x

Mohammad Tabrani. Wikipedia\xd

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Kamis, 28 Juli 2022 08:35 WIB

Mohammad Tabrani Soerjowitjitro: Sang Penggagas Nama Bahasa Indonesia (Bagian 2 -Habis)

Mohammad Tabrani Soerjowitjitro, pada 2019 diusulkan sebagai Pahlawan Nasional atas jasanya terhadap eksistensi Bahasa Indonesia. Apa saja kiprahnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagaimana dengan peran Sanusi Pane yang dalam edaran Badan Bahasa di situsnya yang bertajuk  Penjaringan Tokoh Penggagas “Bahasa Persatuan Indonesia menuju Penganugerahan Kebahasaan Tokoh Pahlawan Nasional” termasuk seorang nominenya? Sanusi Pane tidak boleh dianggap remeh pula. Tokoh ini membangkitkan semangat kawan-kawan seperjuangan dalam pembentukan bangsa Indonesia dan menyatakan persetujuan atas munculnya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan (1926). Selanjutnya, Pane melalui Kongres I Bahasa Indonesia di Solo (1938) mengusulkan pendirian Institut Bahasa Indonesia (1938).

 

Gelar Pahlawan Nasional dan Bapak Bahasa Indonesia

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

November 2019, pada usianya yang ke 105 tahun, Mohammad Tabrani Soerjowitjitro berhak menyandang Gelar Pahlawan Nasional di bidang kebahasaan Indonesia. Ketokohannya tak disangsikan lagi. Tabrani memenuhi kriteria: “berjasa terhadap bangsa dan negara, berdampak luas, menunjang pembangunan bangsa dan negara, berkarya besar dan berharkat, berjiwa konsisten.”

Tak pelak pula bila Tabrani layak digelari sebagai  Bapak Bahasa Indonesia. Lewat gagasannya dalam Kongres Pemuda I,  Tabrani dengan cerdas dan visioner mengusulkan nama bahasa persatuan adalah bahasa Indonesia.

Sebagai tindak lanjut diterimanya bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia, maka menarik untuk dicermati adalah putusan salah satu Kongres Bahasa Indonesia II yang berlangsung dari 28 Oktober sampai dengan  2 November 1954 di Medan yang menyatakan bahwa asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu, dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu yang disesuaikan dengan pertumbuhannya dalam masyarakat Indonesia sekarang.

Mohamad Tabrani lahir di Pamekasan Madura, 10 Oktober 1904. Setelah menamatkan OSVIA  di Bandung, ia melanjutkan pada Pendidikan Jurnalistik dan Ilmu Persuratkabaran di Jerman. Pengalamannya dalam Pergerakan, Tabrani tercatat sebagai aktif di Jong Java  sejak ia lulus dari MULO dan menjadi ketua Kongres Pemuda I, 1926.  

Kiprahnya dalam jurnalistik diawali ketika ia memimpin Harian Hindia Baroe (1925 – 1926), majalah Mingguan Bergambar Pembangoenan dan Harian Pemandangan (1936 - 1942). Di bidang pendidikan, Tabrani pernah memimpin sekolah partikelir (swasta) HIS dan MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs), yang merupakan Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. Sejak di MULO, Tabrani aktif di Jong Java.

Sewaktu belajar di Eropa, di Universitas Köln (Universität zu Köln), dia membantu berbagai surat kabar di Indonesia pada periode 1926 hingga 1930. Pada waktu itu masih jarang ada pemuda Indonesia menuntut pelajaran ilmu jurnalistik di luar negeri. Hanya beberapa orang yang bersekolah di luar negeri seperti, Adinegoro, Jusuf Jahja dan Tabrani. Dasar pendidikan Tabrani cukup kuat yaitu MULO dan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren), Bandung.    Minat jurnalistik Tabrani muncul ketika ia menamatkan OSVIA. Sekembalinya ke tanah air, karier jurnalistik Tabrani mulai menanjak. Tabrani menjadi pemimpin majalah Reveu Politik di Jakarta dari 1930 hingga 1932, pemimpin surat kabar Sekolah Kita di Pamekasan dari tahun 1932-1936. Ketika memimpin Reveu Politik, Tabrani membawakan kepentingan PRI atau Partai Rakyat Indonesia yang ia dirikan. Sejarah mencatat bahwa PRI mendapat tentangan keras dari golongan pemuda mahasiswa yang menganggap PRI kurang revolusioner.

Melalui surat kabar Pemandangan, Tabrani memperjuangkan Petisi Sutardjo yang berisi tuntutan kepada pemerintah Hindia Belanda agar Indonesia diberi kesempatan membentuk parlemen sendiri pada tahun 1936. Melalui harian yang sama ia juga mendukung gagasan konsentrasi nasional.

Pada tahun 1940, Tabrani bergabung dengan Dinas Penerangan Pemerintah bagian jurnalistik dan selanjutnya pindah ke bagian kartotek dan dokumentasi. Pada tahun 1940 juga, Tabrani menjabat sebagai ketua umum PERDI atau Persatuan Djurnalis Indonesia di Jakarta periode 1939 hingga 1940.

Pada zaman Jepang, ia memimpin koran Tjahaja di Bandung. Pada zaman Jepang ini pula ia pernah dijebloskan ke penjara Sukamiskin. Ia disiksa hingga kakinya cacat sampai pincang. Keluar  dari penjara, Tabrani memimpin Indonesia Merdeka yang diterbitkan Jawa Hokokai. Saat Indonesia merdeka, ia sempat mengelola koran Suluh Indonesia, milik Partai Nasional Indonesia.

Tahun 1984, Mohammad Tabrani Soerjowitjitro wafat  pada usia 80 tahun dan jenasahnya dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir Jakarta.  ***

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler