x

Sepak bola nasional

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 5 November 2020 05:52 WIB

STy Getol Mencari Pemain Keturunan, Program Garuda Select Dipertanyakan

Apakah untuk program Garuda Select 3, PSSI yakin, pemain yang nanti dibawa ke Inggris benar-benar wakil talenta terbaik di Indonesia? Sebab, proses perekrutan pemain di Garuda Select 3 pun menimbulkan polemik, karena sedang tidak ada kompetisi. Jadi, publik pun berpikir, program ini diselimuti pemain titipan yang pada ujungnya, pun tak layak masuk timnas. Jadi, baik Program Garuda Select maupun Program STy getol mencari pemain keturunan, kini dipertanyakan publik. Akan ke mana jebolan Garuda Select 1 dan 2, lalu ke-3? Mau diapakan pemain lokal, STy justru konsen mencari pemain keturunan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Demi Piala Dunia U-20, kini pelatih Timnas U-19 Indonesia, Shin Tae-yong STy yang sudah sejak Januari hingga akhir Oktober 2020 telah sibuk melakukan TC dan laga uji tanding dengan kekuatan utama pemain-pemain asli Indonesia yang telah di bina oleh pembina sepak bola akar rumput nasional, kini justru sangat getol mencari pemain keturunan Indonesia di mancanegara.Apa yang dilakukan oleh STy sungguh berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh Dennis Wise, Direktur Garuda Select Indonesia, yang justru membantu anak-anak asli Indonesia untuk dapat berkembang, kemudian dapat bersaing di kancah sepak bola international demi nama Indonesia.

Apa yang dilakukan STy juga bertolak belakang dengan para pelatih nasional sebelumnya, Fakhri Husaini dan Indra Sjafri, serta Bima Sakti yang lebih mengedepankan anak-anak asli Indonesia hasil pembinaan sepak bola akar rumput yang tak pernah serius diurus oleh PSSI.

Lebih dari itu, dalam membesut Timnas U-19 sebagai cikal bakal Timnas U-20 untuk Piala Dunia, STy juga benar-benar mengabaikan filosofi sepak bola nasional berdasarkan Kurikulum yang saya sebut masih sementara, yaitu Kurikulum Filanesia.

Mengapa masih sementara? Sebab, meski sudah dinamakan kurikulum, namun proses pembuatannya, tim ahlinya, dan konten isinya, menjadikan Kurikulum Filanesia, belum layak disebut sebagai kurikulum.

Meski begitu, apa yang dilakukan oleh STy kepada Timnas U-19 memang benar-benar berdasarkan filosofinya sendiri, tak memerhatikan sama sekali Kurikulum Filanesia, maupun apa yang sudah dikerjakan oleh para pembina dan pelatih sepak bola Indonesia yang sudah menyentuh anak-anak yang kini diasuh STy sejak usia dini.

Ironisnya, saat ada komentator sepak bola nasional yang mengkritisi kinerja STy, komentator ini malah dihujat oleh netizen. Bahkan, sesama komentator pun ikutan sok tahu dan menyalahkan komentator yang mengkritisi STy.

Padahal, apa yang disampaikan oleh komentator ini, secara teknis maupun substansi, benar. Jadi, saya juga sangat heran dengan sikap netizen yang mengkritik apalagi menghujat. Terlebih membaca komentar komentator yang tak sejalan dan sok tahu.

Lebih dari itu, untuk apa STy diberikan kesempatan TC berlama-lama dengan anggaran besar yang bersumber dari uang rakyat. Namun, ujung-ujungnya STy pun tak percaya diri dengan talenta asli pesepak bola Indonesia.

Padahal, model TC dan materi TC yang sudah STy lakukan bersama Timnas U-19, setidaknya sudah dapat mengambil hati publik sepak bola nasional. TC ala STy pun sudah saya sebut sangat berkarakter.  Bahkan sudah saya tulis dalam beberapa episode artikel.

Bila pada ujungnya, STy akan mengandalkan pemain asing (keturunan) dalam skuat Timnas U-19, cikal bakal Timnas U-20, maka Timnas ini tak harus dibesut STy, pelatih lokal pun pasti mudah melakukannya.

Seharusnya STy buka catatan dan lembaran sejarah pelatih lokal Indonesia yang tak  bergeming dan tak tergoda untuk menggunakan jasa pemain keturunan, tapi tetap dapat berkarakter dan meraih prestasi meski baru sebatas Asia Tenggara maupun Asia.

Lihat pula, beberapa negara Asia Tenggara yang doyan menggunakan pemain keturunan atau naturalisasi demi meraih prestasi. Meski, benar ada yang akhirnya meraih prestasi, tetap saja sejarah mencatat bahwa prestasi itu saat timnas negara mereka diperkuat pemain asing. Tetap tak ada gengsi dan harga diri.

Lihat, negara-negara Juara Piala Asia, Eropa, Afrika, America Latin, hingga dunia, mereka dapat meraih juara karena skuatnya asli warga negaranya yang memang sejak usia dini telah dibina sepak bolanya oleh federasinya dengan benar.

Coba tanya pada rakyat Indonesia pada umumnya, bila Timnas U-19/20 asuhan STy dapat berprestasi di Piala Asia maupun Piala Dunia, namun skuatnya banyak diisi pemain keturunan, apakah publik sepak bola nasional akan tetap bangga?

Sejatinya, publik berharap STy dapat membentuk Timnas Indonesia U-19, U-20, dan Senior yang handal, bukan karena skuatnya dihiasi oleh pemain asing atau naturalisasi, tapi karena STy dapat membangun dan membentuk Timnas Indonesia dan berprestasi karena kekuatan asli, SDM asli Indonesia yang sudah dibina sejak akar rumput di Indonesia.

Seharusnya, Piala Dunia U-20, menjadi ajang tampil putra asli Indonesia di negerinya sendiri yang untuk pertama kali jadi tuan rumah Piala Dunia. Bila tak berprestasi pun, asal Timnas dipersiapkan matang, tentu tak akan menjadi pecundang dan lumbung gol dari lawan. Dapat mengimbangi lawan-lawan kelas dunia saja sudah sangat membanggakan karena sadar diri sebagai negara ranking berapa di FIFA.

Jadi, apa yang kini sedang dilakukan STy, mengapa pemain keturunan menjadi prioritas? Apakah karena STy sudah dapat mengukur bahwa, meski di TC berapa pun lamanya, dengan kekuatan yang ada, kualitas pemain yang ada sudah terukur dan terbatas? Bila pun ada pemain lokal baru yang ditawarkan pun juga sudah terukur.

Jebolan Garuda Select ke mana?

Lebih dari itu, meski PSSI memiliki Program Garuda Select yang kini sudah masuk jilid 3, ternyata jebolan Garuda Select jilid 1 dan jilid 2 pun tak begitu moncer menghasilkan pemain berkualitas. Terbukti, jebolan Garuda Select pun hanya pemain yang sudah dibentuk oleh Fakhri Husaini yang menarik hati STy.

Dengan demikian, PSSI harus instrospeksi, walaupun Dennis Wise menyebut banyak talenta pesepak bola muda Indonesia, ternyata jebolan Garuda Select 1 dan 2 masih banyak yang dipertanyakan.

Wajar saja Dennis mengungkap demikian, sebab Dennis dan tim hanya bertugas dan dibayar hanya untuk membina, bukan membentuk timnas dan meraih prestasi. Beda dengan STy yang dituntut meraih prestasi timnas.

Namun, yang pasti, meski sudah dibina secara khusus di Inggris dengan biaya yang juga tak murah, ternyata jebolan Garuda Select, selain asuhan Fakhri, tetap saja tak memenuhi kriteria STy.

Apakah untuk program Garuda Select 3, PSSI yakin, pemain yang nanti dibawa ke Inggris benar-benar wakil talenta terbaik di Indonesia? Sebab, proses perekrutan pemain di Garuda Select 3 pun menimbulkan polemik, karena sedang tidak ada kompetisi. Jadi, publik pun berpikir, program ini diselimuti pemain titipan yang pada ujungnya, pun tak layak masuk timnas.

Jadi, baik Program Garuda Select maupun Program STy getol mencari pemain keturunan, kini dipertanyakan publik. Akan ke mana jebolan Garuda Select 1 dan 2, lalu ke-3? Mau diapakan pemain lokal, STy justru konsen mencari pemain keturunan.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler