x

Iklan

ahyar ros

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 20 November 2021 11:41 WIB

Desa Adat Bayan Merawat Harmoni di Utara Rinjani

Kampung Adat Desa Bayan Lombok Utara, jaraknya sekitar 75 kilometer dari Kota Mataram, Desa Bayan memiliki kearifan tersendiri dalam menjaga adat dan alam yang mereka huni. Bentuk rumah, masjid, upacara adat, dan pola hidup terus dipertahankan hingga kini. Rumah adat mereka, misalnya, atap terbuat dari rumbia, berdinding bambu dan lantainya dari tanah yang dipadatkan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Kampung Adat Desa Bayan Lombok Utara, jaraknya sekitar 75 kilometer dari Kota Mataram, Desa Bayan memiliki kearifan tersendiri dalam menjaga adat dan alam yang mereka huni. Bentuk rumah, masjid, upacara adat, dan pola hidup terus dipertahankan hingga kini. Rumah adat mereka, misalnya, atap terbuat dari rumbia, berdinding bambu dan lantainya dari tanah yang dipadatkan.

Sekat dan jendela, hanya berpintu satu serta menghadap barat. Masyarakat Adat Bayan punya tradisi menjaga kelestarian hutan. Ada enam hutan adat yang tersebar di tiga wilayah masing-masing dijaga oleh seorang pemangku (tokoh adat) hutan adat. Bagi mereka yang merusak hutan adat, misalkan menebang satu pohon, akan dikenakan sanksi berupa denda satu ekor kerbau, satu kuintak beras, dan 244 keping uang bolong.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Minggu lalu, saya berkesmpatan ke masjid kuno Bayan di Kabupaten Lombok Utara (KLU) lewat jalur Sembalun, Lombok Timur. Jarak tempuhnya sekitar 15 kilometer dari sana. Tak ada transportasi umum lansung ke Desa Bayan. Dari Bandara Udara Internasional Zainuddin Abdul Madjid (BIZAM) Praya, kita bisa naik taksi atau bus Damri ke terminal Bare Tais, Cakranegara, Mataram. Tarifnya untuk taksi sekitar Rp 300 ribu, bus Damri hanya sampai Sengigi, Lombok Barat sekitar Rp 40 ribu.

Kalau kita mau lebih leluasa jalan-jalan menikmati keunikan Desa Adat Bayan di Utara Rinjani, lebih lama. Ada baiknya, kita menyewa motor roda dua sekitar Rp 80 ribu perhari atau rent car mobil, tarifnya sekitar Rp 400 ribu perhari. Itu diluar biaya bensin dan makan.

Di Desa Adat Bayan, kita masih bisa menyaksikan lansung jejak penyebaran agama Islam masa silam di Pulau Lombok, berupa masjid kuno Bayan dan rumah adat tradisional, yang hingga masih tetap dipertahankan. Masjid Adat Bayan dibangun oleh Syekh Gaus Abdul Razak, salah seorang penyebar agama Islam terkemuka di Bayan pada abad ke-16 Masehi. Bediri di atas tanah ukuranya sekitar 400 meter.  Kubahnya berbentuk bujur sangkar dengan ketinggian dinding sekitar 125 cm. Dindingnya terbuat dari anyaman bambu belah berdiri di atas pondasi batu setinggi pingang orang dewasa.

 

Atap masjid kuno Bayan berbentuk, seperti meru dan dipuncaknya terdapat hiasan kayu yang terbentuk, seperti mahkota. Bentuk, bangunan atap dan cocoknya masih mengambarkan pengaruh Hindu-Jawa, yang telah datang sebelum Islam disebarkan di Pulau Lombok. Di depan masjid, tepatnya sebelah utara pintu masjid, terdapat sebuah gentongan air yang terbuat dari tanah liat. Gentong didudukan dan diikat pada pohon Kamboja. Konon Gentong tersebut berfungsi untuk bersiram air wudhu waktu dulu hingga kini.

 

Untuk memasuki pintu masjid kuno Bayan, kita harus menundukan kepala dengan rendah. Di dalam masjid berlantai tanah dan didalamnya terdapat beduq tua berukuran besar masih tersimpan baik dipojok kanan masjid. Empat tiang peyangga masjid ini melambangkan persatuan empat desa yang turut membantu dalam membangun masjid adat Bayan. Ada juga dapat melihat dua hiasan berbentuk ikan dan burung terdapat dibagian atas kayu penyangga-penyangga tersebut.

 

Setiap hiasan memiliki makna tersendiri. Selain itu, kita juga bisa melihat hiasan pohon, telur Ayam, dan Naga bergantung di atas mimbar. Pada badan Naga terdapat tiga burung yang melambangkan komunitas adat Wetu Telu. Komunitas adat Wetu Telu adalah ajaran yang berpegang teguh pada tiga hal dalam menjalani kehidupan yaitu, agama, alam, dan pemerintahan. Wetu Telu juga merupakan refleksi dari asal usul keberadaan manusia di bumi yang terlahir, karena kehendak tuhan melalui ayah dan ibu sebagai perantara.

 

Selain bangunan masjid sebagai bangunan utama, kita juga melihat enam bangunan yang mengelilinggi masjid adat Bayan. Ukuran keenamnya berbeda-beda. Di dalam bangunan berdinding bambu ini, juga terdapat makam-makam para pendahulu penyebar agama Islam masa silam. Di kawasan masjid Adat Bayan, kita juga bisa melihat empat makam yang berdiri tidak beraturan dan memiliki ukuran yang berbeda-beda disebelah selatannya.

 

Setelah melihat kampung adat dan Masjid Adat Bayan, peninggalan ini mengingatkan kita pada masa lalu, bahwa di Desa Bayan pernah ada peradaban kampung adat dan jejak-jejak penyebaran Islam pertama di Pulau Lombok di masa lampau. Kedua, komunitas adat Bayan hingga kini tetap mempertahankan tradisi adat dan alam yang mereka terima dari nenek moyang mereka. Hidup damai berdampingan bersama alam nan asri terus disemai.

Mahni (36) tahun, yang juga sebagai pemandu lokal peranakan Desa Bayan bercerita pada kami. Sejak dahulu, nenek moyang masyarakat Adat Bayan telah memberikan contoh baik untuk hidup berdampingan bersama alam dan hutan.

“Desa Bayan memiliki kearifan tersendiri, sejak dulu kami di Bayan hidup damai, menjaga adat dan alam yang terus kami jaga. Bentuk rumah, masjid kuno, upacara adat, dan pola hidup terus dipertahankan hingga kini,” Kata Mahni saat kami jumpai di Desa Bayan, Lombok Utara.

     

Kalau Anda bertandang ke Lombok, singgahlah ke Desa Bayan “Kampung Adat dan Masjid Adat Bayan”.

 

Ikuti tulisan menarik ahyar ros lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB