x

Lingga Sumedang

Iklan

putu tetehasan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 April 2020

Kamis, 18 Juni 2020 14:45 WIB

Lingga Sumedang , Jejak Pangeran Sunda Terakhir

Sejarah Lingga Sumedang

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lingga Sumedang , Jejak Pangeran Sunda Terakhir

Lingga Sumedang , Jejak Pangeran Sunda

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

...hij was een leider die onbaatzuchtig, rechtvaardig, nobel en zeer gerespecteerd was

( ..dia adalah seorang pemimpin yang tidak mementingkan diri sendiri, adil, mulia dan sangat dihormati  )

 

Tulisan diatas adalah salah satu komentar dari salah satu pejabat pemerintah Kolonial Hindia Belanda bernama HC de Bei atas diresmikannya Monumen di Sumedang pada  di 22 April 1922. Pada hari itu di Sumedang, didirikan suatu monumen, kemudian hari dikenal sebagai Lingga Sumedang. Hal itu untuk mengenang satu tokoh penting untuk Sumedang yang kebetulan juga beliau adalah seorang Birokrat Hindia Belanda di Sumedang dengan jabatan Bupati. Monumen diresmikan oleh pemimpin Hindia Belanda (Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke 61 ) D. Fock , dihadiri juga oleh Residen, para Bupati dan pejabat Hindia Belanda lainnya.

Gambar upacara peresmian ( diambil dari Wikipedia )

Lingga Sumedang , Jejak Pangeran Sunda

 

Lingga Sumedang , Jejak Pangeran Sunda

 

Gambar Gubernur Jendral ke 61 Dirk Fock

Lingga Sumedang , Gubernur Jendral ke 61 Dirk Fock

 

Monumen tersebut dibangun untuk mengenang seorang Bupati bernama Soeria Atmadja (putra matahari) menjabat dari 1882 - 1919 , yang pada akhir masa jabatan mendapat gelar Pangeran , suatu pencapaian birokrat pribumi tertinggi di Tatar Sunda .

Lahir pada 11 Januari 1851, salah satu dari 94 anak dari Bupati Sumedang  ( beristri 4 dan 27 selir ) sebelumnya yaitu Pangeran Suria Kusumah Adinata / Pangeran Soegih ( 1836 – 1882 ) . Pangeran Sugih ( cucu dari Pangeran Kornel  ) merupakan bupati terkaya di antara bupati lainnya, juga terkaya di Tatar Sunda , dia adalah penerus Kerajaan Sumedang Larang, putra dari Dalem Adipati Koesoemayoeda .

Soeria Atmadja ketika kecil biasa dipanggil dengan “Aom Sadeli“ ( aom adalah panggilan untuk anak laki-laki Bupati ). Nama kecilnya cukup menarik , kata Sadeli diduga kuat penglokalan bahasa Arab شاذليsyadzali , akan tetapi bila dilihat dalam kamus bahasa Arab kata tersebut tidak terdapat , jadi kemungkinan besar nama tersebut diambil dari Ulama Besar bernama " Abul Hasan Asy-Syadzili " pendiri Tarekat Syadziliyah . Mungkin dari nama inilah yang akan membentuk karakter dari Soeria Atmadja ketika dewasa.

Mulai belajar disekolah pada usia 8 tahun, ditambah belajar bahasa Belanda , Inggris dan Perancis tidak lupa belajar agama Islam dan mengaji . Mulai magang dimulai dari usia 14 tahun.

Pada usia 18 tahun, sesuai dengan besluit - keputusan pengangkatan tanggal 1 Agustus 1869 , Raden Soeria Atmadja memulai kariernya sebagai Inlandsche Bestuur ( pangreh praja) Kaliwon Negeri Sumedang. Dua tahun kemudian sesuai Besluit  tanggal 7 Februari 1871 menjadi Wedana Ciawi , 4 tahun kemudian berdasarkan Besluit  tanggal 29 Nopember 1875 menjadi Patih Afdeling Sukapura Kolot , mendapat gelar Rangga , hingga nama resminya adalah Raden Rangga Soeria Atmadja.

Pada tahun 22 September 1882 , Pangeran Sugih meninggal dunia setelah 46 tahun menjadi Bupati , diangkatlah sebagai akting Bupati ( waarmend ) Raden Rangga Martanegara. Putra tertua Pangeran Sugih , bernama Raden Demang Somanagara ketika itu menjadi Patih Afdeling Tasikmalaya dianggap tidak memenuhi syarat untuk menggantikan ayahnya , terbukti 3 bulan kemudian keluar Besluit dan surat pengangkatan ( aanstellingsakte ) dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda  Frederik s'Jacob tertanggal 30 Desember 1882 mengangkat putra ke 4 Pangeran Sugih , Raden Rangga Soeria Atmadja menjadi bupati  - regent menggantikan ayahnya dan mendapat gelar Toemenggoeng , sehingga nama resmi Bupati adalah Raden Toemenggoeng Soeria Atmadja.

Gambar Kabupaten Sumedang dari Wikipedia

Lingga Sumedang , Kabupaten Sumedang

 

Gambar Gubernur Jendral ke 52 Hindia Belanda Frederik s'Jacob

Lingga Sumedang , Gubernur Jendral ke Gubernur Jendral ke 52 Hindia Belanda Frederik s'Jacob

 

Ketika diangkat sebagai Bupati , Kerajaan Belanda diperintah oleh Raja Willem III ( 1849 -1890 )

 

Gambar Raja Willem III

Lingga Sumedang , Raja Willem III

 

Untuk memudahkan melihat Raden Toemenggoeng Soeria Atmadja ( RTSA ) secara utuh , akan lebih mudah membagi periode masa kebupatiannya , menjadi beberapa periode dimana terdapat pencapaian sang Bupati , yatu :

Periode 1883 – 1891

Delapan tahun masa kebupatian RTSA , ditandai pergantian penguasa di Kerajaan Belanda , Raja Willem III meninggal dunia pada 1890 , Kerajaan Belanda memulai sejarah dari raja menjadi Ratu , tetapi putri satu2nya Willem III bernama Wilhelmina baru berusia 10 tahun belum bisa diangkat sebagai Ratu , maka diangkatlah ibunya Emma of Waldeck and Pyrmont sebagai Wali ( regency ) hingga ia berusia 18 tahun. Di Hindia Belanda selama 8 tahun tersebut , 3 Gubernur Jendral memerintah ,  Frederik s'Jacob ( 1881 – 1884 ) , Otto van Rees ( 1884 -1888 ) dan Cornelis Pijnacker Hordijk ( 1888- 1893 ).

Semenjak 1870 , Cultuurstelsel  telah diihapuskan di Hindia Belanda tetapi untuk Tatar Sunda , penanaman kopi masih diwajibkan seperti ketentuan didalam Preangerstelsel  , untuk itu dalam usaha meningkatkan hasil pertanian dengan kendala keterbatasan lahan di Sumedang dan juga untuk meningkatkan produksi kopi yang menjadi produk andalan Tatar Sunda  ,  RTSA mulai membagikan bulletin pertanian( dikirim oleh Hoofdpanghoeloe Limbangan Muhamad Musa ) yang ditulis dan diedit oleh K. F. Holle, bernama “ Mitra nu Tani “ kepada pejabat kabupaten yang berurusan dengan pertanian .

Untuk mengoptimalkan keterbatasan lahan padi , dibuatlah terasering , sehingga lahan sawah untuk menanam padi menjadi bertambah luas. Irigasi juga menjadi perhatiannya  karena ini akan menunjang pertanian . Pengadaan bibit tanaman baru dan ternak juga didatangkan dari luar Sumedang. Pada tahun 1886 , RTSA berhasil membujuk pemerintah untuk membebaskan desa2 yang minus dari kewajiban menanam kopi yang menjadi andalan pertanian Tatar Sunda.

Ketika wabah Kolera melanda Hindia Belanda , Tatar Sunda juga dilanda wabah tersebut , pemerintah Kolonial Hindia Belanda merasa RTSA berhasil mencegah dan menanggulanggi wabah tersebut di Kabupaten Sumedang. Atas hasil kerjanya selama 8 tahun sebagai Bupati tersebut diatas , RTSA mendapat apresiasi dari pemerintah berupa pemberian bintang yang bernama “ Groot Gouden Ster – Bintang Mas Ageng “ oleh Gubernur Jendral ke 55 Cornelis Pijnacker Hordijk pada 21 Agustus 1891 .

Gambar Gubernur Jendral ke 55 Cornelis Pijnacker Hordijk

Lingga Sumedang , Gubernur Jendral ke 55 Cornelis Pijnacker Hordijk

 

Periode 1891 – 1898

Periode 8 tahun ke 2 nya , Hindia Belanda ketika itu diperintah Gubernur Jendral baru yang bernama Carel Herman Aart van der Wijck ( 1893 -1899 ) dan Kerajaan Belanda memulai masa pemerintahan Ratu anak dari Raja Willem III yang bernama  Wilhelmina .

Gambar Gubernur Jendral ke 56 Carel Herman Aart van der Wijck

 

Lingga Sumedang , Gubernur Jendral ke 56 Carel Herman Aart van der Wijck

 

Gambar Ratu Belanda Wilhelmina

Lingga Sumedang , Ratu Belanda Wilhelmina

 

Bidang pertanian masih juga mendapat perhatian khusus dari RTSA , pada 1897 untuk mempelopori dan memberi contoh pentingnya hutan dalam ekosistem manusia , sang “ Bupati Bintang “ dengan kemampuan finasialnya membeli tanah gundul bertebing seluas 40 hektar , dibuat terasering dan dijadikan hutang lindung . RTSA juga berhasil meyakinkan rakyat Sumedang pentingnya usaha pertanian khususnya sawah , karena sebagian masyarakat ketika itu masih menabukan daerah tertentu menjadi sawah. Peternakanpun digalakkan di Sumedang dengan memberikan insentif kepada peternak. Lumbung desa dan pengobatan gratis pun didirikan untuk menunjang kehidupan masyarakat miskin.

Pada tahun 1897 pun , RTSA memberikan lahan garapan dan perumahan bagi orang2 Indramayu yang mencari pekerjaan di Sumedang karena didaerahnya sedang dilanda musim paceklik.

Untuk semua kinerja dan perhatiannya kepada masyarakat Sumedang maupun kepada orang2 yang mencari nafkah di daerahnya  , pemerintah Kolonial Hindia Belanda melalui besluit dari Gubernur Jendral Carel Herman Aart van der Wijck pada 31 Agustus 1898 , menganugrahi gelar Adipati , jadilah mulai tanggal tersebut sebutan resmi menjadi  Raden Adipati Soeria Atmadja ( RASA ).

Periode 1898 – 1906

Periode 8 tahun ke 3 masa kebupatian dari RASA , ditahun 1901 untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat didirikanlah “ Bank Prijaji “ dan untuk peternakan di tahun 1903 Naib Tanjung Sari bernama RH Muhammad Usman dan adiknya  R Muhammad Pesta , dikirim ke Pulau Sumba dan Sumbawa untuk mencari bibit kuda pejantan .

Hindia Belanda pada periode ini diperintah oleh 3 Gubenur Jendral yaitu Gubernur Jendral ke 56 Carel Herman Aart van der Wijck ( 1893 -1899 ) ,ke 57 Willem Rooseboom ( 1899 – 1904 ) dan ke 58 Johannes Benedictus van Heutsz ( 1904 – 1909 ) , dimasa inilah sang bupati mendapatkan banyak apresiasi dan penghargaan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda dan dari Kerajaan Belanda antara lain :

Memasuki abad ke 20 , RASA , berhak menambah gelar dinama resmi menjadi “ Raden Adipati Aria Soeria Atmadja – RAASA “ , lengkap sudahlah semua gelar yang diterimanya sebagai Bupati yang berprestasi di Hindia Belanda .

Gambar gubernur Jendral ke 58  Johannes Benedictus van Heutsz

Lingga Sumedang , gubernur Jendral ke 58 Johannes Benedictus van Heutsz

 

Gambar Bintang Officier der Order van Oranje Nassau

Lingga Sumedang , Bintang Officier der Order van Oranje Nassau

 

Periode 1906 – 1912

Pada masa ini Hindia Belanda  di perintah oleh Gubenur Jendral ke 58 Johannes Benedictus van Heutsz ( 1904 -1909 ) dan ke 59 A.W.F. Idenburg ( 1909 -1916 ). Pada 1908 rupanya bidang peternakan juga masih tetap menjadi perhatian RAASA , didatangkanlah oleh beliau sapi dari Madura juga sapi Benggala dibagikan ke peternak di Sumedang. Tahun 1910 , Patih Sumedang Raden Rangga Wirahadisoeria  dikirim Ciparay Soreang untuk meninjau “ Sekolah Pertanian – Landbowschooltjes “  , dalam rangka menjajagi kemungkinan mendirikan sekolah tersebut di Sumedang.

Bank Prijaji yang didirikan pada tahun 1901 , akhirnya pada tahun 1910 mempunyai gedung sendiri dan namanya pun berubah menjdi “ Soemedangsche Afdeeling Bank “ .

 

Rupanya masa ini adalah puncak dari semua yang telah dicapai oleh RAASA , karena pada ;

  • 26 Agustus 1906 , besluit dari Gubernur Jendral ke 58 Johannes Benedictus van Heutsz , RAASA mendapat gelar yang tertinggi diantara Bupati di Tatar Sunda yaitu Gelar “ Pangeran “dan tambahan penghargaan berupa payung bersapu emas “ Pangeran met de Vergulde Pajong –Pangeran dengan Payung bersepuh Emas “
  • Pada 17 September 1912 dianugrahi bintang Ksatria Kerajaan Belanda “ Ridder in de Orde van de Nederlandse Leeuw “ oleh Ratu Belanda Wilhelmina .

 

Gambar Pangeran Aria Soeria Atmadja dan Bintang

Lingga Sumedang , Pangeran Aria Soeria Atmadja

 

Gambar Bintang Ridder in de Orde van de Nederlandse Leeuw

Lingga Sumedang , Bintang Ridder in de Orde van de Nederlandse Leeuw

 

Mulai saat ini diusia yang ke 61 tahun RAASA , berhak memakai gelar barunya sehingga nama resminya sebagai Bupati menjadi “ Pangeran Aria Soeria Atmadja “

Periode 1912 – 1919

Menindak lanjutkan kunjungan Patih Sumedang ke Soreang , pada tahun 1914 , dengan modal dana pribadi sebesar 3.000 ,-  Gulden , Pangeran mendirikan Sekolah Pertanian di Tanjung Sari.

Semenjak diberlakukannya Politik Etis di Hindia Belanda , mulai dibangun sekolah pada 1914 ,setahun kemudian yaitu pada 1915 di Sumedang  pun didirikan Hollandsch-Inlandsche School , yaitu sekolah untuk bumi putera dengan bahasa pengantar Bahasa Belanda dibedakan dengan Inlandsche School yang menggunakan bahasa daerah. Semenjak itulah wajib belajar diterapkan di Sumedang.

Pada periode ini di tahun 1917 , cucu satu2nya dari sang Pangeran bernama Raden Ahmad Basari wafat diusia kanak2 , dengan wafatnya  cucu tersebut maka terputuslah penerus dari keluarga sang Bupati mengingat  pernikahan Pangeran dengan sang istri Raden Ayu Rajaningrum dan hanya memiliki seorang putri bernama Raden Ayu Jogjainten yang menikah dengan Raden Rangga Wirahadisurya.

Gambar Keluarga Pangeran Aria Soeria Atmadja

Lingga Sumedang , Keluarga Pangeran Aria Soeria Atmadja

 

Ketika Perang Dunia I ( 1914 – 1918 ) berkecamuk di Eropa , dikalangan masyarakat merasa perang tersebut akan mengancam  Hindia Belanda , sehingga melahirkan gagasan bahwa dibentuk pertahanan  yang disebut “ Indie Weerbaar – pertahanan Hindia “  untuk membantu pemerintah , yaitu dengan cara mobilisasi pemuda . Pendukung “ Indie Weerbaar “ antara lain Budi Utomo dan Sarekat Islam . Ternyata Pangeran , cukup memahami dan mendukung gagasan ini dan untuk itu dikirimkannya utusan  untuk mengikuti rapat tentang Indie Weerbaar , sikap ini mungkin satu2nya catatan bahwa Pangeran pernah ikut dalam gagasan yang lebih luas dan progresif.

Pada tahun 1919 , diusianya ke 68 tahun , Pangeran Aria Soeria Atmadja mengajukan permohonan berhenti dengan pertimbangan usianya yang telah lanjut . Permohonan ini dikabulkan oleh Gubernur Jendral ke 60 Johan Paul van Limburg Stirum dengan besluit pada 17 April 1919.

Gambar Gubernur Jendral ke 60 Johan Paul van Limburg Stirum

Lingga Sumedang , Gubernur Jendral ke 60 Johan Paul van Limburg Stirum

 

Hari Minggu tanggal 21 April 1921 , diusia 70 tahun , Pangeran Aria Soeria Atmadja berangkat untuk ibadah Haji , kemungkinan usia yang cukup lanjut , 6 minggu kemudian pada tanggal 1 Juni 1921 , beliau wafat dan dimakamkan di kota Makkah.

Dari catatan sejarah Sang Pangeran tersebut diatas , ada beberapa yang penting dicatat ;

  • Pangeran Aria Soeria Atmadja , mungkin sedikit atau satu2nya , Bupati di Tatar Sunda pada jamannya yang beristri satu dan tidak mengambil selir. Sebagai contoh perbandingan , ayah beliau Pangeran Suria Kusumah Adinata , teristri 4 dan mempunyai selir 27 orang. Ketika perkawina Pangeran dengan Raden Ayu Rajaningrum hanya dikarunia hanya seorang anak perempuan bernama Raden Ayu Jogjainten , tidak mendorong beliau menikah lagi untuk mendapatkan anak laki2 sebagai penerusnya sebagai Bupati.
  • Menjalankan Rukun Islam ke V pergi Haji , menunjukan pemahaman Islam yang cukup dari Pangeran , sementara itu mungkin sedikit sekali atau tidak ada catatan para Bangsawan di Hindia Belanda ketika itu yang menjalankan rukun Islam ke V.

 

Gambar dari Pangeran Aria Soeria Atmadja

Lingga Sumedang , Pangeran Aria Soeria Atmadja

 

Lingga Sumedang , Pangeran Aria Soeria Atmadja

 

Lingga Sumedang , Pangeran Aria Soeria Atmadja

 

Gambar terakhir  Pangeran Aria Soeria Atmadja setelah Lingga Sumedang April 2020

Lingga Sumedang , Pangeran Aria Soeria Atmadja

 

Gambar Lingga Sumedang tempo dulu

Lingga Sumedang

 

Lingga Sumedang

 

Hari Sabtu tanggal 22 April 1922, di Sumedang berkumpul para petinggi Hindia Belanda dari Gubernur Jendral, Residen, para Bupati dan pejabat tinggi lainya, untuk menghadiri dan meresmikan apa yang kita kenal sekarang sebagai  “Lingga Sumedang“ .

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik putu tetehasan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler