x

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 21 Juli 2020 10:00 WIB

Andaikan Kamu Anak Menteri, Sanggupkah Menolak Godaan Jadi Walikota?

Dengan political advantage sebagai anak menteri, tidakkah kamu ingin jadi walikota atau bupati atau gubernur? Keramahanmu akan memudahkanmu ngobrol dengan rakyat dari berbagai lapisan. Para pejabat lokal akan sungkan menolak kedatanganmu, sebab kamu anak menteri. Ini yang harus kamu manfaatkan sebaik-baiknya. Momennya ya sekarang, jangan tunggu lima tahun lagi keburu ayahmu pensiun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Ini pertanyaan iseng yang saya ajukan secara serius kepada seorang anak muda: “Andaikan kamu anak menteri saat ini, sanggupkah kamu menolak godaan untuk menjadi bupati atau walikota atau gubernur?” Memang tidak ujug-ujug jleg duduk di kursi bupati, tapi lewat proses penjaringan calon lalu pemilihan di Pilkada, sehingga kamu terpilih secara demokratis, atau setidak-tidaknya terlihat demokratis.

Mengapa saya mengajukan pertanyaan ini kepadamu? Tidak lain karena ayahmu sedang menjabat posisi menteri, di kementerian penting pula. Nah, di sinilah bedanya kamu dengan orang lain yang mungkin ingin mencalonkan diri. Mereka umumnya bukan anak menteri. Kalau ada anak menteri lain yang juga ingin menjadi bupati, mereka akan memilih daerah lain, tidak akan sama dengan kamu. Ini bukan karena takut kalah, tapi tepo seliro alias etika sebagai teman sejawat dalam kabinet. Sama-sama elite jangan saling mengganggu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Nah, bedanya dengan mereka yang juga mencalonkan diri tapi bukan anak menteri, kamu punya bekal yang namanya political advantage alias keunggulan politik sebagai anak menteri. Ibarat pembalap di sirkuit, ketika orang lain belum start, kamu sudah berputar tiga putaran sehingga peluang untuk paling awal sampai di garis finish adalah paling besar. Menguntungkan, bukan?

Mumpung ayahmu lagi menjabat menteri dan mumpung pemilihan bupati dan walikota akan diadakan Desember 2020, jadi kamu punya waktu untuk mempersiapkan diri beberapa bulan. Dengan political advantege itu, kamu bisa mudah memperoleh perhatian media, maksudku para jurnalis akan mudah tertarik sebab kamu anak menteri. Apa lagi wajahmu fotogenik, gampang bergaul, dan punya banyak follower di IGmu.

Kenapa? Kamu merasa tidak populer? Ah, itu mah tidak sukar untuk diperbaiki.

Ah, begini. Meskipun saat ini belum menonjol sebagai ‘orang politik’, kamu dapat segera menjadi public figure yang menarik perhatian juru foto dan videografer, sehingga wajah kamu dan gerak-gerik kamu akan sering diliput dan dipublikasikan di koran, majalah, media online, televisi, dan bahkan di channel para youtuber yang sekaligus influencer. Kamu bisa dengan cepat menjadi media darling. Kemanapun kamu pergi, kamu akan jadi sorotan. Orang banyak akan pingin foto bareng kamu, dan fotomu akan dipajang di instagram, facebook, blog banyak orang. Menarik kan? Nah, saya senang, kamu mulai terlihat antusias.

Semua itu akan mengangkat popularitasmu. Popularitas itu penting agar seorang calon terpilih, bahkan mungkin dianggap lebih penting ketimbang sejumlah kompetensi apapun yang mungkin kamu kuasai. Survei-survei itu kan umumnya soal popularitas. Jadi, sekalipun saat ini jika ada survei posisimu masih di bawah, tidak lama lagi kalau kamu dapat rekomendasi, posisimua dalam survei akan melejit. Soal kompetensi yang dibutuhkan, serahkan pada ahlinya.

Apa yang membuatmu ragu? Pengalaman politik? Pengalaman di pemerintahan?

Kamu bilang, soal politik dan pemerintahan masih hijau? Ah, itu bisa dipelajari sambil jalan. Kalau perlu, bisa sewa konsultan politik yang sekaligus bisa mengerjakan survei. Nah, hasil survei ini penting untuk memengaruhi pandangan masyarakat. Kalau kamu terus berada di posisi teratas survei, peluang kamu untuk menang Pilkada akan paling besar dibandingkan calon-calon lain. Setelah terpilih, popularitasmu juga bisa terjaga berkat nasihat-nasihat konsultan.

Ingat, dengan political advantage sebagai anak menteri, kamu akan mudah diterima sana sini. Keramahanmu akan memudahkanmu ngobrol dengan rakyat dari berbagai lapisan. Para pejabat lokal akan sungkan menolak kedatanganmu, sebab ya itu tadi pokoknya kamu harus ingat political advantage-mu. Ini yang harus kamu manfaatkan sebaik-baiknya. Momennya ya sekarang. Tidak ada momen terbaik yang datang dua kali, tidak ada peluang terbaik yang mampir dua kali. Pilihannya, saat ini atau tidak sama sekali, kecuali ayahmu jadi menteri seumur hidup.

Hayo, jadi bagaimana? Siap maju ke gelanggang? Urusan teknis operasional, serahkan pada saya. Hayo, mau kan? Jangan nolak. Biarkan saja orang lain mencibir. Mereka bilang seperti itu karena mereka tidak punya political advantage seperti yang kamu punya. Kalau mereka punya, mereka pasti juga ngebet ingin mencalonkan diri.

Nah gitu dong, deal! Kita mulai bekerja malam ini, ya, siapkan amunisi untuk membujuk ayahmu agar mendukung tekadmu mengikuti pilkada. Sarapan pagi saat yang tepat. Jangan lupa ya, eksplorasi political advantage-mu. Enam bulan lagi, kamu akan tersenyum manis dan tampil gagah saat dilantik dalam pakaian dinas walikota. Hebat, bukan? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu