JIKA melihat perjalanan sejarah bangsa ini, umurnya belaum sepadan dengan kejayaan kerajaan Majapahit. Bangsa ini baru 70 tahun sekian merdeka dan kerajaan majapahit sekitar 200 tahunan lebih umurnya hingga akhirnya tumbang.
Ada kelucuan ketika corona disebut pandemi global. Covid-19 yang menjadi artis internasional kelewat ngetop tapi mengancam, Jakarta yang semerawut bisa sepi dan nyaris hilang kemacetan yang sudah mendarah daging.
Sebagai pengajar agama Islam di sebuah pondok pesantren, saya melihat dari dua sisi. Satu sisi corona menguntungkan di sisi lain memang terlanjur menjadi public enemy. Saya tak meliburkan santri yang dekat dengan pesantren alasannya sederhana. "Kalau diajak berperang dan kita tinggal di rumah cuma nunggu kapan kita mati, tapi kalau kita mau bergerak banyak hal yang bisa dikerjakan".
KH Zaenal Musthofa wafat ketika perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI bahu membahu dengan TNI berjuang demi Merah-Putih yang sudah bulat dibela.
Perang Kedondong yang berumur 100 tahun adalah upaya perjuangan kaum pesantren. Para santri dan jamaah masyarakat sekitar pesantren, tak henti bahkan perang itu dalam cerita buku Baban kana telah membuat malu negeri Belanda. Spartan sepanjang 1 abad bukan hal yang mudah.
Cerita Jenderal Mallaby yang pernah disebut seorang Kyai Cirebon merupakan perang santri Cirebon yang dikirm bersama para ulama ke Surabaya ketika perjuangan arek-arek Suroboyo melawan Sekutu menjadi catatan penting, peran doa dan zikir jangan sampai dikesampingkan.
Kita percaya medis, empirisme ilmu kedokteran, tapi faktor doa dan ikhtiar berbasis keimanan jangan sampai tersingkirkan. Ada Tuhan di balik corona, siapapun dan apapun namanya. Kepanikanlah yang akan membuat fundamental bangsa ini terganggu, ekonomi yang tidak rapuh, stabilitas bangsa dan kemerdekaan selamanya merupakan harga mati untuk kemajuan Republik Indonesia tercinta ini.
Ayo bersatu, bawalah agamamu masing-masing untuk melawan Covid-19
Ikuti tulisan menarik Ridwan Hartiwan lainnya di sini.