x

Ilustrasi Semua Orang Sama di Mata Hukum. Sumber: hariansib.com

Iklan

Nadjiha Fressa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Juni 2022

Kamis, 16 Juni 2022 12:12 WIB

Strategi Rancangan Undang-Undang KUHP Pasal 282 Mengantisipasi Kecurangan Advokat

Perbuatan curang oleh advokat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengenai isu perbuatan curang yang dilakukan oleh advokat dalam siklus hukum mendapat pertimbangan dari masyarakat umum, khususnya dari kelompok advokat itu sendiri. Peraturan Undang undang mengenai perbuatan curang yang dilakukan oleh seorang advokat dalam RUU KUHP banyak memicu banyak pertanyaan dilihat dari sudut pandang kriminalisasi.

Cara berperilaku curang yang dilakukan oleh advokat dalam bentuk perilaku "bermain dua kaki" dan "dalam proses penegakan hukum yang mempengaruhi pihak- pihak dengan tanpa adanya sebuah imbalan" dalam cara berperilaku tersebut yang tidak relatif terhadap kualitas dasar yang berlaku di mata publik dan masyarakat menganggapnya tepat untuk dihukum. Rancangan  peraturan ini bertujuan untuk melindungi klien yang meminta layanan bantuan yang sah. Definisi peraturan ini yang selanjutnya menjadi aturan untuk melengkapi norma hukum pidana mengenai profesi advokat yang ada selama ini di Indonesia. Bagaimanapun juga, dari bagian rencana tindak pidana, masih ada yang harus dibenahi agar tidak menimbulkan banyak pemahaman dalam pelaksanaannya, terutama yang terdapat dalam Pasal 282 RUU KUHP.

Pasal 282 RUU KUHP menyatakan bahwa: “Pemidanaan advokat berupa kurungan selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda paling banyak (Rp500.000.000), dengan anggapan bahwa mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan curang, untuk spesifiknya yaitu:

  1. Membuat kesepakatan dengan lawan klien, meskipun seorang advokat memahami dalam hal tersebut, seharusnya berpikir bahwa cara berperilaku seperti itu dapat merusak atau membebani kepentingan kliennya.
  2. mempengaruhi panitera, panitera pengganti, juru sita, saksi, mediator, penyidik, pemeriksa publik, atau hakim dalam suatu perkara, terlepas dari imbalan.
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Standar peraturan pidana tersebut merupakan standar hukum yang baru, dan hal ini berarti belum pernah diatur dalam peraturan pidana positif sebelumnya yang ada di Indonesia, baik dalam Peraturan Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pedoman Peraturan Pidana, maupun dalam Peraturan Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat. Selanjutnya, bagi pembuat undang-undang, strategi kriminalisasi merupakan salah satu standar ideal agar dapat berubah menjadi perubahan peraturan pidana di Indonesia, memiliki pilihan untuk mengatasi persoalan perilaku advokat yang “nakal” yang dapat merugikan daerah setempat, dan mencegah perbuatan curang yang dilakukan oleh advokat dalam proses menegakkan hukum.

Namun, strategi kriminalisasi tersebut ternyata tidak disepakati oleh semua kalangan masyarakat awam, terutama di kalangan  advokat itu sendiri. Advokat yang bergabung dalam golongan “Advokat Pemantau Rancangan KUHP” mengharapkan adanya pembubaran Pasal 282 Rancangan Undang- undang KUHP. Untuk itu advokat meminta DPR RI dan berbagai Badan Legislasi untuk segera menghapus pasal tersebut dari Rancangan KUHP, dengan alasan selain tidak memberikan jaminan legitimasi yang adil, pembatasan ini juga dapat membawa keonaran yang seharusnya tidak terjadi dan memberikan kemungkinan untuk diuji materinya dalam lembaga MK. Dalam keterangan publiknya, Golongan advokat yang bertugas memantau  RUU KUHP memaknai bahwa sepanjang perkembangan pengaturan atau pedoman dan aturan yang sah yang berlaku secara umum, pengaturan tentang perbuatan curang yang dilakukan oleh advokat jelas tidak memenuhi Standar Kejelasan dalam rencana pasal (delik) dan aturan pemidanaan sehingga dimungkinkan dapat melanggar Pasal 5 dan Pasal 6 Peraturan Nomor 12 Tahun 2011 tentang Landasan Regulasi, serta multi pemahaman, karena tidak sesuai dengan standar Lex Certa/Lex Stricta.

Para advokat menyatakan bahwa “pengaturan dalam Pasal 282 RUU KUHP dianggap dapat mengurangi kepercayaan masyarakat sebagai pekerjaan yang terhormat (officium nobile), mengingat advokat harus menjalankan profesi mereka untuk membawa " dampak" yang baik dengan strategi atau teknik yang sah dan tidak ilegal, misalnya dengan pemikiran yang halal, seolah-olah menjadi tidak terpisahkan dari perbuatan curang, meskipun advokat tidak memberikan bayaran sebagai imbalan atau tip. Padahal sebelum seseorang terpilih sebagai advokat, advokat diharuskan dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan (Pasal 5) dan diharapkan mengartikulasikan sumpah advokat (Pasal 6) sehingga kewajiban etis seorang advokat tidak hanya kepada kliennya saja, namun kepada Tuhan YME serta kepada bangsa dan negara.

Sementara itu, golongan advokat yang bergabung dalam Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), ), Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) juga menyampaikan bahwa kebijakan dengan adanya hukuman bagi advokat ditolak. Dalam proklamasi, Gabungan Asosiasi Advokat mengatakan bahwa "...pemerintah dan DPR harus mengarahkan pembatasan kekuatan dari kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan hukum bukannya mengatur tentang hukuman yang diberikan pada advokat". Pedoman baku dalam Rancangan Undang-Undang KUHP juga dipandang bertentangan dengan berbagai peraturan yang merupakan rancangan yang lain yang bersifat khusus (lex professional) misalnya Peraturan Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Peraturan Undang- Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Di kaitkan dengan perilaku pidana yang dilakukan oleh advokat, sejauh ini mungkin lebih cenderung kaitannya dengan masalah tindak pidana korupsi. Dengan mencermati banyak kasus yang telah melibatkan penasihat hukum atau advokat di Indonesia, dapat diketahui bahwa ada beberapa standar positif dalam domain demonstrasi kejahatan korupsi yang melibatkan para advokat. Terdapat pada pasal UU Tipikor yang sering didakwakan terhadap para penasehat hukum, khususnya Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Undang- undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemusnahan Tindak Pidana korupsi. . Pasal 6 ayat (1) pada pokoknya mengatur bahwa “Dipidana paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit sebesar Rp150.000.000,00 dan denda paling banyak Rp750.000.000,00 untuk setiap orang yang:

  1. memberikan atau berkomitmen sesuatu kepada hakim yang ditunjuk untuk mempengaruhi putusan kasus yang diajukan kepadanya untuk diadili.
  2. memberikan atau mengikatkan sesuatu kepada seseorang yang ketentuan perundang- undangan ditentukan menjadi pengacara atau advokat untuk hadir ke sidang pengadilan yang ditentukan untuk mempengaruhi nasihat atau penilaian yang akan diberikan mengenai suatu kasus yang diajukan ke pengadilan untuk diadili.

Lalu, bukankah seharusnya ada sesuatu yang dibahas tentang isu-isu yang terkait dengan perbuatan tindak pidana oleh para advokat saat melakukan pekerjaan mereka?

Sesuai Pasal 282 RUU KUHP, apakah kegiatan tersebut sesekali terjadi, sehingga nantinya menjadi suara pembentuk undang-undang untuk membentuk strategi kriminalisasi atau mengatur penegak hukumnya. Untuk situasi ini, ada 2 perbuatan yang diartikan sebagai cara berperilaku yang salah yang dilakukan oleh para advokat dalam RUU KUHP yang sudah saya jelaskan sebelumnya.

Berbicara masalah kriminalisasi tersebut sangat menarik untuk dikaji. Sebab, standar regulasi pidana tentang perbuatan curang oleh advokat dalam Rancangan Undang- Undang KUHP telah menimbulkan banyak pertanyaan dari berbagai sudut pandang. Banyak hal yang bisa ditelaah dari strategi tersebut, mengingat jenis standarisasi definisi RUU KUHP. Mengenai masalah, “Strategi KUHP Pasal 282 Dalam Menyikapi Masalah Curang Oleh Advokat” memang sepatutnya dikaji karena merupakan tahap yang paling strategis dari suatu upaya mencegah kejahatan melalui “penal policy”

Ikuti tulisan menarik Nadjiha Fressa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu