Berani Mengalah Akan Mulia Akhirnya
Bambang Udoyono, penulis buku
Kita memiliki banyak sekali warisan budaya leluhur yang berupa peri bahasa, pepatah, dsb. Sebagian besar di antaranya memang adiluhung karena sesuai dengan ajaran wahyu Allah yang ada di dalam Al Qur’an dan juga hadist. Kali ini mari kita bahas warisan budaya literasi ini. Mari kita cermati.
Wani ngalah luhur wekasané
Ada sebuah peri bahasa dari bahasa Jawa yang bunyinya ‘wani ngalah luhur wekasané’. Wani artinya berani. Ngalah artinya sama seperti dalam bahasa Indonesia yaitu mengalah. Luhur artinya sama dalam bahasa Indonesia. Wekasané artinya akhirnya. Jadi arti keseluruhan kalimat itu adalah, siapa yang berani mengalah pada akhirnya akan luhur, atau mendapat kehormatan. Perhatikan nenek moyang memakai kata wani, yang artinya berani. Agaknya mereka sadar bahwa dibutuhkan keberanian atau tekad untuk mengalah. Artinya ini bukan perbuatan mudah.
Apakah ini sesuai dengan ajaran Islam? Mari kita cek dalam Al Qur’an dan hadist.
Ayat Al Qur’an dan hadist yang relevan
Ternyata banyak hadist yang menganjurkan kita mengalah dalam pertengkaran atau perdebatan. Tentu saja yang dimaksud adalah debat tidak berkualitas, alias debat kusir yang hanya akan mengarah pada pertengkaran.
Sila baca hadist berikut.
”Maukah aku beritahukan kepadamu perkara yang lebih utama daripada puasa, shalat dan sedekah ? Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasûlullâh.” Beliau bersabda, “Yaitu mendamaikan perselisihan diantara kamu, karena rusaknya perdamaian diantara kamu adalah pencukur (perusak agama)”. [HR. Abu Dawud dan Tirmidzi]
”Dari Sahal bin Sa’ad Radhiyallahu anhu bahwa penduduk Quba’ telah bertikai hingga saling lempar batu, lalu Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam dikabarkan tentang peristiwa itu, maka beliau bersabda: Mari kita pergi untuk mendamaikan mereka.” [HR. Bukhari]
Dari Abu Umamah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun bersifat gurau. Dan aku juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik.” (H.R. Abu Daud).
Bukan berarti kita sama sekali tidak boleh beda pendapat atau mengutarakan pendapat yang berbeda. Di dalam Al Qur’an disebutkan :
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)
Perdebatan dengan cara yang baik masih dibolehkan. Tentu saja dengan memakai tata krama, memakai penalaran yang baik. Adu argumentasi, adu data, adu teori. Bukan asal ngeyel. Bukan menyebar hoax, bukan menebar kata kata kasar dan kebencian. Jadi kalau anda mengaku sebagai muslim taatilah perintah Allah dalam Al Qur’an itu. Pakailah cara yang baik.
Penutup
Ternyata nenek moyang kita sangat arif bijaksana. Mereka mampu menciptakan peri bahasa yang mengandung kebijaksanaan karena sesuai dengan wahyu Allah swt di dalam Al Qur’an. Kalau semua pihak mau mentaati seruan Al Qur’an ini tentu akan makin baik dunia ini, termasuk Indonesia tercinta ini. Jadi monggo kita niatkan menata hati. Kita belajar mengalah. Kita hindari debat kusir dan pertengkaran di media sosial dan dunia nyata. Dengan demikian kita akan mendapat kemuliaan.
Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.