x

Didi Kempot. (Dok. film Sobat Ambyar)

Iklan

atmojo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 19 Desember 2020 13:44 WIB

Film Sobat Ambyar: Sebuah Pengantar (Oleh Kemala Atmojo)

Film Sobat Ambyar yang dinanti banyak orang akan segara tayang di Netflix. Ini cerita tentang cinta, pengkhianatan, dan patah hati. Apakah generasi milenial kita banyak yang patah hati?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Koyo ngene rasane wong nandang kangen

Rino wengi atiku rasane peteng

Tansah kelingan kepingan nyawang

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sedelo wae uwis emoh tenan

Cidro janji tegane kowe ngapusi

Nganti seprene suwene aku ngenteni

Nangis batinku nggrantes uripku

Teles kebes netes eluh neng dadaku

Dudu klambi anyar sing neng njero lemariku
Nanging bojo anyar sing mbok pamerke neng aku…

 (Didi Kempot - Pamer Bojo)

Setelah tertunda beberapa bulan akibat Covid-19, akhirnya Sobat Ambyar  hadir menghibur masyarakat melalui Netflix pada 14 Januari 2021.

Didi Kempot yang wafat pada 5 Mei lalu meninggalkan banyak kenangan. Salah satunya melalui film bertajuk Sobat Ambyar yang disutradari Charles Gozali dan diproduksi Magma Entertainment, Rapi Films, dan Paragon Pictures. Andai saja film yang ceritanya ditulis Bagus Bramanti ini diputar di bioskop, dugaan saya dia akan menjadi salah satu film laris tahun ini.

Seperti kita tahu, penggemar Didi Kempot mencapai jutaan orang. Teaser poster yang dipasang di instagram Didi Kempot ketika film masih dalam proses,  sudah dibanjiri komentar dan janji bahwa mereka bakal menonton film ini.

Di dunia musik, Didi bukan orang baru. Ia sudah berkarier sejak 1990-an. Bahkan lagu yang membuat dia terkenal kembali, Pamer Bojo, sudah dinyanyikannya sejak 2016 dalam album Kasmaran. Ia kembali dan makin populer setelah wawancaranya di media sosial dan klip-klipnya muncul di Youtube.  Setiap klip video berisi lagu-lagu Didi yang muncul di Youtube ditonton jutaan orang. Bahkan klip lagu Cidro ditonton  20 juta orang. Lagu Kangen Nickerie ditonton 15 juta orang. Tambahan “senggakan”  Cendol Dawet, sehingga ada interaksi antara penyanyi dan penonton, juga ikut membuat lagu-lagu Didi makin digemari.

Tapi media sosial dan tambahan interaksi “cendol-dawet” itu tentu tidak cukup jika syair-syair atau lagunya tidak sesuai dengan hati penggemar musik. Mau tak mau, kita mesti lihat juga apa isi lagunya. Rupanya, hampir semua lagu-lagu Didi berisi seputar putus cinta, pengkhianatan, ditinggal pacar, dan sejenisnya. Maka tak heran jika ia dijuluki The Godfather of Broken Heart! Mantap.

Apakah itu berarti makin banyak generasi milenial sekarang yang patah hati? Apakah percintaan zaman sekarang ini rapuh, penuh tipu-daya, dan perselingkuhan? Atau kaum milenial tak lagi kreatif dalam memelihara cinta?

Ada yang mengatakan bahwa di zaman modern, globalisasi, dan kapitalisme sekarang ini, pola hubungan antarkelompok, antarindividu, berubah secara nyata. Rasa terasing, kesepian, merasa tak berharga, menerkam banyak manusia masa kini. Lalu, ketika perceraian makin meningkat, pengkhianatan merajalela, kesetiaan jadi barang langka, bisa jadi kita pun bertanya: apa itu cinta? Mungkinkah cinta kasih berlangsung selamanya?

Tentang cinta mencintai, kita boleh ingat pada Erich Fromm, yang menekankan  perlunya keberanian, pengorbanan timbal-balik, dan kreativitas bagi mereka yang sedang bercinta. Adapun tentang bagaimana hubungan manusia dengan manusia lain, bagus juga menengok Gabriel Marcel, filosof Prancis yang gemar musik dan menulis drama itu.

Soal hubungan antar manusia ini, Marcel memulai dengan istilah  "kehadiran" (presence). Hadir dalam pengertian Marcel bukan berarti “ada di sini”, di tempat yang sama, secara konkret. Pendeknya, "hadir" tidak selalu harus ada secara fisik. Sebab bisa saja Anda bersama orang lain di dalam pesawat atau kereta api, tetapi belum berarti orang itu "hadir" bagi Anda dan sebaliknya. Bahkan, meskipun Anda dan orang lain itu terjadi komunikasi, omong-omong, belum tentu itu mencapai taraf kehadiran. Sebab belum merupakan kontak yang sungguh-sungguh. Paling-paling komunikasi itu merupakan relasi antara "aku" dan "ia" --orang lain dalam aspek fungsional dan ciri-ciri lainnya, misalnya kondektur, tentara, tinggi, cakep, dan seterusnya.

Dua orang baru hadir yang satu bagi yang lain jika terjadi relasi antara "aku" dan "engkau". Di sini orang lain tidak dipandang sesuai dengan aspek fungsionalnya, tetapi dilihat sebagai sesama manusia, sesama persona. Maka orang lain "hadir" bagi saya jika saya mengadakan kontak yang sungguh-sungguh dengan dia sebagai persona. Tidak sebagai kondektur yang harus melayani saya, atau pejabat yang akan Anda servis.

Dan "kehadiran" ini tampak nyata atau mewujud secara istimewa dalam cinta. Di dalam cinta, "aku" dan "engkau" mencapai taraf "kita", suatu kesatuan yang melebihi dari sekadar penjumlahan satu ditambah satu. Dalam "kita", menurut Marcel, "aku" dan "engkau" diangkat menjadi kesatuan baru yang tidak bisa dipisahkan menjadi dua bagian lagi. Pengikatan diri  (engagement) semacam ini mendapat kesempatan paling indah dalam perkawinan, dan memuncak dalam kedudukan sebagai ibu-bapak dengan persatuan cinta keduanya dalam diri anak.

Dalam cinta, "aku" menghimbau kepada "engkau" agar bersedia bersatu sebagai "kita". Begitu juga sebaliknya. Maka "aku" harus bersedia untuk mendengar, menjawab, keluar dari egoisme, untuk membuka diri kepada "engkau". Begitu juga sebaliknya.

Karena kehadiran dalam cinta melebihi ruang dan waktu, maka bisa dimengerti jika sesudah kematian orang yang kita cintai, ia tetap hadir dalam hidup kita. Bisa dimengerti juga bila ada seseorang menunggu dengan setia kekasihnya yang sedang pergi jauh. Sebab ia tetap hadir di hatinya.

Tentu saja relasi semacam itu menuntut keberanian luar biasa dan tetap mengandung risiko. Terutama jika kepercayaan yang satu disalahgunakan oleh yang lain. Sebab godaan untuk berkhianat memang selalu terbuka --termasuk godaan melihat orang lain hanya sekadar sebagai obyek. Maka cinta bisa meleset menjadi eksploitasi. Pendeknya, relasi "aku"--"engkau" ini tetaplah hubungan yang rapuh. Ia mudah jatuh menjadi relasi "aku" -- "ia".

Karena itu, kesetiaan dan kreativitas untuk memelihara cinta mutlak diperlukan. Marcel berharap kebersamaan dalam cinta tidak terbatas pada suatu saat tertentu saja. Tetapi kebersamaan yang berlangsung terus-menerus. Soalnya adalah, bisakah itu dalam kenyataan? Bukankah banyak faktor lain yang bisa menyebabkan cinta kehilangan cahaya? Di sinilah cinta tetap tinggal sebagai misteri. Tetapi, kata orang, menyelami misteri cinta bisa membuat hidup lebih berarti.

Bagi sahabat ambyar  yang  putus cinta, patah hati,  sakit hati, atau dikhianati, memilih musik sebagai “penyembuhan” (setidaknya sementara) juga tepat. Bahkan menurut Arthur Schopenhauer, filosof kelahiran Danzig (sekarang Polandia), penderitaan dalam hidup bisa disembuhkan oleh seni. Schopenhauer sangat meninggikan musik dibanding seni lain.  Baginya, jika seni lain mengulangi atau menyalin ide tentang eksistensi atau merupakan ungkapan dari “kehendak” manusia, maka musik adalah presentasi langsung dari “kehendak” itu. Kehendak itu dipahami Schopenhauer sebagai realitas yang sejati, realitas transendental, reealitas noumenal, realitas di belakang fenomena atau pengalaman yang kita rasakan. Di belakang realitas fenomenal, yakni realitas pengalaman kita, terdapat realitas noumenal yang mendasarinya, yakni “kehendak”. Hanya dalam tindakan-tindakan kehendak itulah kita dapat merealisasikan diri sendiri sebagai makhluk yang punya eksistensi.

Musik, menurut dia, punya pengaruh sangat kuat dan cepat pada inti kodrat manusia. Musik adalah bahasa tentang perasaan dan penderitaan manusia, sedangkan kata-kata merupakan bahasa akal budi. Dalam musik, ”kehendak” diwakili oleh “melodi”. Rasa senang atau gembira, digambarkan dengan melodi yang ceria, lincah, serta interval konsonan. Sedangkan rasa sedih atau penderitaan, diwakili oleh melodi yang lambat, melankolis, interval disonan yang menunjukkan kepedihan, keputusasaan atau keresahan. Pendeknya, musik dapat dengan mudah dimengerti oleh setiap orang. Karena itu kita sering mendengar ungkapan bahwa musik adalah “bahasa universal”.

Bagi sahabat ambyar, sakit hati, putus cinta, tidak perlu selalu dan terlalu ditangisi. Penyembuhan juga tidak harus selalu dengan berdiam diri dalam kesendirian. Seperti tertulis dalam kaus oblong penggemar Didi Kempot: Loro ati, ora perlu ditangisi. Nanging kudu dijogeti atau Daripada patah hati, mending dijogeti.

Jadi, kembali ke film Sobat Ambyar, mari kita tonton saja filmya dan kita jogeti!

 

Ikuti tulisan menarik atmojo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler