x

Sumber gambar: Brilio

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Rabu, 14 September 2022 14:22 WIB

Harus Selalu Optimististik dalam Segala Keadaan

Sikap pesimistis bisa saja beralasan. Bahkan teori ilmiah sekalipun bisa menyesatkan. Banyak bukti bahwa sikap pesimistis keliru dan sikap optimistis lebih menguntungkan. Bagaimana contohnya? Sila baca tuntas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Harus Selalu Optimistis Dalam Segala Keadaan

Bambang Udoyono


Tetiba saya ingat cerita seorang dosen saya dan seorang Amerika, tapi saya lupa mereka ketemu di mana.  Saya hanya ingat inti ceritanya.  Orang Amerika itu mengkritik revolusi Islam di Iran dan mengatakan bahwa pers, pakar, pengamat dan publik Barat memprediksi bahwa Iran bakal mengalami kemunduran serius dan bahkan bisa hancur.    

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kelemahan pesimisme

Setelah empat dasawarsa berlalu ternyata Iran malah menjadi salah satu kekuatan utama di Timur Tengah.   Pak dosen juga mengkritisi Amerika dan mengatakan bahwa Amerika juga bakal merosot.  Si Amerika menepis.  Dia katakan bahwa Amerika memang punya banyak masalah, tapi bukan berarti Amerika bakal bangkrut.  Ternyata dia juga benar.  Sampai detik ini meskipun bebannya berat Amerika masih menjadi super power nomor satu.

Kelemahan teori 

Di akhir dasawarsa 70’an dan 80’an di barat berkembang teori ketergantungan (dependency theory).  Intinya adalah negara maju Amerika, Eropa, Jepang adalah pusat kekuatan ekonomi dll dan negara berkembang akan tetap tergantung pada mereka.  Pola ini akan bertahan lama dan susah bagi negri dunia ketiga (negara berkembang) untuk maju.  
Empat dekade kemudian terbukti negeri Asia bahkan Afrika maju pesat, bahkan ada beberapa negara Eropa (Yunani, Portugal dll) sudah surut ekonominya.  Terbukti prediksi pakar barat tentang Asia sebagai pengikut yang bergantung salah.
Sebelum ada teori pemanasan global (global warming), ada teori tentang pendinginan bumi.  Mereka meramalkan bumi akan membeku.  Ternyata sekarang sebaliknya yang terjadi. Prediksi pakar barat tentang pendinginan global ternyata salah.

Di jaman kuno ada cerita serupa yang disebutkan di dalam Al Qur’an yaitu kisah nabi Musa AS.  Pengikut nabi Musa AS bukan tentara profesional.  Mereka orang sipil yang tidak bersenjata, tidak terlatih dan tidak memiliki pengalaman  perang.  Di saat terakhir ketika mereka dikejar Fir’aun dengan tentaranya perimbangan kekuatan sangat njomplang.  Kalau terjadi pertempuran tidak susah menebak hasilnya.  Terbukti Musa AS dan pengikutnya yang selamat dan Fir’aun yang hancur.

Di era 60’an sampai 70’an ketika perang Vietnam pecah hampir semua orang meyakini bahwa tentara Amerika yang unggul dalam segalanya bakal menang mudah melawan pasukan Vietnam Utara.  Apa yang terjadi kemudian adalah sebaliknya.  Di tahun 1975 tentara Amerika lari terkencing kencing dari Ho Chi Min city (Dulu Saigon, ibu kota Vietnam Selatan).  Terbukti prediksi banyak orang salah.
Pandangan pesimis itu ada di berbagai bidang – ekonomi, politik, militer dsb.  Tanpa mengurangi hormat, bahkan banyak para perintis kemerdekaan yang mengira bahwa di tahun 1945 kita masih belum siap merdeka karena masih memiliki banyak kelemahan.  

Semua pandangan pesimis tadi ada dasarnya, ada faktanya.  Banyak pakar yang mendukung pandangan pesimis dengan berbagai latar belakang ilmu.  Jadi mereka tidak ngarang.  Mereka rasional, tapi ternyata prediksi mereka meleset.  Lantas di mana salahnya?

Kesalahan pokok mereka adalah tidak memperhitungkan takdir Allah.  Ilmu akal modern tidak memasukkan faktor takdir dalam kalkulasinya.  Semua kalkulasi, perkiraan, prediksi dsb hanya memasukkan unsur realitas yang kasat mata, yang (dianggap) nyata, yang terukur, yang rasional.  Takdir sama sekali tidak diperhitungkan. Kekuasaan Allah yang mutlak, yang mampu memutar balikkan keadaan sama sekali tidak dianggap.  Jadi ilmu akal bisa membuat orang jadi takabur.

Ternyata Allah menghendaki Indonesia merdeka, Vietnam utara menang, Iran malah makin maju, nabi Musa AS dan pengikutnya selamat, negri berkembang makin maju dan banyak lagi kenyataan yang bertolakbelakang dengan perkiraan dan prediksi ilmiah sekalipun.

Dalam kehidupan pribadi, saya sudah sering melihat beberapa orang dan keluarga yang dulunya prihatin, setelah sekian lama berjuang, akhirnya maju juga.  Bahkan ada yang majunya cepat sekali.    
Dalam buku One way ticket to happiness ada  sebuah bab berjudul “Dari sikap realistis menuju hyper realistis”.  Intinya kita harus selalu optimistis, alias berbaik sangka kepada Allah.  Yakin saja Allah akan memberikan yang terbaik pada kita.  Inilah sikap yang sesuai dengan tuntunan Al Qur’an seperti dalam ayat berikut.

Perintah bersikap optimistis

"dan  jangan  kamu  berputus  asa  dari  rahmat  Allah.  Sesungguhnya  yang berputus  asa  dari  rahmat  Allah  hanyalah  orang-orang  yang  kafir”.  (QS Yusuf ayat 87)
Islam melarang umatnya bersikap buruk sangka sebagaimana dalam Al-Qur`an surat Al-Hujurat ayat ke-12 :
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka (kecurigaan), karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa”.
Ada banyak hadist yang menganjurkan berbaik sangka kepada Allah swt. 
“Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).”  (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675]
”Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan berbaik sangka terhadap Allah.”  (HR Muslim).
“saya  mendengar  Rasulullah  SAW  bersabda  dari  Allah  Azzawajalla, "Saya  berada  pada  persangkaan  hamba-Ku,  maka  berprasangkalah dengan-Ku sekehendaknya." (HR Ahmad)

Benang merah

Maka ketika kita sedang mengalami masa sulit karena pandemi, atau karena sebab lain, kita harus tetap bersikap optimistis.  Dengan kata lain tetap berbaik sangka kepada Allah swt.  Apapun yang terjadi adalah takdir Allah.  Kita harus rida apabila sudah terjadi karena apapun pemberian Allah, itulah yang terbaik untuk kita.  Ilmu manusia terbatas.  Pakarpun bisa salah seperti terbukti di atas.  Sedangkan Allah maha tahu.  Jadi serahkan saja hasilnya pada Allah.  Semèlèh dalam bahasa Jawa. Dengan demikian kita akan jadi optimistis dalam segala keadaan. Optimisme itu akan membangkitkan kekuatan. Dengan kekuatan itu kita akan mencapai tujuan. Insya Allah.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler