalam memberikan layanan. Jaga jarak dalam antrian maupun di dalam gerbong kereta api sebisa mungkin terus diterapkan.

Dengan data-data semacam itu, tidak mengherankan jika pemerintah pusat tak mau gegabah menghentikan operasi KRL.  Pemerintah tentu sangat ingin menjaga keselamatan masyarakat. Berbagai upaya penanganan wabah Covid-19 pun telah dilakukan.

Di sisi lain, pemerintah tentu tetap harus memikirkan keberlangsung hidup masyarakat juga, khususnya yang paling rentan perekonomiannya. Skema jaring pengaman sosial telah ditetapkan, dan mulai dijalankan. Bantuan sosial di beberapa tempat telah digelontorkan.

Namun, pemerintah tentu tetap harus memikirkan bagaimana masyarakat yang masih bisa bekerja tak harus menjadikan bantuan sosial sebagai gantungan utama. Inilah rupanya yang mungkin menjadikan langkah pemerintah menjadi sangat berhati-hati dalam mengambil kebijakan terkait transportasi publik.

Masyarakat yang sudah berat memerangi wabah, perlu dibantu agar tak kian berat dalam menjalani kehidupan. Bijak di tengah pandemi penyakit yang sangat mudah menular memang sulit dan rumit.

Ikuti tulisan menarik Thonthowi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler