x

Topeng

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Selasa, 21 Juni 2022 14:35 WIB

Lihat Substansi, Waspadai Kemasan

Banyak orang mampu menciptakan kemasan yang indah dan memikat. Akibatnya masyarakat terpesona sehingga lupa substansinya. Sedangkan kemasan dan substansi bisa beda. Bagaimana paparannya? Sila baca terus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Bambang Udoyono, penulis buku

Kemasan dan substansi sejatinya dua hal yang berbeda. Sayangnya banyak orang terpesona oleh kemaan sehingga mengira substansinya sama dengan kemasannya.   Mari kita cermati sebuah perbahasa Prancis untuk membantu memahaminya.

L’habit ne fait pas le moine  (Peri bahasa Prancis)  Pakaian tidak menjadikan pendeta (rohaniwan).  Itulah arti kalimat tersebut di atas.  Kali ini kita akan berusaha memahami sebuah peri bahasa dari bahasa Prancis.  Harapannya budaya Prancis ini akan memperluas wawasan kita, memperbanyak pengetahuan kita sehingga kita akan makin bijaksana.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meskipun peribahasa  tersebut memakai kata le moine yang artinya pendeta,  saya yakin ini bisa berlaku untuk siapa saja.  Orang yang berpakaian pendeta, belum tentu pendeta.  Orang yang berpakaian kyai, dengan memakai peci, atau sorban dan jubah belum tentu kyai.  Apa yang menentukan jatidiri seseorang adalah perbuatannya, amalnya, ilmunya.  Seseorang menjadi ustadz, kyai atau ulama adalah karena dia menguasai ilmu ilmu agama Islam, public speaking, komunikasi, menulis, ahlaknya mulia, kelakuannya baik  dsb.    Jadi bukan karena dia memakai pakaian yang biasa dipakai seorang kyai.  Bahkan tidak sedikit ustadz atau ulama yang sering berpakaian seperti masyarakat umum.  Hanya memakai kemeja dan celana panjang.  Peci juga jarang dia pakai.  Tidak perlu menyebut nama, mungkin anda sudah sering melihat atau bahkan mengenal.  Tentu ada tujuannya dia berpakaian seperti itu.

Apa yang anda lakukan itulah jati diri anda.  Kalau anda setiap hari mengajar dengan sebaik baiknya, anda seorang guru.  Tidak perlu memberitahu setiap orang bahwa anda guru, akhirnya semua orang tahu juga.  Kalau anda setiap hari berjualan maka anda seorang pedagang.  Sederhana saja sebenarnya.

Jadi peri bahasa ini menganjurkan kepada kita untuk melihat kesejatian seseorang, atau substansi, bukan hanya sekedar melihat gaya luarnya saja.  Masalahnya banyak orang yang berpura pura sekarang ini.  Orang yang tumbuh dalam budaya yang sangat mengutamakan tata krama bisa saja menguasai dengan sangat baik cara bicara yang sopan, cara bersikap yang sopan, cara berpakaian yang sopan dsb.  Akibatnya semua orang mengira dia orang baik lalu menyukainya.  Sedangkan sejatinya belum tentu.  Akibatnya banyak orang yang terkecoh.  Sebaliknya orang yang gaya bicaranya kurang sopan, pakaiannya semrawut, menimbulkan kesan kurang baik.  Sedangkan jati dirinya bisa saja baik.  Gaya dan substansi bisa saja beda.

Maka sebaiknya rekam jejak apa yang sudah dilakukan orang itulah yang dijadikan pertimbangan untuk mengenali jati diri seseorang.  Bukan gayanya, bukan kelihaiannya berbasa basi.  Saya tidak mengatakan basa basi, tata krama itu jelek.  Itu malah sangat bagus.  Tapi jangan berhenti di situ saja.  Saya jadi ingat salah satu syaratnya perawi hadist itu adalah orangnya harus jujur.   Ini sangat penting.

Melihat prestasi seseorang juga susah susah gampang.  Sepintas nampak gampang tapi kalau kita masuk ke rincian banyak sekali yang membingungkan.  Maka sekali lagi orang yang sudah memiliki trinetra saja yang mampu melihat dengan baik jatidiri seseorang.  Selain mata raga maka mata nalar juga harus awas.  Agar mata nalar tajam anda harus banyak membaca, belajar, berdiskusi, berguru.  Kalau tidak ya sila tebak sendiri.  Paling susah adalah mencapai tahapan mata hati yang tajam.  Ini membutuhkan waktu lama, keteguhan, keuletan, keseriusan.  Lebih idealnya ada seorang pembimbing.  Idealnya lagi gurunya banyak.

Sila menilai diri sendiri.  Apakah anda sudah sampai ke tahapan ini atau belum.  Kalau belum ya banyaklah belajar.  Tanya, berguru ke orang yang lebih mampu.   Minta bimbingan agar bisa menajamkan mata nalar dan mata hati.       

Kalau mata nalar dan mata hati Anda sudah tajam maka insya Allah Anda tidak akan tertipu oleh kemasan. Anda akan mampu melihat substansi.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu